🌜28🌛

11.9K 708 65
                                    

Arvan diam dalam posisinya.

"Ada sesuatu yang mau kamu jelaskan sama Abang?" tanya Arvan dengan nada dingin dan ekspresi datarnya.

Zia diam ia menunduk tak tau lagi apa yang harus dikatakan. Hatinya ingin mengatakan Maaf tapi otaknya menolak dan bibirnya serasa terkunci.

"Ga ada kan? Udah malam kamu tidur. Sekuat apapun kamu istirahat itu perlu." kata Arvan sambil melanjutkan langkahnya.

"Penjelasan apa yang abang minta? Penjelasan seperti apa yang mau abang dengar?" kata Zia akhirnya setelah mengumpulkan keberaniannya.

"Abang mau penjelasan seperti apa?" tanya Zia lagi.

Arvan yang sudah duduk diatas ranjang dan bersiap untuk tidur pun kembali mendudukan badannya.

"Tidur udah malam." hanya itu yang Arvan katakan.

"Aku gak tau abang akan semarah ini hanya karena kejadian waktu itu." kata Zia.

"Hanya karena itu?" kata Arvan.

"Bodoh kalau aku begini hanya karena itu." kata Arvan lagi.

"Ya terus kenapa aku gak akan tau kalau abang gak ngomong." kata Zia. Ah padahal mah udah tau ya Zi eh.

"Ini udah malam. Kamu istirahat." kata Arvan sambil membaringkan tubuhnya dan memejamkan matanya.

Hingga pagi belum ada yang berubah. Sampai Arvan berangkat bekerja semuanya masih menggantung.

Zia sudah berada di rumahnya sekarang karena setelah subuh tadi mereka pulang.

Pukul 18.30 Arvan baru pulang. Arvan langsung membersihkan diri setelah itu mereka shalat isya berjamaah.

"Bang..." kata Zia sambil mengulurkan tangannya untuk mencium tangan Arvan. Tidak seperti biasanya, jika biasanya Arvan selalu mencium kening Zia setelah shalat kali ini tidak. Sebegitu marahnya kah Arvan?

"Abang mau makan?" tanya Zia yang dijawab anggukan oleh Arvan. Zia langsung membereskan alat shalatnya. Begitu juga dengan Arvan. Setelah itu mereka sama sama menuju ke meja makan. Arvan berjalan dibelakang Zia sambil menggendong Azzam.

"Mau dipanasin lagi enggak makanannya?" tanya Zia pada Arvan.

"Enggak usah." jawab Arvan seadanya.

Zia hanya bisa mengelus dada sabar, sabar.

Mereka makan dalam diamnya hanya ramai oleh celotehan Azzam yang tak ditanggapi oleh orangtuanya. Kasian ya Azzam 😂

Selesai makan Arvan pun mengajak Azzam untuk bermain di ruang keluarga. Zia pun ikut menemani disitu walaupun seperti ada dan tiada karena seperti tak dianggap oleh kedua lelakinya itu.

Boleh gak Zia iri pada Rivan dan Safa? Sebut saja setelah liburan keluarga Rivan dan Safa sedang sangat bahagia apalagi dengan dipercayanya mereka untuk segera menjadi orangtua.

Tapi kenapa setelah liburan ini  hubungannya dengan Arvan malah merenggang. Arvan juga tampaknya masih betah saja mendiamkannya.

Setelah Azzam menandakan tanda tanda mengantuk, Arvan segera membawa Azzam ke kamar Zia mengekorinya dari belakang. Saat sampai di dalam kamar sudahlah Zia tak bisa menahan lagi kondisi ini semakin lama.

Zia langsung menubrukan badannya ke punggung Arvan dan memeluknya dari belakang. Arvan yang sedang menggendong Azzam pun tampak kaget. Arvan biarkan posisi seperti itu ia menikmatinya sambil menunggu usaha apalagi yang akan Zia lakukan untuk memperbaiki keadaan.

Arvan merasakan punggunggnya bergetar. Dan lama kelamaan isakan kecilpun terdengar. Aih apakah istrinya itu menangis?

"Abang Maaf." Akhirnya kata itu mampu keluar juga dari mulut zia. Suaranya tampak beda ialah karena sekarang Zia sudah menangis.

Perjalanan Hidup (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang