🌜50🌛

15.9K 728 102
                                    

Zia diam tak menanggapi lagi ucapan Arvan. Suaminya itu memang super dengan adiknya sendiri saja bisa cemburu. Zia lebih memilih fokus pada Azzam yang masih betah menyusu.

"Sayang..." Panggil Arvan karena pertanyaannya tadi tak ditanggapi oleh Zia. Zia diam tak menjawab biar saja Arvan berfikir sendiri.

"Iya abang salah maaf ya. Kan proses sayang." kata Arvan menyadari sikapnya yang pencemburu.

"Abang sarapan sekarang atau nanti?" kata Zia mengalihkan pembicaraan.

"Sayang belum juga sehari masa abang udah di dinginin lagi." kata Arvan sambil memdekatkan duduknya pada Zia.

"Mangkanya abang jangan mulai sama adik sendiri aja masa begitu." kata Zia tanpa melihat Arvan.

"Iya sayang maaf ya. Tapi abang beneran nih nanya ada apa Alvin telpon adek soalnya ke abang gak ada Alvin telpon."

"Nanti sore Alvin ngundang kita ke rumah katanya mau ada yang dibicarain."

"Hah mau apa dia?" tanya Arvan.

"Mana adek tau. Nanti sore aja kesana."

"Yaudah iya tapi jangan jutek jutek dong." kata Arvan sambil menoel noel pipi Zia. Azzam yang sedang asik menyusu pun mengikuti tingkah Arvan ia mengacung acungkan tangan menggapai gapai wajah Zia.

"Eh eh jagoan Ayah mau ikutan yaa." kata Arvan sambil beralih menoel noel pipi Azzam. Azzam menanggapinya dengan tertawa sambil melepaskan mulutnya dari sumber nutrisinya. Zia langsung merapikan dirinya.

Hari ini waktu mereka benar benar dihabiskan untuk mereka berquality time.

Pukul 15.30 Arvan baru pulang dari masjid selesai shalat Ashar berjamaah.

"Wah anak bunda udah siap. Ganteng banget sih nak." kata Zia setelah selesai memakaikan sepatu pada Azzam yang duduk di atas kasur.

"Oh ya jelas ganteng. Kan mirip Ayahnya yang juga ganteng." kata Arvan yang entah sejak kapan sudah ada di belakang Zia.

"Dih abang bisa narsis juga ya?" kata Zia sambil menoleh kearah Arvan.

"Haha iyalah sayang kalau anaknya ganteng berarti kayak ayahnya. Kalau cantik baru kayak bundanya." kata Arvan.

"Suka suka abang lah."

"Mangkanya kita program lagi yuk siapa tau dapet yang cantik kayak bundanya." kata Arvan berbisik pada Zia.

"Nanti ya, tunggu yang bayi agak besaran. Repot nanti aku punya 3 bayi jadinya."

"Kok 3 bayi?" kata Arvan sambil mengerutkan keningnya.

"Iyalah kan ini satu terus yang ini satu kalau tambah satu jadi tiga kan berarti." kata Zia sambil menunjuk pada Azzam dan Arvan.

"Oh jadi abang bayi nih?" kata Arvan.

"Iya kadang kaya bayi."

"Bayi yang busa buat bayi ya?" tanya Arvan sambil mendekatkan mulutnya ke telinga Zia.

"Abaaaannngggg ih. Udah cepet sana siap siap." kata Zia pada Arvan.

"Bantuin dong siap siapnya. Kan bayi." kata Arvan belum beranjak dari posisinya.

"Abang cepet ah. Macet nanti kalau kesorean." kata Zia.

Setelah semuanya siap mereka berangkat ke rumah ibu. Perjalanan sore hari ini cukup padat merayap. 20 menit sampai mereka di rumah ibu. Setelah mengucapkan salam dan dibukakan pintu mereka langsung masuk. Mereka sudah berkumpul di ruang keluarga.

Azzam sudah berpindah ke gendongan ibu.

"Ada apa vin tumben ngajak kumpul?" tanya Arvan.

"Adek abang itu katanya mau ngasih tau kalau udah punya calon sekarang." kata ibu menjawab.

Perjalanan Hidup (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang