[34]

976 145 7
                                    

Yang bisa Ju-Yeon liat di sini adalah interior rumah yang memberi kesan nyaman. Ju-Yeon ga pernah nyangka kalau di kota kayak Seoul ini bisa ada rumah yang senyaman ini.

Atau karena kehadiran orang itu yang bikin Ju-Yeon nyaman?

Bisa jadi. Bisa juga bukan karena itu.

"Ju, jangan ngelamun nanti kamu jalannya nabrak."

Suara manis yang jadi familiar di telinga Ju-Yeon itu bikin Ju-Yeon sadar dan ga ngelamun lagi. "Eh? Iya, maaf."

Kaki Ju-Yeon sampai di deretan foto deket tivi. Si cantik tadi ninggalin Ju-Yeon sendiri dan lebih milih untuk buatin dia minum.

Cukup banyak foto, tapi ya cuma fotonya aja. Ju-Yeon hampir ga liat sama sekali ada foto keluarga dipajang di situ.

Lalu ketemu satu, di paling ujung. Foto agak lama, keliatan dari warnanya yang kusam dan pudar.

Ada ayah, ibu, anak perempuan yang lebih tinggi dari anak laki-laki dan bayi di gendongan ibunya.

"Kak Sia, aku pulang—eh, ada tamu."

Yang dateng adalah seorang laki-laki, mungkin umurnya ga beda jauh sama Ju-Yeon. Rambutnya cokelat, dan entah kenapa Ju-Yeon kayak ga asing sama dia.

Perasaan yang sama kayak Ju-Yeon ke Sia. Atau jangan-jangan ....

"Ju-Yeon, inget Yun-Ho?"

Ju-Yeon dan Yun-Ho, dua-duanya kaget, tapi beda konteks.

"Kak Sia, ini ... Kak Ju-Yeon?"

Justru yang respons duluan adalah Yun-Ho. Bahkan sampai dia meluk Ju-Yeon, Ju-Yeon sendiri ga inget siapa dia. Cuma punya perasaan familiar dan nyaman.

He feels like home.

"Ini Yun-Ho, Kak. Kakak ga inget?"

Yun-Ho yang lebih tinggi sedikit dari Ju-Yeon masih natap orang yang dia panggil kakak.

"Ju-Yeon kena dampak paling parah, dia ga inget punya saudara, Ho, dia ingetnya jadi anak tunggal."

Suara-suara di luar kepalanya ga bisa Ju-Yeon denger. Terlalu banyak informasi baru yang Ju-Yeon dapet.

Hyun-Jae dari dulu selalu nemenin Ju-Yeon konsul, tapi Hyun-Jae ga tau akar masalah apa yang ada di kepala Ju-Yeon.

Bahkan Ju-Yeon sendiri pun ga tau kalau masalah utama dia adalah hilang ingatan. Trauma adalah efek dari sebagian kecil ingatan yang masih bisa dia inget.

Ju-Yeon takut sama orangtuanya. Dia adalah anak yang sering jadi saksi gimana orangtuanya selalu berantem, saling melukai.

Itu penyebab utama traumanya Ju-Yeon.

"Jangan dipaksa, ya? Pelan-pelan nanti kamu bakal inget sendiri." Sia megang tangan Ju-Yeon.

Jadi jelas kan siapa perempuan yang Hyun-Jae liat cium pipi Ju-Yeon di kantor?

Dan tiba-tiba air mata Ju-Yeon turun ke pipinya. Kapan mulai nangis dia ga tau. Ju-Yeon saat ini kayak cuma raganya aja yang di sini. Jiwanya, pikirannya ga tau lagi ke mana.

Dia nerawang masa lalunya. Tapi yang dia inget ya yang selama ini dia lalui aja. Hidup sama kakek nenek di kampung, ayah ibunya meninggal. Dia anak tunggal.

Kenapa ingatan Ju-Yeon bisa beda jauh sama kenyataannya?

"Yun-Ho, ajak Ju-Yeon ke kamar kamu, ya. Tapi jangan diajak ngobrol yang berat-berat."

Sia senyum sebelum akhirnya ninggalin dua adiknya ini.

Yun-Ho natap Ju-Yeon yang lagi ngelamun.

Life Is Not Only Yours (Book 2) || The BoyzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang