Penantian Terindah #21

695 41 0
                                    


لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ 

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 286)

🌱🌱🌱

Nyatanya Allah yang lebih tahu akhir dari sebuah takdir seorang hamba. Namun, entah mengapa semua yang terjadi tidak ada yang bisa membuat hati ini merasa tenang.

Masih teringat dalam benakku kejadian makan malam waktu itu. Dimana aku sudah sangat bersyukur, karena sebuah ungkapan yang membuat perjodohanku dengan Aulia di batalkan. Sebenarnya bukan benar-benar di batalkan karena yang aku lihat saat aku datang adalah keadaan kacau Aulia yang tiba-tiba pergi serta tante Asma yang histeris di pelukan suaminya. Tetapi semua rasa tenang yang aku rasakan waktu itu adalah hanya sebuah kamuflase. Karena pada kenyataannya perjodohan itu masih tetap terlaksana, namun dengan gadis yang berbeda. Sungguh, jika dapat memilih, aku ingin menjadi anak bungsu di keluarga Fahreza. Karena semua kejadian ini sungguh konyol sekali.

Tok Tok Tok

"Masuk!"

"Selamat siang, Mas Al__ hmm, maksud saya Pak Alby." kata Sinta yang baru saja masuk ke ruanganku.

Aku hanya melirik sekilas pada gadis yang beberapa hari ini selalu menghancurkan hari-hariku. 'Ya Rabb, dari sekian banyak wanita di dunia ini. Kenapa harus gadis aneh ini yang menjadi pengganti.' batinku.

"Maaf, Pak Alby, ini ada titipan dari eyang buat, Bapak." katanya dengan nada yang dibuat-buat.

"Terima kasih, kamu taruh saja di samping sofa." kataku padanya.

Aku memijat pelipisku yang entah kenapa tiba-tiba saja kepalaku terasa pusing. Sungguh, laporan yang harus segera aku selesaikan ini padahal tidak sebanyak biasanya. Namun semua itu bisa membuatku begitu frustrasi, di tambah lagi dengan masalah pernikahan yang akan berlangsung beberapa minggu kedepan.

Aku menghela nafas panjang menyandarkan tubuhku pada sandaran kursi dengan mata terpejam, berusaha menenangkan hati dan pikiranku yang gundah, mengacuhkan Sinta yang masih ada di ruanganku. Biarlah aku terlihat buruk di depannya. Toh bagus jika dia tau sikapku, bahkan jika dia berniat untuk membatalkan pernikahan ini. Karena jujur aku tidak berharap lebih tentang pernikahan ini.

Terlalu sibuk dengan pikiranku yang terus bercabang, kurasakan sebuah tangan telah memijat pelan keningku. Sadar akan posisi dan tempatku, sontak aku membuka mata lalu bangkit menjauh dari kursi ternyamanku.

"Apa yang kamu lakukan, Sinta!" kataku pada Sinta yang dengan lancang menyentuhku.

"Maaf, Mas. Sinta hanya ingin membantu Mas Alby. Karena Sinta tau Mas Alby sedang pusing." katanya dengan suara yang dibuat-buat.

Sungguh, jika aku tidak ingat dengan wasiat kakek, sudah kupastikan dia akan menyesal dengan perbuatannya. Yah, meskipun dia adalah calon istriku, tetapi seharusnya dia juga tahu tentang batasannya. Karena biar bagaimana pun dia belum sah sampai hari itu tiba.

"Baiklah aku memaafkanmu dan sekarang aku minta kamu tinggalkan aku sendiri." kataku berusaha untuk tidak menyinggung perasaannya.

"Yasudah, terima kasih, Mas Alby. Sinta keluar dulu, yah. Sampai jumpa nanti." katanya lalu melenggang pergi.

Aku hanya menatap datar kepergiannya. 'Ya Rabb, berilah kelapangan hati pada hamba-Mu ini.' kataku dalam hati, sambil memijat keningku pelan.

Andai waktu dapat di putar ulang. Ingin rasanya aku kabur dari acara makan malam waktu itu.

Flashback on

Penantian Terindah ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang