Sekarang udah dua bulanan dari acara tunangannya Sang-Yeon sama Ji-Ae.
Sang-Yeon udah selesai sidang, urusannya di Tokyo juga udah kelar semua tinggal wisuda aja di kampusnya sendiri.
Sembari ngisi waktu luang, Sang-Yeon diminta ayahnya ngurus perusahaan akuisisi punya ayahnya Hyun-Joon yang atas nama Ji-Ae.
Jadilah mereka hampir tiap hari ketemuan di kantor. Harusnya Ji-Ae ngurus perusahaan satunya yang masih atas nama ibunya, tapi berhubung Sang-Yeon kadang ga ngerti beberapa hal karena bukan kuliah bisnis, jadi minta tolong ke Ji-Ae.
Sang-Yeon yang dulu bukanlah yang sekarang kalau kata Young-Hoon mah.
Sibuk.
Soalnya Young-Hoon juga ngerasain.
Kayak kaget gitu loh. Kuliahnya jurusan apa, ga pernah belajar bisnis-bisnisan, taunya ujung-ujungnya di situlah mereka.
"Sang-Yeon? Makan siang dulu."
Kepala Ji-Ae muncul dari pintu ruang kerja Sang-Yeon. Biasanya ada sekretaris ayahnya yang jaga di situ, cuma lagi dibawa ke Australia seminggu sama ayahnya.
Sang-Yeon ngangguk-angguk aja, masih belum liat kehadiran Ji-Ae.
Ji-Ae juga sadar banget kalau dalam waktu singkat ini Sang-Yeon jadi beda banget. Keliatan capeknya.
Biasanya di kelas cekikikan ngeracik bahan kimia, sekarang dikasih berkas segunung. Botak lama-lama.
Jadilah Ji-Ae masuk dan duduk di hadapan Sang-Yeon. Liatin dia yang serius baca-baca berkasnya, sesekali tanda tangan atau nulis note karena ada detil yang kurang.
Anteng banget. Ganteng juga padahal cuma pakai kemeja hitam. Dia ga mau pakai dasi apalagi jas, kecuali ada meeting.
"Sang-Yeon?"
"Iya, Kak."
Masih ga noleh.
Sampai akhirnya Ji-Ae pegang tangan Sang-Yeon, dan dia noleh. Mereka berdua tatap-tatapan cukup lama.
"Makan, yuk?"
Kalau udah kayak gini, selalu, Sang-Yeon ga bisa nolak Ji-Ae. Dia ketawa, naruh pulpennya terus gantian genggam kedua tangan tunangannya itu.
Ketawa aja ganteng, pikir Ji-Ae. "Aku nyebelin banget ya, Kak?"
Ji-Ae denger hal itu jadi ikutan ketawa. "Engga ... lucu aja biasa liat kamu petakilan di kelas sekarang beneran jadi bos super sibuk yang ga akan makan kalau ga disuapin."
"Aku ga pernah minta suapin, ya," kata Sang-Yeon, ga terima.
"Iya-iya ...." bilangnya sih iya, tapi muka Ji-Ae masih ngeledek. "Mau makan ke kantin apa pesen ke sini?"
"Pesen aja kali, ya? Ini beneran masih banyak, Kak, nanti aku ga keburu nyamperin Chan-Hee."
Engga, Ji-Ae ga marah kok Sang-Yeon hampir setiap hari datengin Chan-Hee.
Ji-Ae tau gimana perasaan Chan-Hee. Udah hampir tiga bulan ga ada kepastian. Chan-Hee jadi kayak orang sakit.
"Masih belum sadar, ya?" tanya Ji-Ae.
Sang-Yeon ngangguk. "Udah dua kali pihak rumah sakit saranin alat medisnya untuk dilepas dan ikhlasin Hiichan karena ga ada yang bisa dilakuin lagi.
"Tapi Chan-Hee ga mau. Sampai Bunda nangis minta Chan-Hee kasih tau orangtua Hiichan yang sebenernya, dia tetep ga mau. Dia udah janji sama ayahnya Hiichan bakal terus jagain anaknya."
Sang-Yeon selalu hampir nangis kalau inget sedihnya Chan-Hee. Dia keluar kalau ke kampus sama ngambil baju ganti aja ke rumah, sisa waktunya selalu dihabisin di rumah sakit.
Rumah sakit udah jadi kayak rumahnya sendiri.
Ji-Ae muterin meja Sang-Yeon, duduk di meja tepat di hadapannya. "Semuanya bakal baik-baik aja. Chan-Hee orang baik, pasti doanya cepat atau lambat didenger Tuhan."
Sang-Yeon ngangguk. Dia diem aja nerima perlakuan Ji-Ae yang sekarang lagi ngehapus air matanya.
Dan Sang-Yeon perlahan kikis jarak di antara mereka, ngasih Ji-Ae ciuman manis yang dari dulu selalu dia impiin.
0o0
Selalu sepi, apalagi kalau udah malem begini. Jam nunjukkin pukul sebelas dan Chan-Hee masih sibuk sama laptopnya. Kacamata bacanya masih setia dipakai.
Tadi Sang-Yeon dateng jam delapan, minta maaf karena telat dateng. Sebenernya Chan-Hee ga pernah minta ditemenin Sang-Yeon, tapi namanya si kakak sayang sama adeknya.
Jadilah Sang-Yeon ikutan nginep, beruntung tadi Ji-Ae jadinya bantuin dia ngecek berkas jadi tugasnya Sang-Yeon cuma tanda tangan sama kasih note aja.
Sang-Yeon juga bawain Chan-Hee makanan, soalnya kalau ga gitu kadang dia lupa makan atau baru makan nanti tengah malem beli di kantin.
Chan-Hee diem sebentar, ngerenggangin badan sembari minum. Udah hampir selesai tugasnya. Dia noleh ke Sang-Yeon yang pules tidur di sofa satunya.
Lanjut ngerjain lagi, ada kali setengah jam sampai dia bener-bener matiin laptopnya.
Sekarang Chan-Hee pindah duduk di sebelah Hitomi, kebiasaan dia kalau malem ga bisa tidur ngajak ngobrol Hitomi.
Segala hal dia ceritain, seolah Hitomi bisa denger semuanya.
Secapek apa pun Chan-Hee di kampus atau ngerjain tugas, dia tetep ga bisa tidur jam segini. Pasti tidurnya kisaran jam satu atau dua. Mulai insomnia.
Tapi Chan-Hee rasanya udah ga punya tenaga hari ini. Selain ngerjain tugasnya sendiri, dia juga harus ngerjain tugasnya Hitomi.
Hitomi jadinya diurus untuk pertukaran pelajar ke kampus Chan-Hee. Sang-Yeon yang minta tolong Kevin. Selain itu selama hampir tiga bulan ini dia didaftarin ke kelas online dan Chan-Hee yang ngerjain semuanya, dibantuin Young-Hoon.
Iya, setelah diskusi panjang sama Sang-Yeon akhirnya temen-temen yang lain dikasih tau tentang Hitomi koma, tapi ga bilang itu semua karena ditembak.
Semua hal yang bisa Chan-Hee lakuin bakal dia lakuin demi Hitomi.
Chan-Hee naruh kepalanya di atas kasur, pejamin mata buat istirahat sebentar. Dia ga ngantuk tapi berasanya capek banget.
Satu tangannya megang tangan Hitomi. Mungkin saking capeknya kali ya, akhirnya Chan-Hee ketiduran.
Di saat itu, jemari Hitomi perlahan gerak.
Satu gerakan kecil kayak gitu aja langsung bikin Chan-Hee sadar lagi. Dia duduk diem ngeliatin tangannya Hitomi, mastiin kalau yang tadi bukan mimpi.
Sampai dia liat mata Hitomi perlahan kebuka. Chan-Hee ga tau lagi gimana perasaannya saat ini.
"Sayang? Sayang??"
Hitomi ngerespons, dia natap Chan-Hee agak lama. Wajahnya ketutupan alat pernapasan tapi Chan-Hee tau kalau Hitomi senyum kecil ke dia.
"Bentar ya, ini Kakak panggil susternya."
Chan-Hee mencet tombol panggilan di samping bed.
Malem ini semua beban Chan-Hee kayak langsung lepas. Rasa capek dia beberapa bulan terakhir sirna begitu aja.
"Jantungnya sehat, napasnya juga mulai teratur. Mungkin beberapa bagian tubuhnya harus sering digerakin karena tidur hampir tiga bulan. Ini keajaiban."
Satu kata keajaiban dari dokter bikin Chan-Hee yang tadinya ga mau nangis jadi nangis di depan Hitomi.
"Kak ...?" panggilnya. Masker oksigennya udah dibuka. Suaranya serak, hampir ga kedengeran.
"Iya, Sayang? Kakak di sini, kamu mau apa?"
Hitomi ga ngomong apa-apa, dia cuma coba genggam balik tangannya Chan-Hee.
Untuk pertama kalinya lagi setelah sekian lama, kayaknya Chan-Hee bisa tidur nyenyak malem ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Life Is Not Only Yours (Book 2) || The Boyz
FanfictionLiving as a normal people isn't important anymore. You should only live your life well, full of love and happiness. The Boyz with other idols. BxB September 5 -