Pernikahan Eunseo dan Bona tak terasa akan dilaksanakan seminggu lagi. Bona sudah melakukan segala cara untuk merebut hati Eunseo dari Sinb, tapi semua nampaknya sia sia saja. Karena ia tak melihat tanda tanda Eunseo yang mulai mencintainya. Ia mau menyerah saja, tetapi ia masih punya waktu satu minggu, setidaknya ia masih memiliki kesempatan untuk berusaha.
"Seo, apakah kau benar benar mencintai Sinb?" Eunseo menoleh.
"Kenapa tiba tiba bertanya seperti itu?"
"Tidak, aku hanya ingin tau saja."
"Lalu? Kau ingin aku menjawab apa? Apakah sudah jelas jawabannya?" Bona tersenyum kaku, benar juga. Ia sudah tau jawabannya. Bagaimana mungkin Eunseo tak mencintainya kekasihnya? Bahkan Eunseo kekeuh mempertahankan hubungannya padahal ia sudah akan menikah. Sudah jelas bukan kalau Eunseo pasti sangat mencintai Sinb?
"Apakah sebaiknya kita batalkan saja pernikahan ini?" Eunseo melotot kaget.
"Dibatalkan? Apa maksutmu?"
"Kita batalkan saja pernikahan ini, kurasa itu jauh lebih baik. Daripada aku harus menikah dengan seseorang yang tak mencintaiku. Ditambah dia mencintai orang lain dan sudah memiliki kekasih." Ucap Bona sembari terkekeh pelan.
"Apa kau sudah gila? Dulu kau yang memaksaku, sekarang kau ingin membatalkan pernikahan ini begitu saja? Sepertinya kau memang benar benar sudah gila."
"Hahaha, iya aku memang gila. Aku gila!! Sangat gila karena terlalu mencintaimu!! Aku gila karena terlalu mengharapkanmu!! Aku pikir setelah kau menerima perjodohan itu, aku bisa mengambil hatimu dari Sinb, aku bisa merebutmu darinya. Tapi sekarang apa kau tak lihat? Semua hanya sia sia saja tak ada hasilnya, jadi lebih baik kita batalkan saja semua ini. Aku lelah Seo!!! Aku lelah!! Sa-ngat." Ucap Bona dengan nada yang melemah dikata terakhirnya. Air matanya sudah mengucur deras. Sementara Eunseo dia terdiam kaku. Bona mencintainya? Dia tak salah dengarkan? Ini nyata kan?. Semua pertanyaan itu memenuhi kepala Eunseo.
"Aku akan menemui Wendy, aku akan mengatakan kepadanya untuk membatalkan pernikahan ini. Sebelum undangan disebar." Bona akan beranjak tetapi tangan Eunseo menahannya.
"Jangan, jangan dibatalkan." Bona bercedak.
"Untuk apa? Tak ada gunanya."
"Kumohon, dulu kau sendiri yang mengatakan jika tak masalah jika aku tetap bersama Sinb saat kita menikah, tetapi kenapa sekarang menjadi seperti ini?"
"Kau tak tau, kau tak paham bagaimana perasaanku Seo. Kau tak tau!! Kupikir semua akan terasa mudah, tetapi nyatanya tidak, semua terasa sangat sulit dan menyakitkan!!" Bona kembali berapi api. Eunseo diam, dia kehabisan kata. Memang ia tak pernah tau bagaimana perasaan Bona.
"Aku pergi."
"Tunggu, aku belum selesai. Kumohon jangan batalkan pernikahan ini. Beri aku kesempatan." Bona mengernyit.
"Kesempatan? Untuk apa?"
"Setidaknya beri aku kesempatan untuk memastikan perasaanku. Entahlah, aku merasa sangat mencintai Sinb, tetapi disisi lain aku juga tak mau kehilangan dirimu. Jadi kumohon beri aku kesempatan sekali saja." Memang Eunseo akhir akhir ini sebenarnya merasakan hal yang aneh terhadap Bona, ia juga tak tau perasaan apa itu.
"Lalu? Saat kau sudah memastikan dan ternyata perasaanmu itu hanya untuk Sinb bagaimana? Apakah aku akan terus tersakiti? Apakah harus aku lagi yang merasakan sakit?" Bona kembali mengeluarkan air matanya. Sungguh hal itu membuat hati Eunseo terasa nyeri.
"Jangan menangis, tolong jangan pernah menangis dihadapanku. Aku tak bisa melihatmu menangis dan aku mohon, beri aku kesempatan sekali saja. Jika nanti berakhir aku menyakitimu aku berjanji aku akan pergi jauh darimu." Bona menatap tajam ke arah Eunseo.
"Apa kau pikir itu akan mudah?"
