Zara merapikan beberapa gelas yang masih berada di meja sembari mengelap mejanya. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam.
"Ra, lo pulang bareng gue ya?" Tiba-tiba Nando muncul di hadapan Zara, mengagetkannya.
"Eh, maaf gue ngagetin elo ya?" Nando merasa bersalah.
"Iya sih, sedikit. Tapi nggak papah nih gue pulang bareng elo? Apa nggak ngerepotin?" Zara bertanya dengan hati-hati.
"Ya, enggaklah. Elo kayak sama siapa aja. Sini gue bantuin. Biar cepet selesai." Nando mengambil alih nampan yang berisi gelas-gelas dari tangan Zara.
"Eh?" Zara makin merasa tak enak hati.
Nando tersenyum melihat ekspresi Zara. "Udah nggak papah. Gue aja. Biar cepet."
Zara tersenyum sambil mengiringi langkah Nando.
"Elo yang punya kafe tapi berasa kayak karyawan juga," ujar Zara.
"Gue kan awalnya ngebuka kafe gini bukan karena niat nyari duit, Ra. Cuma biar ada kerjaan aja. Malu tau kalau nganggur aja," sahut Nando.
Zara melirik Nando diam-diam. Namun ketika tiba-tiba Nando menoleh, Zara mengalihkan pandangannya dengan cepat ke arah lain.
"Ini taro di mana?" tanya Nando.
Zara terkekeh pelan, "di situ." Ia menunjuk ke atas wastafel.
"Cucinya besok aja. Udah malem."
Zara mengangguk mengiyakan. Ia lalu meraih tas selempang miliknya.
"Oke, come on!"
Zara tersenyum lagi.
"Elo mau tau nggak, Ra? Ada alasan yang lebih kuat yang bikin gue pengen banget kerja," ucap Nando sambil berjalan di samping Zara.
"Alasan apa?" Zara menoleh pada Nando. Tiba-tiba raut wajah Nando berubah.
"Salsa. Elo kenal, kan?"
Zara mencoba mengingat-ingat siapa sosok Salsa.
"Ah, iya inget. Pacar elo, kan?" Zara menjawab seingatnya.
"Lebih tepatnya mantan." Nando tersenyum tipis.
"Mantan? Loh, kapan putusnya?" Zara mengernyitkan dahinya.
"Udah lama banget."
"Kenapa putus? Padahal dulu kayaknya elo cocok banget."
Nando membuka pintu kafe. Seketika udara dingin menusuk kulitnya. Diikuti oleh Zara yang juga melangkah keluar.
"Kata siapa cocok? Milih dia jadi pacar gue adalah kesalahan besar. Pas tau masa depan gue belum pasti aja dia udah ninggalin gue. Nggak bisa diajak susah. Cewek macam apa sih dia. Giliran sekarang aja ngajak gue balikan. Kan ngeselin banget." Nando melanjutkan obrolan. Dari raut wajahnya ia nampak agak kesal.
Zara merasa agak canggung. Ia bingung harus merespon seperti apa. Untung saja mereka sudah tiba di mobil Nando. Lelaki itu langsung membukakan pintu untuk Zara. Disusul dirinya yang masuk melewati pintu yang satunya lagi. Keduanya segera menuju rumah Zara.
"Ra, elo ... kesel sama Agung?" Nando bertanya dengan hati-hati.
Zara menoleh pada Nando. Ia kemudian menoleh ke jalanan di depan sana sambil tersenyum tipis.
"Gue sama sekali nggak berniat benci ataupun kesel sama Agung. Gue ngerti kok kalau ucapan kak Arkan itu yang bikin Agung kayak gini ke gue."
Nando menyimak dengan seksama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sederas Hujan
Teen FictionSederas Hujan, terlalu banyak aku terjatuh. Namun aku tak setegar hujan yang memberikan kehidupan meski jatuh berkali-kali. Bisakah aku bangkit? Bahkan bernafas pun sulit. Sungguh takdir membuat mereka keliru dengan skenario-Nya. Bahkan untuk yang...