B A G I A N 39 | Operasi Zara

382 16 0
                                    

Risya melirik jam tangannya sekali lagi. Ia sudah tiba di rumah sakit sejak lima belas menit yang lalu. Namun seseorang yang ditunggunya belum juga datang.

Matahari sudah beranjak naik hingga suhu udara semakin-lama semakin terik. Risya mengibas-ngibaskan tangannya ke mukanya.

"Hai, Sya!" sapa Raka sambil menepuk pundak Risya.

Risya menoleh dengan raut wajah sebal, "elo telat."

Raka terkekeh lalu berkata, "lima belas menit doang kok."

"Doang? Lagian udah gue bilang mending enggak usah janjian aja. Ketemuan nanti di ruang rawat Zara," cecar Risya.

"Ya, maaf. Soalnya menurut gue lebih enak kalau dateng bareng-bareng," elak Raka.

"Iya, tapi kalau janjian tuh datengnya jangan telat dong. Mending telat lima menit. Ini lima belas menit. Lumutan nih gue," keluh Risya.

Raka tertawa kecil. Dia lalu menyerahkan beberapa buah-buahan yang sempat ia beli di supermarket. "Nih," ujarnya.

Setelah Risya mengambil alih buah-buahan itu, mereka berjalan menuju ruang rawat Zara.

"Kenapa elo buru-buru banget, Sya? Ada kabar penting dari Zara?" tanya Raka. Ia berusaha mengimbangi langkah Risya yang terburu-buru.

Risya mengangguk kemudian menjawab, "kak Arkan bilang, pihak rumah sakit udah ketemu pendonor jantung yang tepat buat Zara. Mereka juga udah menentukan tanggal yang tepat untuk operasi Zara."

Raka tersenyum bahagia. Ia merasa lega karena Zara sudah menemukan pendonor yang tepat untuknya. Karena mungkin jika belum juga ditemukan, ia niatnya hari ini akan menyarankan Arkan untuk memindahkan Zara ke rumah sakit lain. Di luar negeri.

"Itu sebabnya gue buru-buru. Gue pengen tepat di hari Zara operasi, gue bisa nemenin dia," tutur Risya.

Raka mengangguk.

Dari kejauhan, Raka dan Risya bisa melihat Arkan yang tengah duduk di kursi tunggu depan ruang rawat Zara.

"Kak Arkan," panggil Risya.

Arkan menoleh. Ia lalu tersenyum. "Udah sampai? Langsung masuk aja."

Risya mengangguk. "Risya masuk yah, kak."

Arkan mengangguk. Ia kemudian menoleh pada Raka. "Enggak masuk?" tanyanya.

"Raka nanti aja deh masuknya. Di sini dulu nemenin kak Arkan," ujarnya lalu duduk di samping Arkan.

Arkan terkekeh lalu menganggukkan kepalanya.

"Raka turut seneng karena Zara udah nemu pendonor jantung yang tepat," tutur Raka.

"Kakak juga. Kakak enggak tau harus gimana lagi kalau pendonor jantung Zara belum ditemukan juga," ucap Arkan.

"Sekalipun belum ketemu di rumah sakit ini, kita bisa cari di rumah sakit lain, kak. Bahkan Raka bakalan cari sampe keluar negeri. Semuanya demi Zara supaya cepet sembuh," kata Raka.

Arkan menepuk pundak Raka. "Makasih, Ka. Udah mau bantu kakak."

Raka tersenyum, "iya kak."

"Satu-satunya keinginan kakak saat ini, cuma kesembuhan Zara. Enggak ada lagi yang kakak mau sekarang selain itu. Jadi kakak benar-benar berharap operasi kali ini berjalan dengan lancar." Arkan mengutarakan hatinya.

Raka mengangguk, "kita cuma bisa berdoa aja kak. Semoga aja operasi Zara lancar."

Arkan tersenyum tipis. Ia lalu menunduk. Sejujurnya ia sangat cemas. Tangannya pun sudah berkeringat dingin.

Sederas HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang