34
Disa memperhatikan Dilla dan Rama yang kini terlihat mengobrol serius berdua di ruang tamu. Tatapan gadis itu lebih seperti kosong. Ia menatap dalam sosok Rama, takut itu hanyalah halusinasinya saja. Walau Renia selalu meyakinkan nya bahwa Rama itu nyata dan memberikan arahan pada Disa agar ia bisa membedakan mana yang mimpi dan mana yang nyata, tapi tetap saja Disa masih merasa sukar untuk mengerti semuanya.
Disa terus memperhatikan keduanya hingga Dilla mendapati dirinya menguping juga mengamati Rama. Disa agak kaget namun masih dengan wajah datarnya dia meninggalkan ruang tamu menuju kamarnya.
Melihat itu Dilla hanya geleng-geleng kepala, sedang Rama terkekeh geli melihat itu. Disa masih selucu itu menurutnya.
"Jadi kak, apa yang pengen kakak ceritain ke Gue" Kata Rama akhirnya, kembali mencoba serius dengan pembicaraannya denga Dilla.
"Jadi Renia ngasih tau kakak, Disa sedang mengalami gejala Post Traumatic stress disorder"
Rama melongo tak mengerti apa yang Dilla katakan. "Hah apa kak? Post apa?"
Melihat reaksi Rama yang bingung membuat Dilla terkekeh. Rama tuh ya diajakin serius bagaimapun tetap saja kek ngelawak.
"Kamu bisa googling nanti Ram, jadi tadi Renia cerita ke kakak kalo Disa bilang, Kamu itu cuma halusinasi aja"
"Hah?" Rama melongo, bagaimana mungkin dia halusinasi, ya walaupun Rama tampan kayak artis korea tapi dia bener-bener nyata kok.
"Gue nyata kak" Ucap Rama lirih, Dilla kembali terkekeh. Bagaimana mau bicara serius kalo Rama dikit-dikit ngelawak gini. Atau Rama emang sebodoh itu untuk mengerti ucapan Dilla? Hemm entahlah Cuma Tuhan dan Rama yang tau.
"Iya Rama kakak tau kamu nyata," Ujar Dilla masih dengan kekehan kecil. Rama cemberut karna ditertawakan oleh Dilla. Padahal dia serius meyakinkan Dilla kalu dirinya itu nyata.
"Ya terus maksudnya gimana sih kak? Rama nggak ngerti"
Dilla menghentikan kekehannya, kemudian kembali mencoba serius. "Renia sih bilang mungkin saja, ini kemungkinan saja ya predeksi Renia kalo sebenernya kamu adalah penyebab masalah mental Disa"
Rama kaget, Dia penyebabnya? kenapa? kok bisa?. Rama menundukkan kepalanya kini mulai merasa bersalah. Dia dan Disa memang sering sekali bertengkar bahkan Rama tau, Disa sering menangis karena ulahnya tapi sungguh Rama tidak menyangka Disa bisa seperti ini karena dirinya.
"Disa sudah menaruh harap sama kamu, dan percaya, dia butuh kamu Rama. Tapi disaat keadaan tertekan dan mentalnya yang lagi down, disaat-saat itulah yang dia butuhin itu kamu tapi kamu sedang tidak ada dan mungkin puncaknya saat penculikan itu"
"Disa mengalami kekerasan parah, itu yang membuat dia mungkin trauma"
Rama terdiam memaki kebodohannya dalam hati. Mengapa semua jadi serumit ini?. Jadi, memang dialah alasan Disa menjadi begini. Rama mengacak rambutnya frustasi membuat Dilla menunduk prihatin.
"Maafin Kakak Ram, mungkin penyampaian kakak yang awam ini bikin kamu terganggu. Tapi seperti itulah yang kakak pahami dari penjelasan Renia tadi"
Rama menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. "Nggak papa Kak, Rama tau ini salah Rama. Apa yang bisa Rama lakuin buat Disa?"
"Jadi, rencananya Kakak bakal bawa Disa berobat ke luar kota tapi setelah dia lulus SMA. Kakak nggak mau dia pindah-pindah sekolah karna kakak tau dia udah temuin banyak temen di sini. Kamu mau kan bantuin kakak jaga Disa"
"Tapi Renia juga bilang kalo dalam satu tahun kedepan nantu kondisi Disa membaik, dia tidak perlu melakukan pengobatan diluar lagi. Jadi, sekali lagi kakak mohon bantu kakak ya Ram"
Rama berdiri kemudian hormat. "Siap 86"
-------------
Semenjak hari dimana Rama dan Dilla bicara 'serius' Rama benar-benar tidak pernah meninggalkan Disa sendirian di sekolah, bahkan terus mengikuti Disa sampai kadang menunggu dipintu depan toilet wanita ketika Disa ada keperluan di sana.Seperti sekarang ini, Rama mengikuti Disa yang kini menuju kantin bersama Husna. Disa tentu saja merasa risih. Apalagi Arka, Aris. dan juga Juno yang akhir-akhir ini ikutan posesif seperti Rama.
"Lo ber empat bisa nggak sih nggak ngikutin kita" Ucap Disa kesal. Husna meringkuk takut memeluk lengan Disa.
"Gue harus ada disamping lo terus Dis, amanah dari Kak Dilla" Ucap Rama tak kalah keras sambil berkacak pinggang sangar.
"Gue nggak mau lo kenapa-kenapa lagi Dis" Ucap Arka lembut disambut anggukan persetujuan dari Aris dan Juno.
"Gue nggak papa" Ucap Disa kini melemah. Ia merasa tidak enak dengan teman-temannya ini. Bagaimapun dia sudah sangat sering merepotkan mereka semua.
"Ada Husna pun udah Cukup" Ucap Disa lagi. Husna menyunggingkan senyumnya merasa lebih berarti, dia mempererat pelukannya pada lengan Disa.
"Lo berdua cewek, tugas kita buat jagain lo berdua" Ucap Juno bijaksana membuat Husna memasang wajah mual. Tumben sekali cowok itu berkata demikian.
"Kita bisa jaga diri kok" Ucap Husna kini membela Disa, bagaimana pun mereka risih harus di ikuti keempat cowok itu, yang juga kadang bergantian mengikuti mereka jika yang lain sedang ada kesibukan mendadak.
"Udahlah jadi makan nggak sih, ayo kekantin gue laper" Aris menyeruak diantara Husna dan Disa sembari merangkul dua gadis itu yang mau tak mau terseret mengikuti langkah besar Aris.
"Siala lo lepasin nggak tangan busuk lo itu Dari Husna" Juno maju Menarik Husna menjauh dari Aris. Melihat pertengkaran Itu Arka dan Rama tertawa. Disa juga tersenyum kecil masih dirangkulan Aris.
Namun kemudian Disa agak tersentak ketika Rama menariknya dari Aris. Aris pun agak sedikit tersentak.
"Ngapain lo main rangkul-rangkul anak orang" Ucap Rama dengan nada jenaka.
Mendengar itu Aris hanya mencibir kemudian mereka semua melanjutkan jalan menuju kantin. Namun Tangan Rama tak sama sekali terlepas dari Disa membuat gadis itu makin terdiam.
Disa mengangkat wajahnya menatap Rama. Dia benar-benar nyata. Tanpa sadar senyum kini tersungging di bibir gadis itu. Hatinya menghangat, sunggung ia merasa bahagia sekarang.
Merasa ditatap Rama membalas tatapan Disa. Melihat tatapannya yang dibalas membuat Disa salah tingkah apalagi dia kepergok sedang tersenyum.
"Pandangin aja Dis, nyata kok" Ucap Rama semakin membuat Disa menunduk malu namun tak bisa menyembunyikan senyumnya.
Mereka kini sampai dikantin yang sangat ramai tentu saja. Fia melambaikan tangan ceria mengajak mereka duduk dibangku yang Telah Fia dan Zen duduki.
"Kak Disaaa" Fia Memeluk Disa erat kemudian tersadar pada tangan yang kini sedang bertaut dengan tangan Rama.
"Apaan nih gandeng-gandeng?" Ucap Fia membuat semua temannya memperhatikan Rama dan Disa lebih tepatnya tangan mereka.
"Biasa Fi, kalo nggak digandeng ntar dia ngamuk" Ucap Rama sembarang. Disa tak terima kemudian menginjak kaki Rama kasar kemudian menghentakkan tangannya menjauh dari cowok itu kemudian duduk berbangung disamping Husna.
Melihat itu Fia terkikik geli kemudian memeletkan lidahnya pada Rama, mengejek cowok itu.
Rama memasang wajah tertindas kemudian menyeruak duduk Diantara Husna dan Disa membuat kedua nya protes dan kompak memukuli tubuh cowok itu.
Mereka semua kemudian tertawa. Sedang dari jauh seseorang memperhatikan mereka dengan wajah datar. Kemudian berjalan meninggalkan kantin dengan tangan yang terkepal.
-------------
Hay hay guysss🤧 Maafin aku yang up sangat amat terlampau lama tersebab banyak kendala. Jadi, sekarang mumpung Free aku up ya maaf karna cuma sedikit doang ini juga dibatas ambang kemumetan. Ehehee makasih ya yang udah mau baca aku syang kaliaaaan😍😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Nextdoor Enemy [Completed]
Teen Fiction"Tutup mata lo Ram" Rama mengerutkan alisnya tak paham. "Katanya lo gak mau liat gue nangis. Gue jelek" "Lo emang selalu jelek Disa" ------------- "Punya tetangga nyebelin kayak Rama itu butuh kesabaran ekstra. Apalagi kalo harus ngadepin alaynya...