🌜41🌛

14.1K 781 160
                                    

Arvan langsung mencoba menghubungi Zia tapi nihil teleponnya diabaikan oleh Zia. Aktif namun Zia tak mengangkat terus Arvan coba berkali kali hingga panggilan yang terakhir dapat dipastikan bahwa hp Zia sudah dimatikan.

Arvan menghela nafas dalam. Ia langsung keluar kamar mengambil kunci mobil yang sebelumnya sudah diletakan di tempatnya. Arvan langsung pergi mengendarai mobilnya. Tujuannya adalah ke rumah bunda. Hanya butuh waktu 15 menit Arvan sampai di rumah bunda.
Tapi sayangnya Zia tidak ada disana Ayah bunda pun tidak ada. Arvan hanya bertemu Safa. Dengan terburu buru Arvan pergi menuju rumah orang tuanya berharap anak dan istrinya ada disana.

Sementara itu tadi siang Ibu sudah menceritakan semuanya pada ayah bunda Zia. Zia pun begitu ia menceritakan semuanya pada ayah bundanya. Ayah bundanya pun sama merasa kecewa dengan kelakuan Arvan. Ayah bunda juga diberi tahu dimana Zia berada. Ayah sempat dengan tegas meminta Zia pulang ke Rumah saja bersama ayah bundanya. Tapi dengan lembut Zia menolak Zia mengatakan biarlah permasalahan ini mendewasakan keduanya. Biar mereka sama sama berpikir tanpa campurtangan orang lain sama sama berpikir apa mereka masih layak untuk saling mendampingi.

Bunda dan ayah sekarang sedang berada di tempat zia.

"Dek ayah tau adek kecewa sama Arvan ayah juga sama marah dan kecewa sama Arvan. Tapi gimana juga  adek masih istrinya Arvan ridho Allah itu tergantung ridho suami. Emang Arvan ridho kalau adek pergi begini?"

"Adek udah nulis surat kok buat abang biar abang ridhoi langkah adek dan keputusan adek."

"Udahlah yah buarin dulu gini biar Arvan usaha buat cari anak dan istrinya biar Arvan juga belajar biar bisa menghargai istri."

"Yaudah kalah ayah kalau udah sama dua wanita ini." kata Ayah.

Arvan yang baru sampai di rumah orangtuanya langsung masuk ke dalam rumah.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." jawab Ayah ibu dan alvin yang sedang di ruang keluarga.

"Bu, Zia sama Azzam ada disini enggak?"

"Enggak ada, emang mereka kemana bukannya Zia itu kalau pergi kemana mana selalu izin sama abang ya?" kata ibu pura pura tidak tau.

"Tapi sekarang beda bu, Zia marah sama aku."

"Kok bisa marah emang abang lakuin kesalahan apa?" tanya Alvin.

"Kamu apain menantu dan cucu ayah?"

"Jawab bang." kata ibu.

"Awalnya aku marah dan kecewa sama Zia karena bisa bisanya Zia ninggalin Azzam padahal dia tau Azzam lagi aktif aktifnya jadinya kan kejadian Azzam jatuh. Terus yaudah aku diemin biar Zia sadar gitu sama kesalahannya biar Zia instrosfeksi."

"Oh jadi gitu. Bukannya Zia udah berkali kali jelasin ya tapi abangnya aja yang gak mau denger, Zia juga udah minta maaf abangnya aja yang gak respon. Bukannya gitu?" kata ibu.

Arvan hanya diam.

"Bang, abang selama ini ngaji, ikut kajian dll. Dikemanain ilmunya kalau cara menghargai wanita aja abang gak tau. Jelas dalam alqur'an aja ada surat An-nisa artinya agama kita memuliakan wanita. Ayah yakin abang tau itu tapi kenapa gak abang terapin kamu malah menyakiti wanita. Abang marah hanya karena Zia lalai sampai Azzam jatuh, abang inget inget lagi selama abang nikah sama Zia selama kalian punya Azzam berapa kali Zia melalaikan tugasnya? Gak pernahkan. Terus sekali Zia salah tega kamu hukum dia begitu?" kata Ayah.

Arvan hanya bisa menunduk ia menyesal ia salah.

"Ayah ingetin bang takut abang lupa. Semenjak akad nikah waktu itu tanggungjawab atas Zia pindah semua dari mertua kamu pada kamu. Kamu bertanggungjawab atas dia lahir batin. Baik buruknya harus kamu terima, kalau baik kamu berikan pujian karena pada dasarnya wanita senang dipuji. Kalau buruknya itu tugas kamu meluruskan kalau ia salah tugas kamu membenarkan bukan malah didiamkan. Ayah kira Abang sudah cukup dewasa untuk bisa membina rumah tangga tapi ternyata belum sepenuhnya. Anggap saja sekarang Zia pergi adalah kesempatan buat Abang mendewasakan diri instrosfeksi. Inget pelajaran yang pernah dikasih dikajian yang sering abang ikuti. Terapkan dikehidupan kamu jangan hanya sekedar kajian kajian buat gaya gayaan tapi nyatanya ilmunya gak kepake." kata Ayah pertama kalinya berbicara sepanjang itu.

"Bang ngurus anak itu gak mudah. Abang inget waktu abang nikahin Zia dia usia berapa? Masih muda banget kan? Disaat orang lain seusia dia waktu itu masih asik dengan kehidupan bersama teman temannya. Dia berani mengambil langkah besar dalam hidupnya. Dia gak mengeluh ketika harus sibuk kuliah sambil menjalankan perannya sebagai istri. Ia rela sibuk menyusun skripsi sambil mengandung. Setelah itu dia merelakan waktu mudanya habis untuk mengurusi kamu dan Azzam. Ngurus anak itu bukan sekedar gendong terus nangis kasih Asi. Bukan sebatas itu bang. Kamu fikir sekarang Azzam bisa ini bisa itu dari mana kalau bukan dibimbing sama bundanya. Coba kalau sekarang kamu bisa menghukum Zia segitunya hanya karena satu kelalaiannya ibu tantang kamu buat urus Azzam sekaligus selesaikan pekerjaan rumah sendiri mampu abang?" kata ibu.

"Ayah sayang sama menantu Ayah kalau kamu belum bisa dewasa juga mending Ayah pulangin aja dulu Zia ke keluarganya dari pada terus sakit." kata Ayah.

"Yah tolong jangan begitu abang tau abang salah abang nyesel. Kasih abang kesempatan buat bisa memperbaiki semua sama anak dan istri abang." kata Arvan.

"Nah benerkan kamu belum dewasa. Saat kamu salah kamu minta diberi kesempatan. Tapi saat orang lain yang salah mendengarkan penjelasannya aja kamu gak mau. Egois bukan?" kata Ayah.

Arvan hanya menunduk air mata pun sulit ditahan semua orang menghakiminya. Yang ia anggap benat ternya salah yang ia anggap baik ternyata buruk. Ini baru keluarganya bagaimana nanti tanggapan keluarga mertuanya. Arvan takut kalau mertuanya akan kecewa padanya dan marah padanya.

"Abang Udah ke rumah orangtuanya Zia? Gimana tanggapan mereka?" tanya ibu

"Udah bu, Zia gak ada disana Ayah bunda juga gak ada." kata Arvan.

"Yah, bu abang harus gimana? Bantu abang buat cari mereka dan yakinin lagi mereka biar mau pulang ke rumah." kata Arvan.

"Kamu usahalah sendiri kamu berbuat begitu juga kan ulah sendiri gak ngajak ibu sama ayah kenapa sekarang giliran udah kejadian gini baru datang ke orangtua." kata Ayah.

"Yah tolong."

"Usaha dulu lah kamu sendiri. Temukan mereka dan usaha lagi yakinkan Zia. Dan satu lagi kamu harus berubah, percuma kalau kamu temukan mereka, mereka pulang tapi kamu gak berubah kejadian kejadian begini pasti gak bisa dihindari." kata Ayah sambil pergi meninggalkan Arvan.

"Cari mereka ya bang. Ibu kecewa sama abang tapi ibu juga gak mau kalau sampai harus kehilangan mereka." kata Ibu lalu pergi.

"Vin bantu abang cari." kata Arvan pada Alvin.

"Sebenernya Alvin malas bantuin yang salah. Tapi ya kasian deh takutnya nanti abang jadi gangguan jiwa kalau gini terus. Iya Alvin bantu tapi inget kalau abang sakitin lagi istri abang Alvin sendiri yang bakal minta ayah buat pisahin abang dan kakak ipar dan Alvin sendiri yang bakal nikahin Zia di depan muka abang." kata Alvin. Perkataan Alvin berhasil membuat Arvan menatapnya tajam.

"Kenapa? Abang gak suka? Mangkanya kalau punya harta itu dijaga." kata Alvin.

***
Assalamualaikum...

Apa kabar kawan?

Happy weekend 😍

Nah tuh gimana hukuman buat Arvan cukup belum dengan nasihat nasihat dari ayah ibu? 🤔

Ketemu jangan nih? Berubah gak nih? 😁

Kritik dan Saran boleh yaa 😊

Vote komen juga jangan lupa 😅

Maafkan ketypoan ku yang merejalela. 😂

Sebenernya part ini dari semalam udah ada tapi kerepotan dunia nyata biki lupa 🤣

Cukupkan hari ini?😉

Thanks you All

Love,
#JariJariAmatir 💚💚💚





Perjalanan Hidup (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang