Bagian 23

1.5K 156 43
                                    

Tok... Tok... Tok...

Pintu ruangan Bona diketuk oleh seseorang dari luar.

"Masuk saja!" Ucap Bona.

"Selamat siang kak Bona."

"Ah Yeoreum, selamat siang juga. Ada apa? Apakah kau ada perlu denganku?"

"Ah tidak kak, ini aku hanya ingin mengantar makan siangmu." Yeoreum berucap sembari melirik sebentar ke arah sofa ruangan Bona. Dimana disana ia melihat Eunseo sedang memainkan ponselnya.

"Bukankah tadi Luda yang membelikanku makanannya? Kemana dia sekarang?"

"A-ah kak Luda? T-tadi ia bilang ada urusan mendadak, aku bertemu di luar tadi. Jadi dia menitipkan makananmu." Yeoreum menjawab sedikit gugup, karena ia sedang berbohong sekarang. Sementara Bona tak ambil pusing dan hanya manggut manggut.

"Ah kalau begitu, aku pamit dulu kak. Setelah ini aku ada pekerjaan lain."

"Ah iya, terima kasih Yeoreum."

"Aku permisi." Saat Yeoreum berucap begitu Eunseo menoleh ke arahnya begitupun dengan Yeoreum, jadilah mereka saling tersenyum basa basi satu sama lain.

"Makanlah dulu Seo, jangan bermain game terus."

"Aku sedang tidak bermain game, tadi melihat beberapa video youtube saja. Kau tak makan?"

"Sebentar lagi, tanggung."

"Kebiasaan sekali." Eunseo berucap sembari berjalan ke arah meja Bona. Menarik kursi untuk duduk lebih dekat dengan Bona. Tak lupa ia juga mengeluarkan semua makanan dari kantong kreseknya.

"Kau mau apa?"

"Jika kau tak bisa makan sendiri sekarang karena pekerjaanmu, jadi biar aku menyuapimu saja." Bona tertegun, jantungnya berdetak lebih cepat sekarang.

"A-aku bisa makan sendiri nanti Seo."

"Tidak, kau harus makan sekarang. Buka mulutmu atau aku yang akan memaksa membukanya." Perintah Eunseo dan Bona hanya tabah. Bona menerima suap demi suap yang Eunseo berikan sembari mengerjakan pekerjaannya. Sebenarnya ia sudah tak fokus daritadi, tapi kepalang tanggung, jadi ia membiarkannya.

"Kau tak makan? Kenapa kau hanya menyuapiku?"

"Setelah kau makan."

"Itu tak adil, kau juga harus makan." Bona meletakkan bolpointnya, lalu mengambil alih sendok ditangan Eunseo kemudian mengambil beberapa makanan lalu mengarahkan ke mulut Eunseo.

"Ayo buka mulutmu." Eunseo masih diam, sekilas ia memandang wajah Bona, benar benar sangat cantik pikirnya. Eunseo sesaat terpesona dengan wajah sempurna milik Bona.

"Hey, buka mulutmu. Kenapa kau malah melihatku seperti itu." Eunseo tersadar.

"A-ah tidak, kau hanya terlihat sangat cantik." Lagi dan lagi jantung Bona dibuat berdetak lebih cepat tapi kali ini ditambah dengan semburat merah di pipinya.

Sekitar 20 menit mereka baru selesai makan, karena ya mereka harus berbagi sendok dan saling suap. Ditambah mereka makan sembari bercanda, jadi hanya untuk makan saja mereka membutuhkan waktu hampir 30 menit lamanya. Hebat memang mereka berdua ini.

"Seo?"

"Hm?"

"Apakah mungkin kau akan mencintaiku suatu saat nanti? Apakah mungkin kau akan memilihku nanti? Apakah mungkin kau akan menjadi milikku nanti?" Tanya Bona bertubi. Eunseo memfokuskan atensi penuhnya kepada Bona.

"Kenapa kau bertanya seperti itu?"

"Tidak, aku hanya ingin tau saja apakah suatu saat nanti aku akan benar benar memilikimu seutuhnya. Bukan hanya ragamu, tetapi juga hatimu." Eunseo terdiam.

"Ah, sepertinya akan sangat sulit bukan? Haha, aku mengerti." Bona berucap sembari tertawa hambar.

"Sudah lupakan saja, anggap aku tak pernah bertanya seperti itu." Bona mulai meraih kertas di atas meja nya dan ingin mengambil bolpoint, sebenarnya ia tak ada pekerjaan, hanya ingin berpura pura menyibukkan diri saja. Tetapi tangan Eunseo menahannya. Hal itu membuat Bona menoleh, setelahnya Eunseo berdiri dan menarik tangan Bona, membuat gadis itu juga ikut berdiri. Kemudian dengan lancangnya Eunseo memegang pinggang Bona dan mengangkat tubuh wanita yang lebih kecil darinya, mendudukkan Bona di atas meja masa bodoh dengan semua berkas yang ada di atas meja menjadi berantakan.

Eunseo menatap lamat mata Bona sembari mengelus lembut pipinya wanita itu.

"Lihat mataku, apa kau sedang melihat sebuah ketidakseriusan disana?" Tanya Eunseo, kemudian Bona menatap lekat mata Eunseo, mencari ketidakseriusan disana, tetapi ia tak menemukannya.

"Dengarkan aku. Bukankah aku sudah meminta waktu kepadamu? Bukankah aku sudah mengatakan jika aku masih bimbang dengan perasaanku. Demi Tuhan Bona, aku meminta waktu itu bukan untuk main main, aku bersungguh sungguh mengatakannya. Jadi tolong percayalah kepadaku dan beri aku waktu." Jelas Eunseo.

"Haha, bukankah aku juga sudah mengiyakan permintaanmu? Aku sudah memberikannya, tetapi kau bukan aku Seo, kau tak paham berada diposisiku. Mungkin sekarang aku bisa memberimu waktu untuk menentukan kebimbanganmu, tapi bagaimana denganku? Bagaimana jika nanti ternyata kau malah memilih Sinb? Bukankah akan terasa sia sia waktu yang kuberikan?" Eunseo terdiam mencari jawaban yang tepat untuk pertanyaan Bona. Tetapi tak ada kalimat yang terlintas di otaknya.

"Bukankah pernikahan kita diawali oleh sebuah perjodohan? Dan bukankah semua ini karena sebuah keterpaksaan?"

"Haha, mungkin bagimu memang ini sebuah keterpaksaan Seo, tapi tidak untukku." Eunseo mengernyit.

"Maksutmu?"

"Apakah menurutmu aku akan menerima perjodohan ini begitu saja? Bahkan aku rela meninggalkan kekasihku demi perjodohan ini. Lalu aku juga memaksa dan rela kau tetap bersama kekasihmu asal kau tetap mau menerima perjodohan itu. Apakah menurutmu semudah itu? Apakah menurutmu se sederhana itu alasanku? Tidak, sama sekali tidak."

"Lalu? Apa alasanmu, sehingga kau memaksakan perjodohan ini dulu?" Bona terdiam, air matanya mulai menetes membasahi pipinya.

"Karena aku mencintaimu Seo, aku mencintaimu, sangat. Dari dulu saat mungkin cintaku masih dianggap sebagai cinta monyet seorang bocah, ternyata sampai sekarang rasa itu masih ada, rasa itu masih tersimpan dihatiku." Cerita Bona dengan suara lirihnya. Eunseo tertegun mendengar pengakuan Bona.

"Kau mencintaiku?" Tanya Eunseo.

"Apakah perkataanku kurang jelas?" Eunseo menggeleng. Tangan besar wanita itu mengelus pelan pipi Bona, menghapus sisa air mata yang tertinggal disana.

"Jangan menangis dihadapanku, aku mohon. Sungguh hatiku ikut terasa nyeri melihatmu menangis seperti ini. Dan dengarkan aku, aku berjanji jika nanti aku sudah menikah denganmu, aku akan berusaha untuk mencintaimu sepenuhnya, mencintaimu dengan seluruh hatiku. Tetapi aku masih membutuhkan waktu itu, tolong berikan kepadaku. Dan tolong jaga hatimu itu untukku sampai nanti aku bisa memberikan hatiku sepenuhnya untukmu." Eunseo berucap panjang lebar menjelaskan. Kemudian setelahnya Eunseo mencium sekilas bibirnya Bona, lalu tersenyum sangat manis.

Hal itu sukses membuat jantung Bona bekerja berkali kali lipat lebih cepat, ah bukan hanya Bona. Eunseo pun merasakan hal yang sama. Bona membalas senyuman Eunseo, kemudian tanpa babibu Bona menempelkan bibirnya tepat di bibir Eunseo.

Memang awalnya hanya menempel biasa, tetapi lama kelamaan lumatan itu mulai muncul, entah siapa yang memulainya. Yang jelas mereka telah terbuai satu sama lain, mereka juga menikmati lumatan demi lumatan yang mereka ciptakan itu.

Hampir 5 menit, mereka berciuman, Bona memukul dada Eunseo untuk melepas ciumannya, karena pasokan oksigen di paru parunya sudah habis. Setelah terlepas, mereka hanya diam dan saling tatap dengan jarak yang sangat dekat. Eunseo menarik wajah Bona lebih mendekat menempelkan kening mereka satu sama lain dan tersenyum.

"Aku mencintaimu." Ucap Bona dan dibalas senyuman yang semakin lebar dari bibir Eunseo.

PARADOKS (Bona+Eunseo/Eunbo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang