Penantian Terindah #18

753 46 2
                                    

Sesungguhnya tak ada satu pun yang luput dari genggaman-Nya.

🍀🍀🍀

Aura tegang dan mencengkam begitu terasa di ruang tamu sebuah rumah minimalis yang terkesan elegan. Terdapat beberapa orang dengan raut wajah serius yang masih diam tanpa ada tanda-tanda akan membuka suara, yang membuat suasana tegang di ruangan itu semakin mencengkam. Bahkan ketegagan tersebut terlihat dengan jelas pada sikap mereka, kecuali seorang pria yang sejak tadi masih dengan ketenangannya menatap mereka dengan tatapan dingin dan datarnya.

"Ekhem, jadi adakah yang bisa menjelaskan maksud dari semua ini dan juga maksud kedatangan mendadak om Alan dan tante Shofi yang tidak biasa?" interupsi pria muda yang membuat kaget kedua orang paruh baya yang hanya diam sejak masuk di ruangan itu.

Pria yang tak lain adalah Alby masih menatap pada semua orang dengan tatapan dinginnya karena sejak tadi tidak ada satu orang pun yang membuka suara. Dia bahkan menghiraukan sebuah tatapan tajam penuh peringatan yang di berikan oleh Nadia, ibundanya. Oh ayolah, dia rela meninggalkan pekerjaan kantor yang sedang banyak-banayaknya setelah mendapat kabar kedatangan mendadak mereka yang katanya ingin membahas sebuah hal penting. Namun hingga detik ini tidak ada satu orang pun yang mau membuka suara.

"Ekhmm, baiklah. Izinkan om untuk memulainya." kata Alan setengah gugup.

Alan adalah adik dari Nadia, bunda Alby. Meskipun mereka tidak terlahir dari rahim yang sama, tapi Nadia tetap senang, menyayangi dan bangga memiliki adik seperti Alan. Dia adalah laki-laki pertama yang akan selalu membelanya setelah Haidar, kakek Alby wafat dan kejadian buruk menimpanya. Bahkan di saat Safira, ibu tirinya sendiri mengusirnya dari rumah.

"Sebelumnya om mau minta maaf pada kalian semua, terutama pada mbak Nadia atas semua kesalahan yang pernah om lakukan baik di sengaja atau tidak." kata Alan menatap Nadia dengan raut wajah menyesal.

"Sebentar, dari tadi aku perhatikan sikap kamu aneh sekali. Sebenarnya ada masalah apa sih, Dek." sergah Nadia pada adiknya.

"Bener kata Nadia, kamu nggak biasanya kayak gini loh, Lan." timpal Azzam, suami Nadia membenarkan.

"Jadi begini Mas, Mbak, maksud kedatangan kami kemari adalah__" kata Shofi yang terpotong oleh ucapan Nesha, anaknya.

"Ck, lama, Mih. Biar Nesha aja yang ngomong." kata Nesha yang mulai bosan.

Suasana yang tegang sedikit menghilang karena tingkah Nesha yang nggak pernah diam dan seenaknya saja. Bahkan dia tidak mengindahkan peringatan yang di berikan oleh ibunya. Keluarga Azzam sangat tau betul bagaimana sikap Nesha yang jauh dari kata anggun. Jadi Azzam dan Nadia hanya bisa geleng kepala karena melihat kelakuan keponakannya yang sudah di anggap sebagai putrinya sendiri.

"Ck, ternyata sikap kamu nggak pernah berubah yah, Ucil." kata Alfian dengan nada mengejek.

"Bang Fian ! Aku bukan kurcaci !" kata Nesha bersungut-sungut. Sedangkan Alfian sudah tergelak melihat wajah cemberut adik sepupunya.

"Aunty, Nad. Lihat abang." kata Nesha merajuk.

"Pengadu!"

"Biarin."

"Dasar, Ucil!"

Sebuah peringatan tegas yang berasal dari Alby menghentikan perdebatan tidak penting antara Nesha dan Alfian, yang baru saja Nesha akan membalas ucapan Alfian.

"Jadi? ... Bisa di lanjutkan?" kata Alby to the point, karena memang Alby tidak suka basa-basi.

Samar-samar Nesha melirik ke arah Alby yang tetap pada sikap dinginnya. Kemudian menghirup nafas panjang dan menghembuskan secara perlahan sebelum melanjutkan penjelasannya yang sempat tertunda oleh sikap jahil Alfian.

Penantian Terindah ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang