Lee Jihoon - [My World]

3.2K 355 46
                                    

Lama gak hadir di lapak ini. Aku rindu dan datang bersama Woozi :')


Happy reading!^^



~°~°~



Isakanku memenuhi seisi kamar. Aku menyandarkan tubuhku pada dinding. Membiarkan diriku larut dalam rasa sakit dan meluapkannya melalui air mata.

Perlahan tubuhku merosot. Kakiku yang lemas membiarkanku meringkuk seperti gadis lemah.

"Aku tidak tahan lagi."

Aku memang lemah ....

Sebisa mungkin kutahan isakan. Aku mencoba meraih ponsel di dalam tas selempangku. Kuusap mataku berkali-kali untuk menghilangkan air mata yang menghalangi pandanganku.

Begitu menemukan kontak yang kucari aku langsung memegang ponsel dengan kedua tangan. Segera jemariku menari-nari di atas keypad.




Jihoonie

Aku tidak tahan lagi dengan perilakumu. Hentikan saja sampai di sini, aku akan pergi.




Usai menuliskan pesan aku kembali menyembunyikan wajahku di atas lutut. Berusaha lebih menenangkan diri.

"Kau akan lega setelah ini. Percayalah ini keputusan yang tepat," ucapku menenangkan diri.



Ting!


Dengan lemas aku meraih ponsel yang sempat kuletakkan di samping kakiku. Begitu melihat isi pesan yang kudapatkan aku benar-benar merasa jatuh.




Jihoonie

Aku takkan menahanmu.




Tapi, meski merasa lega ... kenapa rasanya sesakit ini?

"Lihatlah, dia bahkan membiarkanmu pergi. Apa yang kau harapkan darinya?!"

Aku hampir saja menjerit. Hatiku benar-benar sakit mendapati hubungan yang kupertahankan lebih dari lima tahun kandas begitu saja. Aku hancur berkeping-keping. Kulampiaskan seluruh rasa sakit yang kurasa selama lima tahun ini dengan menangis seperti orang gila.

Aku melakukan segala hal bersamanya. Aku menghabiskan waktu paling banyak bersamanya meski ia seringkali hanya diam di sampingku tanpa melakukan apa pun.

Apa yang akan kulakukan tanpanya?

Mendadak kepalaku dipenuhi oleh penyesalan. Aku tidak tahu kenapa aku mengambil keputusan dengan cepat. Dia adalah kakiku selama lebih dari lima tahun. Bagaimana mungkin aku berjalan sekarang?


Tapi ... setelah lebih tenang aku kembali berpikir.

Aku takkan pernah menyesali ini. Aku akan mencari kaki lain untuk terus melangkah. Aku takkan lagi menggantungkan hidupku pada manusia sedingin dirinya.


Percuma ... ia tak mencintaiku.


Ia hanya berbelas kasih.



Dan aku terlalu mengharapkannya.


.
.
.


"Kau baik-baik saja?"

Aku membuka halaman selanjutnya dari buku di depanku. "Ani."

"Gwaenchanha ... patah hati itu wajar. Yang tidak wajar membiarkan hatimu terus disakiti oleh orang yang sama." Aku mengalihkan tatapan ketika tanganku digenggam. "Aku yakin ini yang terbaik untukmu. Semangat!"

Imagine with SeventeenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang