🌜3🌛

18.3K 821 43
                                    

Tujuh bulan berlalu, usia azzam kini sudah memasuki 8 bulan ia sudah dapat merangkak bahkan sudah mulai bisa berdiri dan sedang senang belajar berjalan kesana kesini dengan dituntun. Azzam juga sudah mulai bisa merespon ucapan orangtuanya ia juga sudah dapat menyebut beberapa kata yang memiliki cara pengucapan yang sama. Beratnya 9,8 kg dan tingginya 73 cm pertumbuhan yang baik bagu anak seusianya. Ia juga sudah bisa mengenali wajah kedua orang tuanya. Azzam pun sudah mulai diberikan mpasi (makanan pendamping ASI) zia masih tetap memberikannya asi namun sekarang sudah mulai dibarengi dengan makanan lain seperti sayur, buah dan yang berprotein tinggi karena usia azzam yang makin bertambah tentulah kebutuhan nutrisinya pun tak cukup hanya didapatkan dari asi. Tapi zia berhasil memberikan asi eksklusif selama 6 bulan.

Hari ini mereka bertiga tampak keluar dari ruangan dokter anak. Azzam tidak sakit, tapi jadwalnya rutin selalu setiap bulan selain ada jadwal posyandu dilingkungan, arvan juga yang sejatinya seorang dokter ia ingin memberikan service yang baik bagi kesehatan anaknya jadi setiap bulan azzam memiliki jadwal untuk konsultasi dengan dokter anak agar terpantau tumbuh kembangnya dengan baik.

"Sini azzamnya abang kan mau kerja lagi." kata zia sambil merentangkan tangannya hendak mengambil azzam dari gendongan arvan. Tapi azzam malah membalikan tubuhnya dan tetap nemplok didada arvan.

"Abang antar aja dulu kalian pulang ya, abang gak tega kalian pulang naik taksi online gitu." kata arvan.

"Jangan abang, abang masih ada tanggungjawabkan nanti ada apa apa mendadak gimana. Gpp kok abang tenang aja."

"Abang gak ada jadwal lagi sampe siang. Pokoknya abang anterin kalian pulang."

"Bang..."

"Udah sayang ayo ah makin lama nanti." kata arvan sambil berjalan lebih dulu dari zia. Kalau udah begini zia bisa apa? Zia pun mengekor dibelakang arvan.

20 menit sampai lah dirumah mereka, azzam tertidur dipangkuan zia. Melihat zia yang kesusahan turun dari mobil sambil menggendong azzam arvan pun turun terlebih dahulu membukakan pintu zia kemudian mengambil alih azzam dari gendongan zia.

"Duhh zi kamu dari mana sih? Aku nunggu tau dari tadi." kata vina yang sejak tadi menunggu di teras rumah dan saat melihat mobil arvan datang langsung menghampiri mereka.

"Maaf vina aku abis dari dokter. Kamu juga gak bilang mau kesini." kata zia.

"Ngapain ke dokter? Anak aku sakit ya?" kata vina.

"Enak aja anak aku anak aku. Sayang masuk dululah ini kasian azzamnya diluar gini. Nanti lagi lah layanin dia mah." kata arvan nyamber.

"Abang ih jahat banget sih. Aku do'ain cepet dapet anak lagi kau bang." kata vina asal.

"Aamiin" kata arvan sambil berlalu kearah pintu.

Sementara zia hanya geleng geleng melihat kakak beradik ini walau terkesan saling acuh tapi mereka saling sayang sebenarnya.

Arvan membawa azzam ke kamar dan menidurkannya sementara zia bersama vina di ruang tamu.

"Zi, aku pengen cerita. Aku bingung harus jawab apa." kata vina saat mereka sedang berdua.

"Tunggu ada apa sih jawab apa? Aku gak ngerti vin." kata zia sedikit heran.

"Jangan ngegoda aku dengan pura pura gak tau deh, aku sengaja pengen cerita ke kamu karena kamu udah lebih dulu ngalamin." kata vina.

"Bener deh aku gak tau vin, ada apa? Ngalamin apa?" kata zia semakin heran.

"Abang arvan gak bilang apa apa emang sama kamu?" tanya vina.

"Enggak, bilang apa emang?"

"Wah parah sih abang."

"Apaan abang parah?" kata arvan yang muncul dari kamar

Perjalanan Hidup (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang