🌜27🌛

11.8K 660 65
                                    

Happy reading kawan .....

Adzan duhur dari hp Zia berkumandang. Mau tidak mau Zia bangun dari kepura puraannya. Zia mencoba babgun senatural mungkin seperti banfun tidur.

"Eh." kata Zia seperti baru menyadari kalau ia sedari tadi tidur dibahu arvan. *Akting ah Zia mah padahal betah kan udah dari tadi.

"Maaf." kata Zia sambil menegakan kepalanya.

Arvan tak menjawab apapun tapi bisa Zia lihat Arvan sedikit tersenyum walau tak melihat kearahnya.

"Cepet turun. Kita shalat dan makan dulu disini." kata Arvan sambil turun dari mobil. Zia mengikuti Arvan ia turun dari mobil sambil menuju mesjid.

"Kamu wudhu dulu. Biar Azzam abang pegang dulu, kamu susah kalau wudhu bawa Azzam." kata Arvan sambil mengambil Azzam yang tertidur dalam gendongan zia.

Zia mengangguk nada Arvan masih dingin. Tapi perlakuannya tidak berubah, berkali kali Zia bilang arvan itu bukan ice cream jadi walaupun manis tapi kalau dingin arvan itu gak enak.

Selesai shalat dan istirahat sekarang mereka kembali melanjutkan perjalanan. Kali ini Arvan yang duduk dibalik kemudi dan Zia yang mendampinginya. Azzampun sudah bangun sekarang. Azzam berdiri diatas pangkuan Zia ia nampak senang dengan berceloteh sambil bertepuk tangan saat melihat mobil berlalu lalang di sekitarnya.

Arvan sesekali melihat kearah anak dan istrinya itu. Zia nampak repot dengan segala tingkah Azzam yang aktif.

"Adudu sayang seneng ya. Dari tadi bobo terus ya, jadi baru lihat banyak mobil." kata Zia pada Azzam.

Azzam menoleh kearah zia sambil menunjuk nunjuk mobil di depannya.

"Iya sayang banyak ya mobilnya."

Azzam menunjuk sambil mengetuk ngetuk kaca mobil.

"Azzam mau biskuit enggak?" tanya Zia sambil memberikan biskuit pada Azzam karena memang sekarang sudah waktunya snack time bagi Azzam.

Saat ini mobil memangbtak sesepi tadi ya walau tetep dingin bagi Arvan. Rivan dan Safa tampak asik sendiri dengan kegiatan dan obrolan mereka.

"Supir banget ya aku bang diangguran sana sini." celetuk Arvan.

Perkataan Arvan berhasil membuat Zia menatap sempurna kearahnya. Tapi Arvan tetap dengan diamnya.

"Hahaha mangkanya jangan lama lama Ar." jawab Rivan.

"Gak apa lah. Lanjut bang biar aku jadi penikmat." jawab Arvan.

"Dek, jangan dianggurin suaminya." kata Rivan pada adiknya.

"Tadi Aja pas tidur kayaknya nyaman banget gitu nyendernya sampe gak gerak gerak." kata Rivan lagi.

"Abaaaannggg." kata zia sedikit berteriak. Teriakan zia ternyata berhasil membuat Azzam yang ada di depannya kaget dan menangis. Zia pun menjadi bingung sendiri.

"Uuuu sayang. Bunda gak marah sama Azzam kaget ya. Maaf yaa om nya Azzam tuh nakal." kata Zia sambil mengelus punggung Azzam.

"Nah loh kan nagis Azzam nya." kata Rivan menambahi.

"Gausah teriak mangkanya." kata Arvan dengan nada dinginnya dan dengan tatapannya yang fokus ke jalan.

Ucapan Arvan dan Rivan berhasil membuat Zia mengerucutkan bibirnya. Tapi tetap mengelus Azzam yang sudah mulai tenang dari tangisnya.

"Jahat nak semuanya sama bunda." adu Zia pada Azzam.

"Ngadu dek?" tanya Rivan.

"Tau Ah." kata Zia malas.

Perjalanan Hidup (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang