26

4K 327 4
                                    

Lelaki itu marah, marah besar padanya. Lisa bisa merasakannya dari suasana pagi itu, ketika mereka bersiap-siap berangkat ke kantor.

Semalaman Lisa tidak bisa tidur, dan Lisa yakin Jungkook juga tidak tidur, karena lelaki itu bergerak dengan gelisah sepanjang malam. Suasana tegang di waktu sarapan pagi itu terasa seperti kawat berduri yang direntangkan, siap putus dan melukainya.

Ia tidak menyukai suasAna seperti ini, lebih baik Jungkook meledak- ledak marah seperti kemarin, setidaknya semua kemarahannya terlampiaskan, tidak seperti sekarang.

Lelaki itu murka, tetapi menyimpannya sehingga membuat seluruh dirinya tegang dari ujung rambut sampai ujung kaki,

"Kita berangkat bersama," desis Jungkook setelah membanting serbet makannya ke meja.

Tangan Lisa yang menyuapkan roti ke mulutnya berhenti di tengah- tengah, "Apa ?"

"Kita berangkat bersama-sama," ulang Jungkook datar. "Tapi...."

"Tidak ada tapi Lisa," sela Jungkook kasar lalu berdiri dengan marah ke pintu, "Ayo cepat" Dengan gusar lelaki itu membukakan pintu mobil buat Lisa, dan membantingnya ketika Lisa sudah duduk di kursi, tanpa dapat membantah, tanpa dapat memberikan perlawAnan.

Sepanjang jalan, lelaki itu menyetir dengan sangat kasar, seolah-olah melampiaskan kemarahannya. Lisa hanya duduk berdiam, tidak mau melakukan apapun yang dapat memancing kemarahan Jungkook.

"Nanti kau pulang denganku! Kau dengar itu?? Kau datang ke ruanganku setelah jam kantor, kita pulang bersama!!" gumam Jungkook tanpa mau dibantah ketika menurunkan Lisa di lobby kantor.

Hari ini berlalu dengan amat lambat bagi Lisa, perasaannya tidak enak, sampai kapan Jungkook akan marah padanya? Sampai kapan Jungkook akan bersikap seperti ini kepadanya? Dia tahu dia bersalah, tapi dia kan sudah meminta maaf? Lagipula kenapa permasalahan kecil semacam ini begitu dibesar-besarkan oleh Jungkook?

Pemikiran itu masih berkecamuk di kepalanya ketika keluar dari lift yang mengantarkannya ke ruangan pribadi CEO perusahaan.

Sebenarnya Lisa tadi bermaksud pulang sendiri dan mampir ke rumah Sakit menengok Taehyung, memanfaatkan waktu bebasnya yang dijanjikan oleh Jungkook pada waktu perjanjian awal mereka, Tapi dengan ancaman Jungkook tadi pagi, Lisa tidak punya pilihan lain selain menuruti permintaan Jungkook untuk menemuinya di ruangan- nya sepulang kerja.

Meja sekertaris Jungkook sudah kosong, dengan pelan Lisa me- langkah ke pintu besar ruangan Jungkook, mengetuknya pelan.

"Masuk" Sebuah suara mempersilahkannya daridalam. Lisa masuk dan menutup pintu di belakangnya, ketika membalikkan badannyadia terpaku.

Bukan Jungkook yang ada di sana, tetapi Suga, lelaki itu sedang duduk santai di sofa, menyesap segelas brendy, menatap Lisa dengan penilaian santai yang sedikit kurang ajar.

"Mr. Jungkook menyuruh saya kesini jam pulang kantor," jelas Lisa terbata.

Suga tersenyum, masih duduk santai di sofa sambil menatap brendynya yang tinggal seperempat gelas. "Aku tahu, Jungkook menyuruhku menunggumu di sini, dia sedang menemui tamu penting dari Jerman di ruang meeting."

"Oh-" Lisa tidak tahu harus berkata apa, suasAna terasa sangat canggung. Entah karena Lisa memang tidak kenal dekat dengan Suga, atau karena sikap santai palsu yang ditunjukkan Suga, "Kalau begitu mungkin saya akan menunggu diluar saja," gumam Lisa cepat-cepat, ingin segera meninggalkan ruangan itu.

"Bagaimana rasanya?"

Pertanyaan tiba-tiba Suga itu menghentikan gerakan tangan Lisa membuka handle pintu. "Apa?"

"Bagaimana rasanya menjadi wanita simpanan taipan kaya seperti Jungkook?" Suga bangkit berdiri dari sofa dan menghampiri Lisa.

Lisa tidak suka mendengar nada melecehkan dalam suara Suga, dia ingin segera keluar dari ruangan ini, "Eh, mungkin saya harus menunggu di luar," Lisa berhasil membuka pintu sedikit, tapi dengan lengannya Suga mendorong pintu itu tertutup lagi.

"Aku bertanya padamu tuan putri," ulang Suga sinis.

Lisa menatap Suga tajam, "Saya tidak akan membiarkan anda merendahkan saya," desisnya pelan.

Ucapan itu membuat Suga tertawa, penuh penghinaan. "Merendah- kan katamu? bukannya kau yang datang merangkak meminta dijadi- kan pelacur oleh Jungkook?" ejeknya kasar, lalu mencekal lengan Lisa tak kalah kasar, tak peduli Lisa mulai meronta-ronta. "Kau adalah wanita paling rendah, paling murahan yang pernah kukenal, kau mungkin berhasil merayu Jungkook dengan tubuhmu," Suga menyeringai sinis, "Tak kusangka Jungkook bisa bertekuk lutut pada perempuan sepertimu, tapi kau tentu sudah tahu kan? Jungkook terbiasa dikelilingi perempuan-perempuan dewasa yang berpengalaman, jadi citra polos dan kekAnak-kAnakanmu tentu saja menjadi hal baru yang menyegarkan untuknya."

"Anda salah ! Saya tidak begitu," Lisa berusaha menyela, berusaha melepaskan diri dari cekalan tangan Suga, tapi genggaman lelaki itu seperti capit besi, dan dari napasnya yang berbau brendy, sepertinya lelaki itu setengah mabuk.

"Kau tidak bisa membohongiku pelacur cilik!!" Suga menggeram pelan, "Meski dulu aku terpaksa membuatkan kontrak tiga ratus juta yang konyol itu, jangan kira aku akan membiarkanmu menyetir Jungkook untuk membuat kekonyolan lain yang merugikannya!"

"Anda salah paham!!"

Lisa setengah berteriak, semakin meronta dari cengkeraman Suga yang sangat keras.

"Kau pelacur cilik yang menjual tubuhmu seharga tiga ratus juta," Suga mulai merapat ke tubuh Lisa, " Aku mulai bertanya-tanya, apakah hargamu sepadan dengan pelayAnanmu??"

"Tidaaak !!! Lepaskan saya !!!"

Lisa mulai berteriak membabi buta, berusaha melepaskan diri dari Suga yang semakin gelap mata.

Lelaki itu mencengkeramnya kuat, mendorongnya ke tembok dan berusaha menciumnya dengan kasar.

Lisa meronta membabi buta, berusaha menghindari ciuman itu sekuat tenaga, memalingkan kepalanya seperti orang gila, dia tak mau disentuh Suga, dia tidak mau!

Jungkook !!! Jungkook !!! Tolong aku !!!

.

.


.


A Romantic Story About LalisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang