Jennie menatap beberapa kertas di depannya dengan pandangan cukup lelah. Ia kurang tidur karena semalaman sibuk menangisi Wonwoo-nya.
Omong-omong, soal Jungkook—pria yang menyelamatkannya itu, Jennie benar-benar bersyukur padanya. Kalau saja tidak ada Jungkook, mungkin saja Jennie akan menangisi Wonwoo di jalanan seperti wanita yang baru saja diperkosa pria brengsek.
Kemarin setelah mengantarnya pulang, pria itu tak lekas pergi melainkan memberinya sedikit ketenangan untuk beberapa saat hingga nemutuskan untuk pulang setelah mendapati Jennie sedikit lebih baik. Tapi tanpa diketahuinya, Jennie kembali menangis keras begitu bayangan Wonwoo kembali membayanginya.
"Kau terlihat murung, ada apa?" tanya Lisa memandangi sahabatnya itu. "Ya! Aku baru pulang dari Thailand dan kau menyambutku dengan benar-benar buruk," ujarnya mengerucutkan bibirnya sebal.
Rose yang berada si sebelah gadis Thailand itu lantas menyenggol lengannya dengan pandangan kesal. "Kau jelas bisa langsung mengerti dia sedang ada masalah sekarang," ujar gadis itu mengetahui raut Jennie yang sudah menjadi pertanda.
"Jisoo dimana?" tanya Jennie seolah tak mempedulikan perdebatan dua sahabatnya itu.
"Bertemu Seokjin oppa, katanya mau mencari cincin," jawab Rose sambil membuka ponselnya untuk mengambil beberapa selca. Dia memang cukup narsis.
Lisa menghela nafasnya. "Aku tak menyangka dia akan secepat ini menikah. Seingatku dia pernah bilang dia dan Seokjin oppa itu berencana menikah tahun depan," gumam gadis itu dengan heran.
Jennie mengangkat bahunya. "Kita tidak tahu apa saja yang sudah terjadi di antara mereka. Lagipun, Jisoo memang sudah cukup umur untuk menikah. Usaha butiknya juga sudah sukses," ujarnya.
Lisa mengangguk menyetujui. "Kau bagaimana?" tanyanya dengan sorot mata jenaka, mencoba menggoda sahabatnya itu.
Jennie mendengus lalu tersenyum. "Aku bahkan melarikan diri dari New Zealand, meninggalkan kedua orangtuaku karna tidak ingin dipaksa menikah. Aku belum setua itu tapi mereka sangat khawatir tentang masa depanku," ujarnya.
Rose tertawa. "Ya, bukannya bagus jika menikah muda? Kau bisa jadi mama muda sosialita seperti yang sedang tren zaman sekarang," ujarnya yang diangguki Lisa. Lalu ketiganya tertawa bersama sebelum ponsel Jennie tiba-tiba berbunyi.
"Angkat sana," ujar Lisa. Kemudian Jennie pun pergi dari kedua sahabatnya itu untuk menjawab panggilan.
"Yeoboseyo?" (Halo?)
"Apa benar ini nona Jennie?" tanya si penelepon.
"Ah-ne. Nuguseyo?" (Iya. Ini siapa?) tanya Jennie.
"Saya akan mengirimkan alamat restoran tempat anda mengatur pertemuan dengan pihak kami untuk bisa menyelesaikan dengan baik. Sudah dulu, nona. Kami mengharapkan kesediaan nona untuk datang dan berdiskusi."
Jennie terdiam di tempatnya bahkan setelah sambungan telepon itu putus. Dia bahkan tidak tahu siapa si penelepon, namun sudah diputuskan begitu saja. "Dasar tidak sopan," ujarnya dengan sedikit kesal.
Jennie kembali ke tempat kedua sahabatnya menunggu. "Nugu?" (Siapa?) tanya Rose.
Jennie mengangkat bahunya. "Tidak tahu, aku tanya malah direspon dengan hal yang bukan jawaban dari pertanyaanku," ujarnya. Tiba-tiba ponselnya kembali bergetar, kali ini tanda ada pesan masuk.
Jennie membaca pesan itu, isinya adalah lokasi yang pria tadi itu katakan di telepon. Kemudian Jennie melirik jam dinding di ruangannya itu, pukul 10.32.
"Kurasa aku akan menutup klinik, aku perlu bertemu seseorang," ujarnya.
"Yang meneleponmu tadi?" tanya Rose tepat sasaran. Jennie lantas mengangguk sebagai jawaban.
"Kalau begitu kami pergi juga. Rose? Apa kau akan kembali ke salonmu?" Lisa bertanya sambil bangkit berdiri.
Rose mengangguk. "Aku perlu memeriksa beberapa karyawanku. Kau sendiri akan kemana?"
"Aku ingin pulang dan beristirahat. Sore nanti aku akan mencari tiket lagi untuk Hawaii. Apa kalian mau ikut?" tanyanya.
Jennie dan Rose kompak menggeleng, mereka punya kesibukan sendiri sebagai dokter dan pemilik salon terkenal. Mereka tidak punya waktu banyak layaknya seorang travel vlogger seperti Lisa.
"Baiklah, jadi apa kita akan keluar bersama atau pergi sendiri-sendiri?" tanya Jennie.
"Pergi sendiri-sendiri tentunya. Apa kau lupa kita ke sini membawa mobil masing-masing?" ujar Rose yang membuat ketiganya lantas tertawa.
--
Jennie sesaat hanya memandang restoran di depannya dengan ragu. Kemudian dia memilih untuk menghubungi nomor yang mengirimnya alamat restoran tadi.
"Yeoboseyo? Aku sudah di sini. Apa kau masih lama?" tanyanya.
"Ey-bicaramu tidak sopan sekali nona," ujar seseorang di seberang sana membuat Jennie mengernyit heran.
'Kenapa suaranya berubah?' batin Jennie heran.
"Masuklah, aku sudah di dalam."
Sambungan telepon masih terhubung kala Jennie perlahan masuk ke dalam restoran itu. Ia masih menerka-nerka siapa sebenarnya orang di balik nomor asing itu.
Mata Jennie perlahan menyusuri setiap sudut ruangan hingga menemukan presensi seseorang yang tampak tengah memegang ponsel di telinganya. Tungkai Jennie pun perlahan berjalan mendekat ke orang itu.
"Permisi apa anda punya janji bertemu dengan-KAU?!" Jennie melotot kaget mendapati orang tersebut ternyata Kim Taehyung.
"Hei perempuan galak! Sedang apa kau di sini?" tanya Taehyung juga tampak kaget.
Tiba-tiba keduanya terdiam menyadari bahwa sambungan telepon mereka saling terhubung.
"Apa aku benar-benar memiliki janji temu denganmu?" gumam Taehyung. Kemudian pria itu memutuskan sambungan teleponnya dan menatap Jennie angkuh. "Duduklah!" perintah Taehyung dengan tenang.
Jennie mendengus kasar lalu mendudukkan dirinya seraya menatap jengkel ke arah Taehyung. "Kenapa kau yang di sini? Aku meminta agar aku bertemu dengan setidaknya karyawanmu."
Taehyung tersenyum miring. "Tadinya seperti itu. Tapi entah mengapa tiba-tiba aku ingin turun tangan langsung. Apa mungkin itu artinya kita berjodoh?" tanyanya.
Jennie memutar bola matanya jengah. "Berhenti bersikap menjijikan," ujarnya kelewat kesal.
Taehyung terkekeh pelan. "Galak sekali," ujarnya dengan senyum miringnya. "Jadi kau yang mengajukan permohonan untuk tidak mengambil bangunan itu?" tanyanya.
Jennie menghela nafasnya. "Bangunan itu satu-satunya harapanku untuk mencari makanku sendiri. Jika kau mengambilnya, akan sangat sulit bagiku untuk menemukan tempat baru yang bisa menarik pasien. Tempat itu sudah cukup dikenal banyak orang," ujarnya dengan pelan membuat Taehyung memandangnya cukup lama.
"Belum lagi aku harus memenuhi keperluan klinik yang masih kurang, bagaimana bisa aku menyisihkan uang lagi untuk mencari tempat baru?" ujar Jennie lagi mengutarakan kekhawatirannya mengenai bangunannya itu.
Kini Jennie tampak memandang Taehyung dengan tenang tanpa amarah apapun. "Maaf soal aku mengatakan aku membencimu. Aku benar-benar kesal hari itu hingga rasanya ingin mencekikmu—bahkan sekarang juga masih—tapi aku benar-benar akan mempermalukan diriku dengan memohon padamu untuk tidak mengambil bangunan itu dariku," ujar Jennie putus asa.
"Apa kau bersedia melakukan apapun agar bangunan itu tetap milikmu?" tanya Taehyung akhirnya bersuara.
Jennie memandangnya sesaat sebelum mengangguk dengan sedikit ragu.
"Kalau begitu, mau tidur denganku? Serius, aku benar-benar menginginkanmu sekarang."
--tbc
Tetet luarbiyasahh
Klik bintang di sebelah kiri jangan lupa!💓↙️
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Untold | Complete (✔)
أدب الهواة[Trailer Tersedia | Baku] -TaeJenKook- Dalam semilir suasana yang menghangat, tidak ada seorang pun di antara mereka yang tahu bahwa isi hati Taehyung dan Jungkook sebenarnya sama. Mereka sama-sama menyukai wanita yang berada di hadapan mereka itu. ...