🦋͓ꦿ݉ᐧChapter 26๑᩿᩿ᨗ࿐

1.7K 226 6
                                    

Tolong tinggalkan jejak

°•°

Jika Minhyun mendapat pertanyaan,

"Kok gak nikah lagi?"

Maka ia akan menggeleng sambil tersenyum. Tentu saja, Minhyun sangat setia. Sampai sekarang ia masih mencintai istrinya. Memang setia dan bucin itu tidak jauh beda.

Sepeninggal almarhumah istrinya, Minhyun mencoba untuk menjadi dua sosok untuk ketiga anaknya, ayah dan bunda. Ia harus bisa membagi waktu untuk kerja dan keluarga.

Itu sangat melelahkan bagi Minhyun, namun canda tawa anak-anaknya mampu melepas semua letihnya. Terlebih saat si kembar sedang sibuk bermain dan kakak mereka datang untuk menggelitik perut mereka.

Tawa mereka adalah kebahagiaan Minhyun.

"Ayah, ayah, ayah." panggil Hyunjin sambil bergelantungan di kaki panjang Minhyun.

Minhyun yang sedang memasak, mematikan kompornya lalu memerhatikan anak laki-lakinya.

"Kenapa?"

Hyunjin diam.

"Hyunjin..."

Setelahnya terdengar tangisan Hyunjin.

"Kenapa sayang?" Minhyun melepas perlahan pelukan Hyunjin dari kakinya dan berjongkok untuk mensejajarkan tingginya dengan Hyunjin.

"Enjin thedih:( temen-temen enjin tadi di thekolah makan dithuapin bunda meleka, Enjin kangen bunda huwee." jelas Hyunjin terbata-bata meski pelafalannya masih belum jelas. Wajar saja, ia baru berusia 3 tahun.

Minhyun hanya bisa tersenyum. Anaknya ini sangat lucu namun kalimatnya tadi membuat hati Minhyun sedikit sedih.

"Hyunjin kan punya ayah, nanti ayah suapin."

Hyunjin memajukan bibir bawahnya lalu menangis lagi. Kali ini lebih kencang.

"Gak mau thama ayah, maunya thama bunda:( aku mau thama bunda." rengek Hyunjin.

Minhyun sudah kehabisan akal bagaimana menenangkan anaknya yang satu ini. Perasaan dia Yeji tidak seperti Hyunjin, anak perempuan itu malah terlihat sangat pendiam dibanding Hyunjin yang periang dan banyak bwachot dari kecil.

"Hyunjin gak sayang ayah?"

"Gak. Aku thayangnya thama bunda! Aku lagi ngambek thama ayah!" Hyunjin melipat kedua tangannya di depan dada. Ia juga memalingkan wajahnya dari Minhyun.

"Hyunjin, liat ayah sini." bujuk Minhyun.

"Gak."

"Hyunjin,"

"Gak mau!"

"Hwang Hyunjin."

Hyunjin akhirnya menurut. Ia mengerti kalau ayahnya sudah memanggil nama panjangnya maka saatnya untuk serius.

"Maaf, ya, ayah emang gak bisa gantiin posisi bunda di matamu."

Bibir Hyunjin mengerucut ke bawah. Untuk kesekian kalinya ia menangis lagi.

"Maaf-

Hyunjin memeluk Minhyun seketika. Tangan mungilnya mendekap leher Minhyun, kepalanya ia sembunyikan di ceruk leher ayahnya. Minhyun tentu saja terkejut atas perlakuan Hyunjin kecil.

"Ayah jangan minta maaf! Ayah gak thalah! Aku yang thalah! Aku thayang thama ayah kok! Aku becanda....ayah jangan malah thama aku..."

Minhyun mengelus rambut Hyunjin sambil menutup matanya. Merasakan betapa hangatnya pelukan dari sang anak.

Seperkian detik kemudian, Minhyun membuka matanya, mendapati Hyunjin yang sedang terbaring di bangsal dengan beberapa alat yang menempel di badannya.

"Cepat sembuh, anakku."

Krek

Pintu terbuka menampakan Eunbi dan juga Yeji. Mereka memutuskan untuk masuk karena begitu khawatir dengan keadaan Hyunjin.

Sakit rasanya saat melihat saudara sendiri sedang terbaring lemah dengan alat alat menempel di badan. Eunbi maupun Yeji sama sekali tak bisa menahan tangisnya.

Hyunjin, lelaki itu sudah cukup sakit merasakan penyakit jantungnya, dan kini tuhan malah memberikan takdir sakit yang lain.

Sebegitu berdosanya kah Hyunjin di masa lalu? Yeji masih memikirkan hal itu.

Di luar, ada Minho yang tengah memerhatikan keluarga kecil tersebut dengan tatapan pilu. Ia merasa kasihan dengan Hyunjin.

Dari sisi lain, Minho merasa bersyukur telah dianugerahi keluarga yang lengkap.

Minho mengambil handphone-nya untuk melihat kalau kalau ada pesan yang masuk.

Sialnya ada 76 panggilan tak terjawab dan 45 chat dari Sakura. Minho melupakan janjinya dengan Sakura malam ini.

Mampus.

To be continued

Eeeee mo ending.

[1] Gone ーHyunjin [ON REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang