Pemakaman eyang telah selesai, semua telah kembali ke rumah masing masing untuk beristirahat sebelum kembali lagi kesini untuk tahlilan. Widia yang saat pemakaman eyangnya berduka berubah bahagia, bukan sekedar ikhlas merelakan kepergian neneknya, tapi lebih dari itu, terlihat dari sorot matanya yang memancarkan binar kebahagiaan.
" Wid " panggil Hilda
" iya Luh " jawab Widia dengan senyumnya
" udah ikhlas kan atas kepergian eyang? " tanya Hilda pelan
" Alhamdulillah Luh, aku mulai bisa nerima semuanya. Tapi ada hal yang membuat aku bahagia " ucap Widia
" apa? " tanya Hilda
" emm.. enggak ah, malu aku " elak Widia malu malu
" idiihh... sok sok'an malu, biasanya juga malu maluin " ledek Hilda
" kamu mah Luh.. " cibir Widia
" becanda zheyenk " Hilda mencubit pipi Widia yang tertutup niqob itu
" Galuh.. " rengek Widia
Tengah asik mereka bercanda dalam kamar, ada ketukan pintu dengan iringan salam.
Tok..tok..
" Assalamualaikum mba " ucap seseorang membuka pelan pintu kamar
" Waalaikumsalam " jawab Hilda dan Widia
" kenapa Wi? " tanya Widia
" emm.. anu mba..
" Wid, Uwi, aku keluar dulu ya.. " pamit Hilda beranjak dari duduknya, karena ia tau ini mungkin privasi mereka
" sini aja Luh " cegat Widia menarik tangan Hilda dan menyuruhnya duduk kembali
" ada apa Wi? " tanya Widia
" Uwi mau nyampein amanah eyang sama Mba, sekalian nyeritain keadaan eyang selama beberapa bulan ini " jawab Uwi
" apa yang terjadi sama eyang selama ini Wi? " tanya Widia
" eyang mengidap penyakit paru paru, dan keadaannya semakin parah setelah mba kuliah di Jakarta. Uwi udah coba bujuk eyang supaya mau di rawat di rumah sakit, tapi eyang keukeh gamau dan selalu bilang 'eyang gamau ngerepotin siapapun, apalagi sampai Widia tau dan dia khawatir'. Kondisi eyang kemarin lusa udah drop banget, eyang tiba tiba sesak nafas dan mau gamau eyang di bawa ke rumah sakit. Uwi pengen hubungin mba, tapi eyang bilang jangan karena waktu itu kondisi eyang udah normal kembali. Tapi malam itu.. kondisi eyang kembali drop dan eyang pulang setelah mengucap syahadat mba.. " tutur Uwi gemetar
Seketika tangis Widia dan Uwi pecah, tidak dengan Hilda, ia hanya menangis dalam diam namun air matanya dapat lolos keluar dari pelupuk matanya. Di peluknya Widia dan Uwi, mencoba menyalurkan kekuatan untuk menerima semuanya.
" ikhlasin semuanya " ucap Hilda lembut
" aku nyesel gaada di samping eyang di saat terakhirnya " lirih Widia
" udah Wid.. eyang udah tenang, pasti sekarang eyang lagi ketemu sama orang tua kamu di surga " Hilda melepas pelan pelukannya dan menatap Widia teduh
" hapus air mata mu, Widia yang aku kenal adalah orang yang tegar " Widia menghapus air matanya dan mengukir sedikit senyum
Uwi berjalan menuju lemari kayu berwarna coklat pekat yang masih kokoh, mengambil sesuatu di dalamnya, seperti sebuah koper zaman dulu. Mengusapnya sedikit dan kembali duduk di hadapan Widia dan Hilda.
" apa itu Wi? " tanya Widia
" ini barang kenangan eyang. Ada kumpulan album foto mba sama eyang, ini jaket yang eyang rajut sendiri, eyang bilang mau ngasih ini sebagai kado ulang tahun mba Widia bulan depan. Ini juga ada kalung, kalung ini peninggalan ibu nya mba Wid, seharusnya kalung ini eyang kasih waktu mba ulang tahun yang ke 17, cuma eyang lupa, jadi tahun ini kalau mba Wid ulang tahun hadiahnya dua kata eyang " Uwi menceritakan kembali kenangan terakhirnya dengan eyang
KAMU SEDANG MEMBACA
Ya Habibal Qolbi 2
De TodoYang udah baca full Ya Habibal Qolbi 1, ini lanjutan ceritanya. Masih gak bisa nge deskripsiin gimana ceritanya. Baca aja lah langsung Voment nya jangan lupa Follow euy Ig @tumispete_ dan @kijingbekentaky Salammanis AnakKalsel BorneoSquad IjoTomat H...