Widia

990 58 9
                                    

¤¤¤¤
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
¤¤¤¤

Hari hari awal terjun ke kehidupan kota metropolitan cukup melelahkan. Setelah masa orientasi yg bikin capek badan dan fikiran itu kelar, kehidupan perkuliahan sebagai anak kampus pun di mulai.

Jadwal kuliah mulai padat mendekati midsemester, di tambah lagi aku yang mengambil kuliah cepat 3 tahun harus di sibukkan dengan tugas tugas dan apapun. Aku juga kerja di salah satu restoran, beruntung mereka tak mempermasalahkan niqob ku karena aku kerja di bagian dapur, Chef. Aku kerja juga bukan karena gak dapat uang bulanan dari Abi, tapi sebagai sampingan sekalian belajar tentang manajemen, aku semangat tentang cita cita ku menjadi seorang business woman. Oke lupakan. Note : jangan ngomong ngomong sama orang tua Hilda kalau Hilda kerja.

" Galuh! " teriak seseorang sambil menghempas buku tebal di meja

Hilda yang tengah asik dengan tugas nya kaget bukan kepalang, pasalnya buku itu menghancurkan konsentrasinya untuk mengerjakan tugas.

" Kamu di cariin taunya disini " kesal nya sambil duduk di depan Hilda

Hilda hanya diam memandang wanita di depannya yang tengah asik ngedumel sendiri.

" Widia! " teriak penjaga perpustakaan yang sudah hafal dengan kelakuan Widia kalau di perpus pasti teriak teriak

" Maaf Cong " teriak Widia tak kalah nyaring

" Kamu tuh kebiasaan ya! Kalo di panggil gak pernah nyahut, hobi banget ngerjain tugas sambil dengerin musik " gerutunya saat melepas paksa earphone dari telinga Hilda

" kamu tau aku kan Wid, aku tuh gak bisa kalo ngerjain tugas gak dengerin musik " ucap Hilda sambil terus mengerjakan tugas dan memasang earphone nya kembali

Widia, Anisa Widianti. Wanita asal probolinggo yang merantau ke Jakarta untuk menuntut ilmu, mereka bertemu saat orientasi beberapa bulan lalu. Dia seperti cerminan Hilda, dia satu jurusan dengan Hilda, dia juga mengambil kuliah cepat, dia wanita bercadar, mereka bekerja di restoran yang sama dan sebagai Chef juga. Dia sering teriak saat memanggil Hilda, karena dia tau dimanapun Hilda berada pasti dengan sumbatan earphone di telinganya.

Kisah hidupnya bisa di bilang memilukan, orang tuanya meninggal saat usianya masih kecil, ia di rawat oleh neneknya sejak saat itu. Ia pernah bercerita kalau ia sangat sedih berpisah dengan neneknya, tapi neneknya selalu menyemangatinya dengan ucapan " nenek tak apa disini, kejarlah dulu cita citamu, nenek hanya bisa mendoakanmu ". " Ndak usah khawatir, nenek biar Uwi yang jaga, mba fokus kejar cita cita mba " ucapan tetangga nya yang membuat ia sedikit tenang meninggalkan neneknya.

" udah sampai bab berapa? " tanya Widia sambil mempersiapkan tugasnya

" bab 3, kenapa? " jawab Hilda tanpa melihat lawan bicaranya

" aaa.... aku bab 2 juga belum selesai, tungguin ngapa " rengeknya

" makanya kalau jam kosong ngebut tugas, bukannya nonton drakor " jawab Hilda asal

" hehe... udah ah kita fokus ngerjain tugas aja, biar cepet selesai " ucap Widia yang kembali fokus dengan tugasnya

Kebiasaan mereka kalau jam kosong mendem di perpustakaan buat ngerjain tugas. Sebenarnya hanya Hilda sih, Widia kadang masih tergiur dengan jamkos yang di isi dengan drakor, tapi prinsip mereka lulus tepat waktu, itu yang membuat mereka serius mengambil kuliah cepat.

Saat tengah asik fokus dengan tugas masing masing, suara ponsel berbunyi memecah keheningan di antara mereka.

" Wid, hp mu bunyi tuh " ucap Hilda

Ya Habibal Qolbi 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang