🦋͓ꦿ݉ᐧChapter 35๑᩿᩿ᨗ࿐

2K 224 15
                                    

Happy reading

Diputar ya lagunya

Song : goodbye-day

.

Hyunjin masih terdiam di atas bangsal. Wajahnya sangat pucat. Sudah 2 hari ia tak makan, hal ini dikarenakan kesedihannya yang menjadi jadi.

Bolehkah Hyunjin marah pada takdir tuhan? Dia saja sudah tersiksa dengan penyakit jantungnya, dan sekarang ia malah terkena penyakit lain. Hidupnya sungguh lucu sampai ia ingin menangis.

Hyunjin mengambil sebuah perekam suara yang tempo hari ia beli entah untuk apa. Ternyata sekarang ia akan memakainya. Pria itu mengucapkan beberapa kalimat dan terekam langsung oleh perekam suara tersebut. Air matanya juga ikut terjatuh seiring perkataannya yang terus keluar.

"Ayah, aku mau ketemu Raehyun sekarang."

Minhyun terkejut mendengar permintaan Hyunjin,"Tapi-

"Sebelum aku pergi. Please..."

Minhyun menghela napasnya pelan. Ia langsung keluar dan meminta izin pada perawat disana untuk membawa Hyunjin keluar. Awalnya ia tak mendapat izin, namun berkali-kali pula Minhyun menjelaskan akhirnya diperbolehkan.

Dengan mobil ambulance Hyunjin diantarkan ke rumah keluarga Lee.

Sampai disana, Minhyun segera mengetuk pintu itu. Yang membukakan pintu ternyata Minho. Lelaki itu kaget melihat keberadaan Minhyun dan Hyunjin yang berada di kursi roda.

"Hyunjin mau ketemu Raehyun." ucap Minhyun.

"Raehyun di ruang musik."

Minho segera mempersilahkan kedua orang itu masuk. Namun Hyunjin menyuruhnya berhenti.

"Biar aku aja sendirian." ucap Hyunjin sambil berusaha berdiri.

Dengan langkah pelan, Hyunjin berjalan ke arah tangga untuk menghampiri gadisnya.

Hyunjin sangat merindukan Raehyun. Merindukan senyumnya, tawanya, suaranya, dan tatapannya. Meski sangat sulit untuk berjalan, Hyunjin masih berusaha.

Saat menaiki tangga pun memerlukan usaha yang banyak bagi Hyunjin. Kepalanya yang tengah merasakan sakit hanya diabaikannya.

Selesai menaiki tangga, Hyunjin mepercepat langkahnya untuk pergi ke ruang musik menemui Raehyun. Gadisnya disana dan ia harus cepat-cepat sampai.

"Rae..."

Hyunjin langsung memanggil Raehyun sambil berjalan ke arah perempuan itu. Raehyun terlihat kaget sekaligus bahagia saat mendengar suara Hyunjin.

Ia sangat merindukan suara itu.

Raehyun memang tak tau masalah Hyunjin yang akan pergi berobat ke Amerika. Ini adalah sebuah permintaan Hyunjin sebenarnya. Ia hanya tak ingin gadisnya khawatir padanya.

"Aku rindu kamu." ucap Hyunjin sambil mengelus pipi lembut Raehyun.

"Aku juga."

Memang terdengar menggelikan, tapi inilah kenyataannya. Mereka saling merindukan tanpa tau kabar satu sama lain.

Suara deru angin di malam yang kelabu ini menjadi saksi kebahagiaan mereka sekarang. Hyunjin menatap Raehyun seakan tak ada hari esok baginya. Tangisannya pecah namun tak bersuara.

"Jangan pergi lagi." kata Raehyun. Ini sukses membuat Hyunjin terdiam kaku di tempatnya.

Hyunjin mengumpulkan segala kekuatannya untuk berbicara.

"Rae, aku sakit."

Raehyun mengerecutkan alisnya bingung.

"Aku sakit ganas." air mata Hyunjin akhirnya keluar, ia terisak pelan.

"Maaf, aku baru bisa jujur." sambung Hyunjin.

Raehyun mengangkat tangannya untuk meraba badan Hyunjin dan membawanya dalam pelukan.

Pelukan itu menghantarkan segala keluh kesah Hyunjin selama ini. Lelaki itu menangis terisak tak sanggup melawan kejamnya takdir dari Tuhan. Semua perasaan Hyunjin terlalui lewat tangisan pilunya dalam sebuah pelukan hangat dari orang yang ia cintai.

"Gak boleh nangis, aku tau perasaanmu. Ingat, ada aku kok disini. Aku bakalan terus doain kamu supaya sehat lagi." kata Raehyun.

Tangisan Hyunjin berangsur-angsur mulai mereda. Seiring itu ia melepas pelukannya dari Raehyun dan meminta izin untuk memainkan piano yang ia persembahkan khusus untuk gadisnya.

Hyunjin duduk di kursi itu, jari jari panjangnya sudah berada di atas tuts piano tersebut. Dengan lihai Hyunjin memainkan piano tersebut. Melodi yang didengarkan oleh Raehyun mampu membuat perempuan itu menangis.

Di ambang pintu terlihat Seokmin dan Minhyun. Mereka melihat bagaimana anak mereka yang sama-sama tersakiti dengan adanya takdir tuhan mencoba untuk bersatu, bersama sampai ajal memisahkan mereka.

Selama bermain piano Hyunjin masih saja menahan rasa sakitnya yang semakin menjadi-jadi. Dan kini bukan hanya di kepalanya saja, tapi juga di dadanya. Hyunjin tak kuat, percayalah.

Prang

Sebuah suara yang timbul dari piano yang tutsnya tertekan semua secara bersamaan membuat semua orang disana terkejut.

Minhyun dan Seokmin mendapati Hyunjin pingsan di tempat duduknya. Mereka sama terkejutnya tapi berusaha agar tak mengeluarkan suara. Minhyun dan Seokmin langsung menghampiri Hyunjin dan menggendong lelaki itu.

Raehyun sudah kalang kabut sendiri. Apa yang terjadi? Hyunjinnya kenapa? Kenapa permainannya berhenti? Mungkin seperti itulah pertanyaan pertanyaan dalam benak Raehyun.

Minho yang baru datang juga sama terkejutnya melihat kondisi Hyunjin yang digendong oleh ayahnya dan Minhyun.

"Lanjutkan permainan piano Hyunjin," bisik Minhyun sebelum ia pergi keluar bersama Seokmin dan Hyunjin yang tengah ia gendong.

Minho langsung menurut. Ia berjalan menuju piano tersebut dan mulai memainkan melodi yang sama dengan yang dimainkan Hyunjin tadi.

Senyuman Raehyun terukir seketika. Hyunjinnya tidak apa-apa ternyata. Di sisi lain, Minho menangis melihatnya. Ia merasa berdosa karena membohongi adiknya. Sungguh, tapi ini haruslah ia lakukan.

Mata Raehyun tertutup menikmati melodi tersebut.

"Hey, Lee Raehyun. Jangan mikir kayak gitu, yakinin dirimu kalau kamu kuat. Perjalanan hidup kamu masih panjang."

"Aku, Hwang Hyunjin, dengan yakin seyakin yakinnya bahwa kamu, Lee Raehyun, bisa kuat buat menghadapi kejinya manusia."

"Senyum dong, Rae. Jangan sedih gitu, aku gak suka. Keep smile!"

Semua perkataan Hyunjin selalu Raehyun simpan dalam benaknya sebagai semangat baginya. Padahal lelaki itu justru lebih menderita daripadanya.

Raehyun marah, sangat marah pada Hyunjin karena ia baru memberitahukan segala penderitaannya. Tapi perempuan itu lebih merasa pilu. Hyunjin sang penyemangatnya lebih menderita darinya. Air mata Raehyun kembali turun membasahi pipinya. Raehyun sangat membenci hal ini. Hatinya seakan berbisik kalau ia dan Hyunjin tak dapat bersatu.

"Tuhan, persatukanlah aku dengan Hyunjin. Ku mohon," gumam Raehyun.

Minho masih berusaha memainkan pianonya meski air matanya semakin jatuh. Ia tak sanggup melihat bagaimana adiknya tersenyum karena kebohongan ini dan juga merasa pilu melihat bagaimana perjuangan manusia seperti Hyunjin. Lelaki itu sangat kuat.

"Tuhan, biarkan Hyunjin sehat." batin Minho berdoa.

Semoga tuhan mendengarkan semua jeritan hati ini. Membiarkan Hyunjin hidup seperti remaja sekarang. Menikmati masa mudanya tanpa ada rasa sakit yang menderanya.

To be continued

Mau ending hayolooooooo eheeee siap siap guys

[1] Gone ーHyunjin [ON REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang