Bagian 7

1.8K 165 2
                                    

Selesai mereka makan, Wendy kembali membuka suara dan masih perihal kekasih Bona. Ia masih penasaran.

"Kekasihmu sangat baik ternyata, aku tak menyangka jika kebaikannya itu yang membuatmu bisa seperti sekarang."

"Tak semuanya karena dia Wendy, karena aku juga ikut berusaha keras dahulu. Luda buktinya, ia yang melihatku jatuh bangun saat aku memulai karirku dulu." Wendy menoleh ke arah Luda berniat mencari jawaban itu dan Luda hanya mengangguk sembari tersenyum, mengiyakan perkataan Bona.

"Tapi, kekasihmu juga memiliki andil yang cukup besar Bona. Aku hanya ingin memastikan saja, apa kau akan benar benar memutuskannya?" Bona menatap Wendy tepat di matanya.

"Iya tentu, ada apa denganmu? Kenapa kau menjadi ragu seperti ini?" Tanya Bona sedikit heran.

"Tidak, tidak ada. Aku hanya sedikit khawatir dan tak enak hati saja dengan kekasihmu. Aku menjadi sedikit merasa bersalah kepadanya." Bona tersenyum paham, karena ia juga merasakannya sekarang.

"Percayalah kepadaku, semuanya akan baik baik saja Wen. Aku akan mengurusnya, kau tak perlu khawatir soal itu." Wendy mengangguk walau masih dengan tatapan ragunya. Sementara Luda, dia hanya diam daritadi. Ternyata niatan Bona dulu tak main main, ia benar benar ingin menikah dengan gadis itu. Ya, Luda tau, tau semuanya, karena Luda sudah menjadi salah satu diary bagi Bona. Apapun akan Bona ceritakan dan tumpahkan kepada Luda. Luda kembali tersenyum sembari menahan rasa sakitnya. Ia tahu, menjadi salah seorang yang dibutuhkan oleh Bona, sudah sangat sangat cukup baginya.

"Baiklah, sekarang giliranku. Aku juga ingin tahu tentang dirimu selama aku tak ada Wen."

"Tak ada yang menarik Bon, untuk apa kau ingin tau?"

"Kekasih? Apa kau tak memilikinya? Oh ayolah Wen, ceritakan padaku apapun itu."

"Tskk, dasar kau ini. Bahkan sifat pemaksamu kembali muncul."

"Hehehe, sedikit."

"Baiklah baiklah nona pemaksa aku akan bercerita."

"Panggilan macam apa itu."

"Aku hanya bercanda."

"Hufftt... Ya ya, berceritalah."

"Sebenernya setelah kau pergi kehidupanku tak ada yang berubah, sebelum orang tuaku meninggal tentunya. Setelahnya memang sedikit berubah karena mereka yang pergi secara tiba tiba aku harus bekerja sangat keras untuk menggantikan Ayahku di kantor. Kau tau bukan? Aku adalah tipe seseorang yang tidak terlalu pandai, walau memang aku bisa. Tapi tetap saja sangat sulit. Disaat aku masih belajar tetapi aku harus dihadapkan dengan situasi seperti itu. Kau tau bukan mereka juga meninggal saat aku masih di perguruan tinggi tingkat akhir. Itu semakin menyulitkanku saat itu. Untung aku masih memiliki Eunseo dan sahabat sahabatku saat itu." Ingatan Wendy kembali menerawang, ia kembali ingat terhadap sahabat sahabatnya itu. Ia tersenyum miris sekarang.

"Hei ada apa dengan wajahmu? Apakah ada sesuatu yang salah?" Wendy menggeleng lemah.

"Tidak, aku hanya mengingat sahabat sahabatku saja."

"Memangnya kenapa?"

"Sudah beberapa tahun terakhir aku sudah tak pernah melihat mereka lagi. Aku tak tau mereka pergi kemana. Yang jelas salah satu dari mereka menghilang begitu saja, ia adalah sahabat sekaligus teman seumuranku. Saat itu selesai wisuda ia meminta ijin untuk pergi sebentar membeli sesuatu dan memintaku untuk menunggunya. Disaat aku sedang menunggu, sahabatku yang lain, ia bernama Irene berusia 3 tahun lebih tua dariku, tiba tiba datang menghampiriku, ia melamarku tepat didepan semua teman teman dan juga orang orang yang datang ke acara wisuda itu. Tepat setelah kejadian itu aku sudah tak pernah melihat sahabatku lagi, Kim Hyunjung. Aku menunggunya saat itu, karena aku sudah berjanji kepadanya sebelum dia pergi untuk membeli sesuatu apa yang bahkan aku tak tau itu, aku akan menunggu disitu sampai dia datang." Ucap Wendy semakin melemah dan pelan diakhir kalimatnya. Wanita itu, wanita yang Bona tau sebagai wanita kuat itu sedang menunduk, Bona paham, sahabatnya sedang menangis. Dengan sigap Bona merengkuh tubuh Wendy kedalam pelukannya.

"Hei hei, kenapa kau menangis?"

"A-aku, aku, aku hanya merindukan mereka Bona, sangat." Suaranya bergetar.

"Lalu, bukankah satu diantara mereka melamarmu? Harusnya ia sedang bersamamu sekarang."

"Tidak, aku tak bersamanya. Ia sudah menikah dengan wanita lain."

"Apa maksutmu? Apakah dia mempermainkanmu?"

"Tidak, ia tidak mempermainkanku. Karena aku menolaknya saat itu, aku menolaknya saat ia melamarku. Karena aku menganggap dia seperti kakakku sendiri."

"Lalu dimana dia sekarang?"

"Setaun setelah kejadian itu, dia menikah dan pindah ke kota lain bersama istrinya. Aku sudah tak pernah melihatnya lagi sejak saat itu. Mungkin aku hanya akan melihat atau berinteraksi dengan dia dari akun SNS nya saja. Atau tidak aku akan berkirim pesan dengannya."

"Lalu, sahabatmu yang satunya? Siapa namanya? Apakah dia benar benar menghilang begitu saja?"

"Namanya Hyunjung, Kim Hyunjung. Iya, dia benar benar menghilang semenjak kejadian itu. Saat itu sebenarnya ada yang mengatakan jika ia sempat melihat Hyunjung, ia sedang menatap ke arahku yang sedang dilamar oleh Irene saat itu, tapi itu hanya sesaat setelahnya ia pergi begitu saja dan dari situ aku benar benar sudah tak pernah melihatnya lagi. Semua akun SNS nya menghilang, nomornya tidak aktif, bahkan email nya pun juga ikut ia nonaktifkan. Dia seakan akan menghilang ditelan oleh bumi. Saat itulah, aku yang sudah mulai bangkit semenjak kepergian Ayah dan Ibu menjadi terpuruk kembali, karena sahabatku yang selalu berada di samping dan dibelakangku, pergi meninggalkanku begitu saja. Saat itu memang aku masih memiliki Irene, ia membantuku untuk berdiri dan juga ikut membantu mencari keberadaan Hyunjung, karena memang kita bertiga bersahabat. Tapi tetap saja tidak ada hasilnya, sampai aku benar benar menyerah saat itu." Bona berfikir sejenak, ia paham. Ia tau apa yang dilakukan oleh sahabat Wendy, ia tau maksutnya. Hanya Bona memilih untuk bungkam, ia tak mau membuat suasana menjadi runyam.

"Lalu bagaimana? Seperti yang kau dapat, sekarang kau bisa menjadi  sesukses ini."

"Saat itu setelah beberapa waktu aku terpuruk, aku menjadi sadar. Aku ingat Eunseo dan aku ingat perkataan Ayahku. Ayahku pernah bilang, jika nanti saat ia tak ada, maka aku yang akan bertanggung jawab atas Eunseo. Disitulah aku mulai bangkit, aku benar benar berjuang kembali, karena aku masih memiliki tanggung jawab untuk kuliah Eunseo, walau sebenarnya peninggalan Ayah masih lebih dari cukup untuk menguliahkan Eunseo. Tapi tetap saja hidup tak akan berhenti sampai disitu, masih panjang perjalanan yang harus dilalui. Dan karena hal itulah, ya aku bisa menjadi sekarang ini." Bona terharu, ia tersenyum. Ia bisa merasakan bagaimana sulitnya membangun sesuatu dari bawah. Seperti ia dulu. Bona paham, sangat paham. Daritadi Luda hanya diam menyimak pembicaraan dua wanita itu. Ia sibuk bersama ponselnya walaupun pendengarannya tetap ia tajamkan ke arah pembicaraan dua perempuan itu.

PARADOKS (Bona+Eunseo/Eunbo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang