Melepaskannya tak semudah itu. Nyatanya, aku masih mengharapkannya.
Sore ini anak-anak Gladiatre menemani Ayu. Gelak tawa, lemparan kacang, asap rokok, serta petikan gitar mengiringi terbitnya rembulan. Malam ini bulan tampak sempurna, sama seperti bibir Ayu yang tak pernah berhenti mengulas senyum. Sesekali senyuman itu terbit karena tingkah konyol sahabatnya, tetapi laki-laki diujung sanalah alasan utamanya.
"Jadi ... udah terang-terangan, nih?"
Suara bariton yang dua hari ini hilang itu menghapuskan senyumannya.
Ayu hanya bisa mengusap tengkuknya ketika Grazio berdiri tepat di sampingnya. Rasa canggung itu kembali hadir untuk kedua kalinya setelah mereka berpapasan di kantin sekolah tadi siang.
"Terang-terangan gi-gimana maksudnya?"
"Sama si anu." Grazio menaik-turunkan alisnya. Niatnya hanya sebatas candaan, tapi itu cukup membuat Ayu makin salah tingkah.
"Hng ...."
"I'll keep this secret just for two of us." Grazio menyodorkan jari kelingkingnya pada Ayu.
Awalnya, Ayu enggan melakukan itu. Namun melihat mata Grazio yang penuh kepercayaan, Ayu akhirnya mengikat kelingkingnya di kelingking Grazio.
"Pinky promise." Usai janji diucapkan, Grazio memamerkan gigi rapinya. "Makasih udah percaya sama gue."
Ayu mengangguk pelan. Bukannya ia tak percaya, tetapi rasanya aneh bila laki-laki itu masih terlihat bahagia meskipun baru saja melewati hari yang sulit. Ayu bisa menebak bila alasan Grazio tidak masuk dua hari ini adalah karena hal itu.
"Masih nggak percaya juga?" tanya Grazio ketika melihat kecanggungan Ayu.
"Gu-gue cuma merasa nggak enak. Seseorang suka dia juga .... Gue harus gimana, Zi?"
"Kok masih nanya? Ya, bersaing lah," jawab Grazio ringan dan membuat sebuah jitakan mendarat di keningnya. "Kok gue dipukul, sih, Nyai? Gue salah dimananya?"
"Mulut lo itu kalo ngomong nggak pernah difilter, ya." Ayu mendengkus keras.
Grazio kembali bersandar pada dinding. Percakapan ini begitu hangat. Salah satu yang diharapkan olehnya setelah itu. Perasaan itu kembali menjalar, segala kenangan yang pernah mereka ukir kembali terlintas di pikirannya. Dengan cepat, ia menepisnya. Ia tak mau terlarut lagi.
Grazio menghela napas. "Cinta lo rumit, Yu. Terlalu rumit malah."
"Itu salah satu alasan gue jomblo selama ini." Ayu menoleh. "Gue pikir cinta pertama gue kayak orang lain. Eh ternyata pahit banget."
"Mampus," gumam Grazio sembari terkekeh. Sialnya, Ayu melihatnya. Sebuah jitakan pun kembali mendarat di keningnya.
Setelah itu, keheningan kembali menyelimuti keduanya. Grazio masih sibuk menatap kepulan asap yang terhembus dari mulut Bryan, sementara Ayu masih sibuk memainkan jari-jarinya yang bertumpu pada meja. Perasaan bersalah perlahan meliputi gadis itu. Ia merasa bersalah karena tidak mencoba untuk membuka hatinya pada cowok yang berdiri tepat di sebelahnya ini. Padahal sudah banyak hal yang dilakukan Grazio untuknya. Menolongnya, menghiburnya, menemaninya, dan yang terakhir adalah mengobatinya. Bukan sebatas mengobati seperti tempo hari seusai mereka bertemu dengan Evil Rider, tetapi mengobati hatinya yang patah karena Aditya menyukai Viana. Kata apa yang pantas untuk dirinya yang telah menyia-nyiakan lelaki seperti Grazio? Bukankah dirinya terlalu egois? Atau jangan-jangan, cinta bertepuk sebelah tangannya ini adalah karma karena keegoisannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Get Away From You [REVISI]
Teen FictionIni cerita Ayudia Gadis Senja, gadis sosiopat akibat masa lalunya yang kelam, dengan Aditya Pratama murid pindahan asal Inggris. Keduanya dipertemukan di SMA Conquer Galaxie. Memang Aditya jatuh cinta pada gadis itu pada detik pertama, tetapi gadis...