🌜45🌛

15.2K 752 157
                                    


"Abang kesini mau jemput anak dan istri abang." kata Arvan yang berjalan di belakang Zia.

Zia tak menjawab apa apa.

"Sayang please. Ikut abang ya kita pulang ke rumah. Kita sama sama lagi. Sayang please abang butuh kamu." kata Arvan.

"Abang gak butuh aku. Lihat aja sekarang buktinya tanpa aku pun abang masih baik baik aja." kata Zia.

"Sayang tolong, fisik abang mungkin baik baik aja tapi pikiran abang kalut. Diri abang penuh penyesalan penyh rasa bersalah. Sakit hati abang mengingat semua kesalahan yang abang lakukan. Abang hampir nyerah abang frustasi abang bingung harus cari kalian kemana."

"Kenapa gak nyerah aja. Padahal setelah itu kan abang bisa bebas gak usah repot lagi cari aku dan Azzam."

"Abang lebih baik harus sakit harus capek lelah buat cari kamu sama Azzam. Karena kalian tanggungjawab abang, kalian sumber kebahagiaan abang, kalian sumber rezeki abang. Kalian segalanya buat abang. Abang susah gak ada kamu sayang."

"Azzam dikamar sana. Udah malam, abang bisa istirahat dulu sama Azzam. Dia kangen ayahnya. Aku biar tidur di kamar yang lain." kata Zia. Sambil berjalan meninggalkan Arvan. Tapi tangannya berhasil ditahan Arvan.

"Pulang sayang abang mau kita pulang. Kita sama sama lagi kumpul di rumah kita. Seperti keluarga yang semestinya, tolong sayang kasih abang kesempatan." kata Arvan sambil menggenggam tangan Zia. Zia berusaha melepaskan genggaman tangan Arvan tapi sulit Arvan semakin mengeratkan genggamannya.

"Sayang tolong maafin abang." kata Arvan masih tetap menggenggam tangan Zia sambil menatap wajahnya. Tapi Zia hanya bisa menunduk.

"Sayang maafin abang." kqta Arvqn lagi.

"Sayang jangan diem aja tolong bicara."

"Aku harus bilang apa? Aku bicara pun abang gak mau dengerkan." kata Zia sambil menunduk.

"Sayang bilang abang harus apa biar kamu mau maafin abang?"

"Abang mending istirahat." kata Zia.

"Enggak sayang sebelum kamu mau pulang dan maafin abang."

"Aku udah maafin abang." kata Zia tanpa menatap Arvan.

"Sayang..." panggil Arvan sambil mengangkat kepala Zia agar menatapnya.

Saat Arvan ingin mencium kening Zia, Zia mundur Arvan menghentikan tindakannya.

"Pulang ya. Tolong kalau adek emang belum bisa bener bener yakin sama abang seenggaknya ini untuk Azzam. Azzam gak tau apa apa sayang  kasian. Azzam lagi masa masa tumbuh kembang dia bukan hanya butuh bundanya, dia bukan hanya butuh ayahnya, dia butuh kita. Pulang ya, kita sama sama pantau tumbuh kembang Azzam, kita didik dia sama sama jujur abang gak tega liat dia nangis kayak tadi. Pulang ya sayang please." kata Arvan sambil menatap Zia. Sementara itu mendengar ucapan Arvan air mata Zia mengalir begitu saja rasanya Zia jahat sekali melibatkan Azzam kedalam masalahnya, menjauhkan Azzam dari Ayahnya.

Melihat Zia menangis Arvan memberanikan diri untuk mengangkat wajah Zia dan menyeka air mata Zia.

"Jangan nangis sayang, maafin abang. Abang gak akan maksa adek buat bisa langsung nerima abang dan maafin abang 100%. Abang cuma mau kalian pulang ya. Kalau kita terus terusan berjarak begini gimana caranya hubungan kita mau membaik. Abang mohon pulang yaa." kata Arvan. Zia tak menjawab apapun.

"Sayang tolong pulang yaa." ajak Arvan lagi. Zia diam tapi kemudian Zia mengangguk. Tampak senyuman mengembang di wajah Arvan.

"Alhamdulillah. Makasih sayang." kata Arvan sambil hendak memeluk Zia. Tapi lagi lagi Zia mundur.

Perjalanan Hidup (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang