[53]

1K 139 12
                                        

Agak konyol sebenernya keadaan saat ini. Ju-Yeon sibuk nyuapin Hyun-Jae dengan keadaan tangannya yang diinfus dan jangan lupa baju rumah sakit yang kembaran sama Hyun-Jae.

Ini namanya orang sakit ngurusin orang yang lebih sakit.

Beberapa hari terakhir Ju-Yeon sama Hyun-Jae banyak sharing tentang trauma mereka, dan ini lebih dalam dari sebelumnya.

Mereka berusaha bener-bener terbuka satu sama lain, tapi sulit.

Contohnya Hyun-Jae yang bakal langsung pusing kalau terlalu maksa inget masa lalunya dan Ju-Yeon yang pasti bakalan kambuh sesek napasnya kalau terlalu ketakutan.

Tapi pelan-pelan, mereka bisa.

Hyun-Jae udah agak mendingan. Mungkin karena traumanya diatasi dan barengan sama Ju-Yeon juga, hal tersebut berpengaruh ke kesehatan fisiknya.

Dia udah jarang mimisan, wajahnya juga tampak lebih seger walaupun berat badan Hyun-Jae ga bisa naik karena makannya ga banyak.

Ju-Yeon keliatan sehat-sehat aja karena yang lagi diobatin mentalnya, bukan fisiknya.

"Kita jadi kayak tokoh film yang dua-duanya berjuang di rumah sakit itu loh, Ju."

Ju-Yeon ketawa kecil denger omongannya Hyun-Jae.

Ada satu film yang pernah Hyun-Jae tonton bareng Kevin, tentang dua orang yang ketemu di rumah sakit dan saling jatuh cinta tapi ga boleh berdekatan karena penyakit mereka.

Dua orang itu sama-sama berjuang, persis mereka berdua.

"Makan yang banyak, Sayang. Aku kangen cubitin pipimu."

Ju-Yeon ngelap saus yang ada di bibir Hyun-Jae, senyum manis karena bersyukur masih bisa liat wajah Hyun-Jae sampai detik ini.

Makanannya udah habis. Ju-Yeon sekarang sibuk beresin piring dan atur posisi lipatan mejanya lagi.

Udah selesai semua, Ju-Yeon balik duduk di samping bed.

Posisi Hyun-Jae masih semi duduk, mungkin sekitar setengah jam baru bisa direbahin lagi posisinya.

"Ju-Yeon."

"Iya, Sayang?"

Ju-Yeon genggam tangan Hyun-Jae tanpa diminta.

Sensasi nyaman dan hangat saat kulit mereka saling bersentuhan, keduanya kangen momen-momen kayak gini.

"Maaf."

Satu ucapan maaf dari Hyun-Jae bikin Ju-Yeon ngerutin keningnya. "Maaf kenapa?"

"Kamu jadi banyak pikiran dan ikut sakit lagi kayak gini sampai harus terapi, padahal trauma kamu udah mendingan beberapa bulan terakhir."

Tangan Ju-Yeon ngangkat jemarinya Hyun-Jae. Dia cium penuh perasaan.

Beda sama Hyun-Jae, tangan Ju-Yeon besar banget kalau dibandingin sama tangannya. Hyun-Jae suka banget tiap ngebandingin ukuran tangan mereka. Hyun-Jae merasa aman dan terlindungi, entah kenapa.

"Engga, ini bukan salah siapa-siapa," kata Ju-Yeon. "Traumaku emang harus segera disembuhin, dan mungkin sekarang waktunya."

Progres Ju-Yeon lebih keliatan daripada Hyun-Jae. Sekarang Ju-Yeon udah mau interaksi dan kontakan sama psikiater perempuan, diseling sama yang laki-laki.

Mood Ju-Yeon juga terpantau bagus.

Justru Hyun-Jae yang agak sulit. Ternyata dirinya sendiri pun ga sadar kalau traumanya cukup parah.

Hyun-Jae bahkan teriak histeris waktu pertama kali liat Yun-Ho. Psikiater yang nanganin Hyun-Jae mau dia sama Yun-Ho ngobrol, tapi Hyun-Jae masih belum sanggup.

Life Is Not Only Yours (Book 2) || The BoyzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang