Kim Mingyu - [13rd Day]

2.7K 357 24
                                    

Aku gak tau kenapa tiba-tiba ingin menulis ini :')


Happy reading!^^



~°~°~



Detik jam dinding terus bergerak. Aroma garam yang kuat sudah tak lagi sedap dihirup. Bunga dalam buket telah layu. Mahkotanya gugur satu per satu di samping kelopak lain yang telah kering sebagai tanda bahwa ia lebih lama gugur.

Kim Mingyu. Pria tampan yang duduk di atas batu besar itu meremas kepala dengan kuat. Rasa putus asa mulai hinggap di kepalanya. Setiap satu kelopak jatuh, setetes air mata ikut turun.

Pemuda itu menengadah. Matanya bertemu dengan bintang-bintang yang mulai tertutupi awan gelap. Begitu rintik hujan mendarat di bahunya ia merasa pertahanan yang dibangunnya dengan kuat runtuh.

Bukan karena ia melankolis dan tersentuh oleh tangisan langit. Tapi karena jam sudah menunjukkan tengah malam. Dan ia sadar bahwa cintanya lagi-lagi takkan datang.

Mingyu bangkit dari tempat duduknya. Ia menendang buket itu ke arah sepuluh tumpukan lainnya. Buket berisi mawar putih yang dibawanya setiap hari ke tempat itu. Berharap janji sang pujaan hati terpenuhi. Namun sayang ... di hari kesebelas sejak janji temu itu terucap dari bibir manis wanitanya, ia tak kunjung menampakkan batang hidung.

Mingyu hancur; merasa dikhianati dan ditinggalkan. Namun ia tak bisa berpaling karena komitmen yang dibangunnya dengan wanita cantik itu belum selesai. Tak ada kata perpisahan .... Yang artinya mereka masih terikat.

Sama seperti sepuluh hari sebelumnya, Mingyu meninggalkan tempat favoritnya dengan sang pujaan hati begitu hari berganti. Kali ini dengan tubuh basah kuyup. Dan wajah dipenuhi air mata yang samar.


***


Sama seperti sebelas hari sebelumnya, Mingyu kembali ke tempat itu. Buket bunga yang baru dibawanya. Aroma garam dari laut yang dekat membuat Mingyu tersenyum. Ia merindu pada sosok yang menyukai deburan ombak di tempat itu. Dan dengan keoptimisan yang telah terisi ulang Mingyu percaya bahwa hari ini ia akan menemukan wanitanya.

Mingyu kembali duduk di atas batu. Matanya meneliti sekitar. Mencoba menikmati senja pembawa ketenangan.

Langit biru mulai berubah warna menjadi gelap. Oranye menjadi gradasi penengah antara gelap dan terang. Hangatnya membuat Mingyu merasa betah.

Sebentar lagi, ucap Mingyu dalam benaknya. Ia berusaha menguatkan diri untuk bertahan di tempat itu hingga sang pujaan tiba sesuai janji.

Kini langit sepenuhnya gelap. Mingyu kembali gelisah akan ketidakhadiran cintanya. Tenggelamnya matahari sebagai janji pertemuan mereka telah lewat. Sama seperti hari-hari yang lalu, wanita itu masih tak muncul.

Kamu di mana, (y/n)? batinnya mulai menjerit. Namun dengan sabar pria itu menanti. Kata menyerah belum sampai hati menyentuh batin dan pikirannya. Apa pun yang terjadi ia telah bertekad untuk setia.



Tuk!


Sebuah botol kaca jatuh pada pasir di depan kaki Mingyu. Ia meraih benda kecil itu dan memperhatikan tali yang mengikat botol. Tampaknya benda itu diikat di atas pohon di belakang Mingyu—salah satunya menjulur melampaui kepala Mingyu—tetapi rapuh karena terlalu lama terikat di sana dan akhirnya jatuh.

Penasaran Mingyu membuka botol itu. Sebuah catatan yang digulung dan disimpan di dalamnya Mingyu keluarkan. Tulisan tangan yang amat dikenalinya terpampang di sana.



Imagine with SeventeenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang