Ketika usaha telah mencapai batas, hanya kepada-Nyalah tempat memasrahkan segalanya.
🌸🌸🌸
Suasana langit sore pada hari itu mengantarkan segala duka lara di sebuah tempat berakhirnya semua kenangan. Terlihat disana masih terdapat beberapa orang berpakaian serba hitam yang tengah berkumpul mengelilingi gundukan tanah yang masih basah.
Terlihat begitu dalam luka yang di terima oleh seorang wanita paruh baya yang baru saja berdiri dari sebuah makam yang masih baru. Dia menghela nafas panjang, sebelum menatap beberapa orang yang juga baru saja berdiri dari sebuah makam yang lain.
"Mbak Nadia, Mbak Asma, Saya mohon maafkan kesalahan Marissa, terutama pada Mbak Asma. Saya merasa telah gagal menjadi orang tua dan gara-gara putri Saya, putri Mbak__."
"Syuttt... Semuanya sudah terjadi. Saya sudah memaafkan kesalahan putri Mbak. Mungkin ini adalah jalan terbaik dari Allah untuk Aulia." kata Asma dengan mata yang berkaca-kaca.
Mendengar perkataan tulus dari Asma membuat wanita tadi menangis dan memeluk erat Asma. Sedangkan Asma hanya bisa menenangkan dan sesekali mengusap air matanya yang mengalir.
"Mbak Nadia Aku__."
"Semua sudah terjadi, Kita do'akan saja agar Mama tenang di sisi-Nya."
"Aku sungguh tidak menyangka kalau Mama akan melakukan perbuatan sekeji ini, Aku mohon maafkan kesalahan Mamaku, Mbak."
"Dek, Mamamu adalah Mamaku juga. Meskipun Aku tidak terlahir dari rahimnya, tapi Dia juga adalah sosok Ibu yang telah membesarkanku."
Sebuah tangis duka dan haru di rasakan oleh ketiga keluarga besar yang telah di tinggal oleh salah satu anggota keluarga mereka. Keluarga Marissa yang kehilangan putri semata wayangnya, serta keluarga Ivander yang kehilangan sosok ibu mereka.
Yah, kecelakaan waktu itu memang di sebabkan oleh sebuah rencana dari Marissa dan Safira yang memiliki dendam pada Aulia. Tetapi naasnya, Safira yang waktu itu kabur dari penjara harus berakhir dengan meregang nyawa di tempat kejadian kecelakaan. Sedangkan Marissa hanya bisa bertahan selama dua hari setelah di nyatakan kritis, karena luka berat yang di alaminya.
Semua orang perlahan meninggalkan tempat pemakaman tersebut, kini hanya menyisakan beberapa orang dan seorang pria yang tengah menatap sebuah makam baru dengan tatapan kosong. Pria itu perlahan mengusap sayang sebuah batu nisan bertuliskan nama seseorang yang sangat berarti baginya.
Sedangkan di belakangnya telah berdiri keluarga Fahreza, bersama beberapa orang dari anggota keluarga Mumtaza.
"Kenapa Aku mengetahuinya setelah Kamu pergi ?"
"Al...?" panggil Fikri yang merasa prihatin.
"Aku begitu bodoh, karena di butakan oleh amarah. Kenapa Aku tidak menyadari perubahan dan sikapnya waktu itu?"
"Dia begitu pandai menutupi segala kesedihan dan masalah yang di deritanya. Bahkan Kami baru tahu kalau selama ini Dia mengidap sebuah penyakit berbahaya. Mungkin ... ini adalah jalan terbaik untuknya." kata Asma berlinang air mata.
"Tante?"
"Ah, maaf Nak Alby. Aulia ... Dia, gadis yang luar biasa dan Saya harap Nak Alby bisa mengikhlaskannya."
Sebuah perkataan yang berhasil menghantam perasaan Alby. Dia masih tidak menyangka jika ini adalah akhir dari segalanya. Berulang kali Dia menyangkal hal tersebut, tapi semuanya sungguh nyata. Hingga Dia menghela nafas panjang sebelum menjawab perkataan Asma -ibu Aulia- yang sangat berat baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penantian Terindah ✅
SpiritualHidup dengan sebuah masa lalu yang kelam memang bukanlah pilihan. Namun, bukan berarti kita tidak bisa meraih masa depan yang indah dan penuh kebahagiaan. Meskipun banyak rintangan yang menghadang, bukan berarti kita menyerah pada keadaan. Cukup ikh...