10. Disa kenapa?

225 13 1
                                    

"Jadi ini yang Namanya Dilla?"

Dilla tersenyum ramah kemudian menggangguk sebagai jawaban dari pertanyaan sosok wanita paruh baya yang kini duduk berseberangan dengannya dimeja makan.

Dilla mengamati satu persatu orang yang memenuhi meja makan. Ada seorang pria paruh baya yang Dilla tebak adalah suami dari wanita paruh baya yang Dipanggil Uma oleh Disa.

Ada juga seorang gadis kecil yang menggemaskan dengan tingkahnya yang agak ke korea-korean an. Dan sesosok pria seumuran Disa yang kini tengah bertengkar kecil dengan Disa.

"Hallo Eounni, kenalin aku Tasya" Gadis kecil itu melambai-lambai membuat Dilla tersenyum.

"Saya Zia, kamu bisa panggil saya Uma kayak yang lain"

"Baiklah Uma"

"Aku Rama kak. Sekelas sama Disa, kita temen sebangku juga lho" Rama mengedipkan sebelah matanya.

Dilla mengerutkan keningnya. Disa punya teman sebangku? Setau Dilla sejak kejadian Rena, Disa tak pernah mau punya teman sebangku.

"Saya Zidan, ayah Tasya dan Rama. Ya Dilla bisa panggil saya apa saja. Om, Ayah, Papi, Atau Babe juga Boleh. Jangan sungkan kita semua bukan kanibal kok"

Dilla terkekeh geli mendengar candaan Zidan. Memang tidak lucu tapi harus dihargai.

"wah daebak." Pria yang Dilla kenali sebagai Rama itu mengacungkan kedua jempolnya. Kemudian bertepuk tangan heboh.

"Baru kakak loh yang ngetawain lelucuannya Ayah yang garing itu" Ia kemudian tertawa-tawa aneh, membuat Dilla diam dan tak bisa berkata apa-apa. Keluarga yang Aneh, batinnya.

Zidan memukul kepala Rama dengan sendok. Membuat Rama mengaduh pelan. Disa kini mentertawai Rama dengan tawa khasnya, mengejek.

"Apa lo? Iya gue tau gue selucu itu"

"Apaan deh, gue tuh gak ngetawain lo tapi ngebayangin tom and jerry kalo dipukul kepalanya benjol gede benget, Hahahhahah"

"Random banget sih"

"Bodo"

Sepanjang sesi makan malam, Rama dan Disa terus saja berdebat kecil, entah apa saja mereka debatkan. Dari berebut wadah nasi sampai kotak tisyu. Sesekali Tasya ikut nimbrung menambah ramai suasana. Bahkan perdebatan mereka sudah layaknya mereka lagi berada dimeja sidang bukan meja makan.

"Disa udah dong debatnya. Itu dimakan"

Jengah juga Dilla melihat Disa yang sejak tadi terus berdebat, bahkan nasi didepan Disa terlihat tak tersentuh sama sekali.

Dilla dapat merasakan perubahan sikap Disa yang ekstrim ini. Disa itu dulu tak suka buang-buang waktu hanya untuk bercanda ataupun berdebat. Tapi sekarang? Disa menjadi mahluk yang berbeda.

Hanya dalam waktu tiga bulan, Disa berubah menjadi mahluk yang tidak dikenali oleh Dilla.

"Disa, Rama. Udah dong debatnya. Ayo makan" Titah Zia yang tak dapat dibantah lagi. Disa dan Rama menghentikan aksi saling tatap tidak suka.

"Kalian itu udah kayak tom and jerry aja. Gak pernah akur" Celetuk Zidan.

"Disa tuh kayak tikus"

"Enak aja. Elo tuh tikusnya"

"Paan sih. Elo tikus"

Dan akhirnya debat dimulai lagi. Zia menatap Zidan melotot, sebab celetukkannya membuat dua manusia yang tadinya diam kini mulai meracau lagi. Bahkan Tasya pun kini menutup kupingnya yang terasa panas.

Sepulang dari rumah keluarga Radita, Dilla menarik Disa ke kamarnya. Mencoba mencari tau apa yang salah dengan adiknya yang sekarang.

"Dis kamu gak apa-apa?"

Nextdoor Enemy [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang