Sudah 2 hari semenjak kejadian Bona memutuskan Seola, semua nampak baik baik saja, tetapi pada kenyataannya Bona masih memiliki rasa bersalah terhadap Seola.
Sementara Seola? Sudah 2 hari ini pula hidupnya terasa berantakan, ia menjadi tak nafsu makan, bahkan pekerjaannya pun ia biarkan begitu saja. Ia sudah seperti mayat yang berjalan tanpa nyawa. Ia juga sudah mencoba menghubungi Bona, tapi tak pernah ada jawaban. Begitu pun dengan Luda, kalau pun Luda menjawab, wanita itu akan memilih bungkam jika Seola menanyakan perihal Bona.
Karena sudah terlalu lelah dengan pikirannya tentang alasan Bona yang sangat ia butuhkan, akhirnya Seola memutuskan untuk menyusul Bona yang artinya ia harus kembali ke tempat asalnya dulu, tempat yang sudah ia coba untuk lupakan, tempat dimana ia merasakan hal yang serupa dengan yang ia rasakan saat ini.
.
.
.
Keesokan hari nya Seola benar benar berangkat untuk mencari Bona. Tepat pukul 3 sore pesawat yang Seola tumpangi telah selamat sampai di bandara. Sebelum mencari hotel untuk ia singgahi beberapa hari, Seola memutuskan untuk mencari makan terlebih dahulu. Dan tak disangka intusinya membawa Seola ke tempat itu. Ke sebuah cafe dimana dulu adalah tempat favoritnya bersama 2 sahabatnya. Tempat yang mereka gunakan untuk sekedar menghabiskan waktu, mengerjakan tugas, atau bahkan membolos jam kuliah. Saat berada di depan, Seola tak langsung masuk, ia masih berdiri sembari tersenyum mengingat hal di masa lalunya.Setelah sekitar 5 menit ia berdiri, Seola beranjak pelan memasuki cafe itu. Lalu berjalan menuju salah satu meja dimana disana sudah duduk seorang wanita yanh sedang menunduk sembari memainkan ponselnya, ya karena cafe hari ini sangat ramai dan tinggal satu tempat duduk yang kosong.
"Apakah saya boleh duduk disini nona?" Tanya Seola saat ia sudah berada di sebelah kursi kosong itu.
Deg...
Bukan bukan, itu bukan Seola yang merasakannya, tetapi wanita yang tadi diajak berbicara oleh Seola.
Wanita itu merasa sangat mengenali suara seseorang yang sedang mengajaknya berbicara, ia masih terdiam, rasa kaku menyerang dirinya saat ini, bahkan ia tak mampu hanya untuk mengangkat kepalanya.
"Hey Nona, apa kau mendengarku? Ap-"
"We-Wendy?" Belum selesai Seola berbicara, wanita itu sudah mengangkat kepalanya. Ya, dia adalah Wendy. Wanita itu Wendy. Mata mereka saling beradu sekarang, tak ada yang mau melepaskannya. Tubuh mereka seakan kaku karena kuncian dari mata masing masing. Sampai akhirnya ada seseorang yang secara tak sengaja menyenggol tubuh Seola, membuat wanita itu tersadar begitu saja.
.
.
.
"Ba-baigama kabarmu?" Tanya Seola ragu. Wendy tersenyum samar."Aku baik." Wendy tak tau apa yang ia rasakan sekarang. Dihadapannya sedang duduk seseorang yang beberapa tahun terkahir sedang ia coba lupakan, seseorang yang kenangan kebersamaannya sedang ia coba kubur dalam dalam. Tetapi belum sempat ia berhasil melakukan itu, wanita tersebut sudah muncul kembali.
Kembali membawanya melayang untuk mengingat masa lalu mereka.
"Lalu, bagaimana denganmu? Dan.. mengapa kau membawa koper seperti itu?" Wendy balik bertanya.
"Aku tidak terlalu baik." Wendy mengerutkan alisnya.
"Haha, ya akhir akhir ini hidupku tidak terlalu baik dan untuk koper ini aku baru saja datang kesini untuk mencari seseorang."
"Siapa?"
"Kekasihku, ah bukan, mungkin lebih cocok jika disebut mantan kekasihku." Seketika Wendy terasa tertohok saat ini mendengar ucapan Seola.
"Ah, jadi kekasihmu itu orang sini?" Seola hanya mengangguk.
"Lalu? Kau kesini untuk menemuinya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
PARADOKS (Bona+Eunseo/Eunbo)
FanfictionSemua hal yang terjadi terkadang bertolak belakang dengan apa yang kita inginkan