"Aku tau itu akan terasa sulit. Tapi kumohon beri aku kesempatan. Biarkan pernikahan itu tetap ada." Eunseo berucap memelas sembari menggenggam tangan Bona.
Tak ada yang bisa Bona lakukan selain mengalah. Ia akan memberi kesempatan untuk Eunseo sekarang. Entahlah, untuk nanti Eunseo akan berpaling kepadanya atau tidak, ia akan memikirkan hal itu nanti.
.
.
.
Sekarang Bona dan Eunseo sedang berada di kantor milik Bona, tepatnya di ruangan kerja Bona. Keduanya sedang berada di sofa. Semua pekerjaan Bona sudah selesai, jadi ia bisa sedikit bersantai sekarang."Jiyeon?" Panggil Eunseo kepada Bona. Bona menundukkan kepalanya guna melihat wajah Eunseo. Ya, karena Eunseo sedang tidur dengan paha Bona sebagai bantalannya.
"Kau tau kenapa aku kekeuh memintamu memberiku kesempatan? Percaya atau tidak, sebenarnya aku merasa tak rela jika pernikahan itu harus dibatalkan. Entahlah, kenapa aku merasa seperti itu. Padahal seharusnya aku merasa senang bukan? Karena dulu aku menerima perjodohan ini karena terpaksa. Tapi entah datang darimana perasaan ini, aku benar benar menjadi tak rela saat kau mengatakan untuk membatalkan pernikahan ini." Jelas Eunseo. Bona diam mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Eunseo.
"Kim Jiyeon? Apakah mungkin aku mulai menyukaimu?" Ucap Eunseo lirih sembari memainkan tangan Bona yang tadi mengelus pelan puncak kepalanya. Bona termangu mendengar ucapan Eunseo. Telinganya masih sehat bukan? Ia tak salah dengar bukan? Dan yang jelas jantung Bona baik baik saja bukan sekarang?
"A-apa maksutmu?"
"Entahlah, aku juga tak tau ada apa denganku. Akhir akhir ini aku menjadi ingin selalu bertemu denganmu, jantungku akan berdetak cepat saat aku melihatmu, bahkan rasanya seperti ada kupu kupu terbang di perutku saat aku melihatmu tersenyum. Aku juga tak tau kenapa menjadi seperti ini. Aku tak tau pasti apakah aku mulai menyukaimu atau tidak. Karena disisi lain aku pun yakin jika masih sangat mencintai Sinb dan tak mau kehilangan atau melepasnya. Oleh sebab itu aku meminta kesempatan dan waktu kepadamu untuk memastikan semuanya." Bona tersenyum, kali ini senyuman Bona tulus, bukan senyuman yang penuh akan pesakitan.
Hati Bona sedikit menghangat mendengar penjelasan Eunseo. Padahal Eunseo tak sedang menyatakan cintanya kepadanya. Eunseo hanya mengungkapkan kebimbangan hatinya. Tapi itu cukup membuat Bona tersenyum. Karena setidaknya, ia bisa sedikit merebut hati Eunseo sekarang. Walau hanya sedikit dan banyak kemungkinan Eunseo akan kembali menetapkan hatinya kepada Sinb. Bona tak peduli, karena baginya kesempatan untuk memiliki hati Eunseo semakin terbuka lebar.
.
.
.
Luda tergesa masuk ke dalam ruangan Bona untuk mengantar makan siang. Tetapi saat baru membuka pintu, Luda harus dihadapkan dengan situasi yang membuat matanya ingin mengeluarkan cairan bening itu. Mendadak hatinya merasa nyeri. Bagaimana tidak? Sekarang ia sedang melihat Bona dan Eunseo berciuman. Entah siapa yang memulainya, yang jelas Luda hanya melihat mereka sedang berciuman.Hati Luda benar benar terasa hancur melihat semua itu. Padahal ia baru melihat Bona berciuman dengan Eunseo. Lalu bagaimana kabar hatinya nanti jika harus melihat Bona menikah? Apakah akan lebih sakit dari ini.
Luda kembali keluar dari ruangan Bona masih dengan membawa makanan tadi. Ia berjalan menuju rooftop butik Bona. Di rooftop itu memang didesign seperti taman. Bona sendiri yang meminta, ia bilang untuk menenangkan diri jika ia merasa suntuk dengan pekerjaannya. Dulu Luda hampir melarang untuk diberi seperti ini, tetapi sekarang sepertinya akan berubah. Luda harus berterima kasih kepada Bona atas idenya itu. Karena setidaknya taman ini berguna untuknya menenangkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
PARADOKS (Bona+Eunseo/Eunbo)
FanfictionSemua hal yang terjadi terkadang bertolak belakang dengan apa yang kita inginkan