Bagian 19

1.5K 148 25
                                    

Beberapa saat kemudian Luda muncul dari ambang pintu keluar dari kamar tamu lalu berjalan untuk menuju dapur, di haus, sekalian melihat apakah makanannya sudah siap atau belum. Tetapi saat melewati ruang tv, ia melihat dua onggok manusia yang diam dengan tatapan kosongnya.

"Bona?" Tak ada sautan. Luda mengernyit.

"Seo?" Kali ini Luda mencoba menyapa Eunseo tapi nihil, sama tak ada jawaban. Akhirnya Luda hanya mengendikkan bahunya acuh dan kembali berjalan ke arah dapur. Tetapi saat akan melangkah memasuki dapur, Luda terkejut. Sama seperti Bona dan Eunseo sebelumnya. Ia benar benar terkejut bukan main melihat adegan itu. Dimana kali ini Wendy dan Seola saling mencumbu satu sama lain. Jika sebelumnya hanya ciuman biasa, sekarang lebih dari itu.

Jangan dibayangin, nanti pengen lagi hhhh.

Beringsut Luda berjalan mundur dan berbalik untuk meninggalkan dapur. Rasa hausnya sudah hilang setelah melihat itu tadi. Ingin rasanya ia mengutuk dirinya sendiri, bagaimana bisa matanya bisa ternodai dengan melihat adegan seperti itu? Hilang sudah kepolosan mata seorang Lee Luda.
.
.
.
Sekarang mereka berlima sudah duduk di meja makan. Tetapi ada yang berbeda kali ini, dan membuat Wendy sedikit heran. Karena biasanya saat mereka makan bersama, Bona dan Eunseo akan banyak bicara, ntah apa saja hal yang dibicarakan. Tapi tidak dengan sekarang, Bona dan Eunseo lebih banyak diam, bahkan terkadang melamun tiba tiba.

"Tumben sekali kalian berdua tidak ribut?" Suara Wendy sukses membuyarkan lamunan Bona dan Eunseo, ditambah Luda. Luda juga tak kalah diamnya dengan mereka. Walau memang Luda tak terlalu banyak bicara saat mereka bersama, tetapi kali ini beda, keterdiaman Luda sangat berbeda.

"H-ha?" Jawab Eunseo.

"Biasanya saat kita sedang bersama, kalian berdua akan sibuk berbicara ini itu. Kenapa sekarang jadi diam? Jadi terlihat lebih canggung." Jelas Wendy.

"A-ah ti-tidak. Hanya saja aku sedang memikirkan tawaran bermain drama dari agensiku, apakah aku harus menerimanya atau tidak." Ungkap Eunseo.

Wendy melirik Bona sekilas, paham dengan maksut lirikan Wendy, Bona menjawab.

"Aku hanya sedikit lelah dan sedang memikirkan apa yang harus aku buat besok. Y-ya, aku sedang memikirkan design yang akan kubuat."

"Ah begitu. Yasudah, begini lebih baik, lebih tenang. Terkadang aku merasa pusing sampai kepala ku terasa mau pecah mendengar kalian yang sering meributkan hal yang tidak penting." Eunseo dan Bona hanya tertawa canggung. Sementara Luda, dia sedari tadi hanya menunduk, masih membayangkan apa yang diliatnya tadi.

"Bagaimana denganmu Lu? Apakah kau masih betah bekerja dengan Bona?" Luda mengangguk.

"Iya kak, dan kurasa akan selalu begitu. Apalagi sekarang aku akan bekerja disini, di tempat kelahiranku. Aku jadi merasa lebih nyaman. Dan aku juga jadi semakin dekat dengan orang tua ku, walau memang mereka berada di kota yang berbeda sekarang."

"Ah iya, aku sampai lupa. Lalu bagaimana kabar mereka sekarang? Apakah baik baik saja?"

"Mereka baik baik saja kak sekarang."

"Syukurlah, aku sebenarnya sungguh ingin bertemu dengan orang tuamu Lu. Aku penasaran, ingin melihat seperti apa sih orang orang hebat yang sangat baik dan peduli terhadap anaknya itu." Luda tersenyum.

"Jika waktumu disini banyak, aku pasti akan membawamu kesana kak. Hanya saja, bukankah kau disini hanya beberapa hari?"

"Iya, lusa aku harus kembali kesana." Luda hanya mengangguk menanggapi.

"Wen, aku benar benar ingin bertemu dengan Irene. Apakah besok kau ada waktu?"

"Sebenarnya aku masih ada pekerjaan. Ada apa? Apakah kau membutuhkan bantuan?"

PARADOKS (Bona+Eunseo/Eunbo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang