🦋͓ꦿ݉ᐧChapter 25๑᩿᩿ᨗ࿐

1.7K 230 5
                                    

Yeji sudah pulang ke rumahnya, namun kembarannya masih belum terlihat batang hidungnya. Satu rumah pun kalang kabut. Mereka mencoba menghubungi Hyunjin berkali-kali tapi tak ada hasil sama sekali.

Sebagai kembarannya, insting Yeji sangat kuat. Tadi saat di sekolah ia merasakan sakit luar biasa pada kepalanya. Tapi Yeji hanya menganggap hal itu sebagai pusing biasa.

"Yah...aku khawatir," ucap Yeji.

Minhyun hanya mengelus pucuk rambut anak bungsunya,"ayah juga, nak."

Telepon tiba-tiba berbunyi yang diyakini berasal dari handphone Eunbi. Sang pemilik handphone langsung mengangkatnya setelah tau yang menelponnya adalah Minho.

"Iya?"

Dari seberang terdengar suara Minho yang setelahnya membuat tangan Eunbi melemah. Telepon terputus begitu saja.

"Hyunjin kecelakaan."

.

Minho sedang berada di depan UGD. Di dalam sana ada Hyunjin yang tengah melawan masa kritisnya. Berkali-kali Minho melontarkan doa kepada tuhan agar Hyunjin dapat melalui mass kritisnya.

"Detak jantungnya melemah!"

Terdengar suara dari dalam sana. Sontak kepala Minho terangkat untuk melihat bagaimana keadaan Hyunjin sekarang.

Ia dapat melihat dahi anak itu mengeluarkan darah yang sangat banyak. Sepertinya Hyunjin kekurangan darah.

"Siapkan defibrillator sekarang!"

Minho dapat melihat seperti apa dokter dan para perawat mencoba mempertahankan nyawa pasiennya. Ia bahkan tak bisa membayangkan bagaimana paniknya keluarga Hyunjin sekarang.

20 menit berlalu namun operasinya sama sekali belum selesai. Dari kejauhan terlihat Minhyun beserta dua anaknya yang lain sedang berlari tergesak-gesak menghampirinya.

Minhyun yang paling panik disini. Ia dapat melihat dari luar bagaimana anaknya tengah kesakitan di dalam sana. Air matanya menetes tak tertahan. Tak bisa membayangkan seberapa sakit yang dialami anaknya.

"Kak Minho, gimana bisa Hyunjin kecelakaan?!" tanya Yeji. Ia juga ikut menangis.

Minho terdiam lalu menceritakan semua yang ia lihat, padahal ia tak sanggup, terasa sesak saat mengingat Hyunjin yang terpental jauh dari motornya sampai dahinya berdarah.

Eunbi juga sama sedihnya, ia berlutut di samping kursi tunggu sambil memeluk kedua lututnya. Jangan lagi. Jangan. Ia tak mau kehilangan orang yang ia sayangi untuk kedua kalinya.

"Bunda...jangan ambil Hyunjin dulu." ucap Eunbi lirih.

Sementara itu, Minhyun masih terisak dalam diam. Kalau bisa biarkan ia saja yang terbaring disana, jangan anaknya. Hyunjin sudah cukup tersiksa dengan penyakit jantungnya. Jangan ditambah dengan sakit yang lain.

"Nak, bertahanlah." kata Minhyun.

Yeji terduduk lesu setelah mendengar semua penjelasan Minho. Kakinya seakan tak memiliki tenaga lagi untuk berdiri.

.

"Hyunjin, tetap disini, jangan pergi."

"Lo kuat, Jin. "

"Jadikan dirimu ada sebelum waktu membuatmu tiada."

Dokter dan para perawat masih berjuang menyelamatkan Hyunjin. Perjuangan mereka ternyata tak sia sia karena detak jantung Hyunjin sudah mula normal meski tadi sempat mendapat serangan jantung. Ini berkat doa kepada tuhan.

Setelah mendengar kabar Hyunjin, Minhyun masuk ke dalam. Sendirian saja. Ia ingin melihat langsung bagaimana keadaan jagoannya.

"Nak, sebegitu pengennya kamu mau ketemu bundamu sampai kecelakaan gini?" tanya Minhyun. Ia menggenggam tangan anaknya erat.

Wajah tenang Hyunjin yang sedang tertidur malah membuat hati Minhyun terasa sakit. Ia merasa gagal menjadi sesosok ayah.

"Maafin ayah, nak. Maafin ayah." bahu Minhyun gemetar menandakan pria itu menangis terisak-isak.

Minhyun menutup matanya perlahan.

"Ayah! Liat aku bikin surat."

"Surat untuk siapa?"

"Untuk tuhan. Aku bilang aku mau ketemu sama bunda."

Air mata Minhyun lagi-lagi mengalir saat mengingat bagaimana polosnya Hyunjin waktu dulu yang ingin sekali bertemu dengan bundanya.

Minhyun merasa sangat sesak.

'Maaf, Chaeyeon. Aku udah gagal jadi ayah buat anak kita.' batin Minhyun.


To be continued


auah

[1] Gone ーHyunjin [ON REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang