AUTHOR POV
Selesai mengantar Tiara pulang ke rumah, Aldean kembali menancapkan gasnya menuju suatu tempat. Pikiran pria itu semakin tidak karuan. Namun bukan ke kediaman Ricky arah perjalanan kendaraannya.
Tibalah dia di rumah sakit yang cukup terkenal di daerah Jakarta Barat. Para pasien di sana dirawat bukan karena kondisi fisiknya yang butuh perawatan, melainkan psikisnya yang bermasalah. Ya, pria itu sedang berada di rumah sakit jiwa.
Apa yang dilakukannya di sana?
Selesai memarkirkan mobilnya, Aldean berjalan memasuki pelataran rumah sakit itu. Seolah sudah hafal area di rumah sakit ini, pria itu masuk ke dalam ruangan dan bicara sebentar kepada seorang wanita. Kemudian wanita itu keluar ruangan seperti ingin menemui seseorang.
Tidak berapa lama, wanita muda yang diketahui adalah suster rumah sakit itu datang sambil mendorong sebuah kursi roda dimana ada wanita paruh baya tengah duduk di sana. Suster itu kemudian menyerahkannya kepada pria yang berada di depannya itu.
"Terimakasih Suster" ujar pria itu.
"Sama sama pak" ucapnya sambil tersenyum.
Aldean kemudian mendorong kursi roda di depannya ke arah taman yang tidak jauh dari tempat dia berada sebelumnya. Pilihannya jatuh pada kursi santai yang berada di pojok taman.
Setelah sampai, Aldean memastikan bahwa kursi roda itu cukup aman berhenti di sana. Pria itu berdiri di depan wanita paruh baya lalu memposisikan dirinya agar sejajar dengan wanita di hadapannya.
"Sore Ma, Mama apa kabar?" Aldean meraih tangan wanita itu lalu dikecupnya perlahan. Setelah itu dikecupnya kening wanita itu dengan dalam.
"Ma, Al kangen Mama" Pria itu kemudian memeluk wanita di depannya dengan erat. Dia sangat merindukan sosok mamanya.
Setelah cukup puas, pria itu melepaskan pelukannya dan mulai menatap mata mamanya.
Wanita yang masih cantik di usianya hanya terdiam. Mata wanita itu pun masih terlihat kosong, sangat kosong seperti biasanya.
"Ma, tadi dokter sempat mengatakan, belakangan ini Mama sudah semakin membaik. Al senang mendengarnya" pria itu menyelipkan anak rambut yang menutupi wajah wanita itu ke belakang telinga. Senyum tulus yang jarang bahkan tidak pernah diperlihatkannya kepada siapapun terlihat di wajah pria itu saat ini.
"Mama, Al pengen cerita ke mama, seminggu yang lalu, Al berhasil menggaet kerjasama dengan perusahaan Wijaya Group, iya Ma perusahaan Internasional yang terkenal itu Ma. Semua itu Al persembahkan untuk Mama" Pria itu tersenyum sekali lagi.
Pria itu terus bercerita layaknya anak kecil yang sedang mengadu kepada ibunya. Sebuah kenangan 25 tahun silam terlintas di pikirannya kala dia mengadu kepada ibunya ada temannya yang terus menjahilinya saat di sekolah TK.
"Mama tahu tidak, perusahaan papa sudah semakin maju Ma, tahun lalu kita mendapatkan best property company se Asia" pria itu tersenyum. Namun wanita yang diajak ngobrol di depannya tetap diam tak bergeming.
"Terus Ma, Al sama Ricky rebutan megang penghargaannya Ma, dan hal itu tertangkap kamera kemudian kami jadi trending di majalah karena hal itu hahaha, dasar Ricky, dia masih sama seperti dulu ga mau mengalah. Mama masih ingat kan saat Ricky ngerebut bekal roti Al pas di sekolah, dan Mama bilang ayo berbagi nak. Dia masih seperti itu Ma" Aldean tertawa lepas.
Tidak ada yang menyangka, gaya bicara Aldean saat ini sungguh berbeda. Biasanya dia berbicara cukup angkuh dan hemat kata kata kepada orang tertentu, namun kali ini dia berbicara seperti sama sahabatnya, lebih lepas, asyik dan banyak pembahasan. Bahkan sama Ricky dia tidak seperti itu.
"Sudah ah, itu saja yang mau Al bilang. Sekarang giliran Mama, Al mau mendengar cerita Mama di sini" Aldean kemudian mencoba memposisikan dirinya senyaman mungkin seolah ingin mendengar cerita Mamanya, dia duduk bersila di bawah kursi roda ibunya.
Dia terdiam cukup lama.
Ketika melihat mamanya dalam dalam yang begitu lama, bahunya berguncang hebat. Airmata jatuh menetes dari mata hijau itu. Nafasnya menjadi tidak teratur tapi dia mencoba mengendalikannya.
Aldean menangis, sungguh pribadi lain yang tidak pernah diperlihatkan nya ke siapapun kecuali pada wanita di depannya ini.
Aldean kemudian memposisikan wajahnya di pangkuan ibunya. Dia melingkarkan kedua tangannya di pinggang wanita itu. Ada sesuatu yang mengganjal hatinya sejak tadi. Tapi dia bingung mengungkapkannya.
"Ma, sebenarnya masih ada satu hal lagi yang ingin Al ceritakan. Tapi ini cukup berat Ma. Dari tadi mengganggu pikiran Al" wajah Aldean masih sama seperti tadi berada di pangkuan ibunya.
Sebenarnya tujuan awal dia ke sini adalah ingin menceritakan perihal tadi pagi tentang Tiara, bukan tentang perusahaan atau yang lainnya karena hal itu sudah pernah dibilangnya sepulang dari penerimaan penghargaan tersebut.
Dari tadi dia mencoba tertawa. Tapi tetap sama, hati dan pikirannya tidak demikian, dia sedang gusar memikirkan masalahnya tadi pagi saat ini.
"Al telah berkhianat pada Mama" pria itu menghapus airmatanya secara gusar.
"Mama pasti tahu, Tiara, anak dari Aditya Orlando. Pria yang telah menghancurkan keluarga kita dan membuat Mama seperti ini. Al telah berkhianat pada Mama. Bukannya balas dendam tapi Al sendiri yang termakan janji" pria itu kini menatap wajah ibunya lagi.
"Seperti yang sudah pernah Al bilang sama mama dua tahun lalu, saat Al ingin menyudahi rencana balas dendam keluarga kita karena tidak kunjung menemukan keturunan Aditya Orlando. Di saat itu juga Al bertemu Rendy, putra pertama pria itu, dia datang tanpa diundang ke perusahaan kita untuk meminjam uang. Dan disaat itu api dendam kembali menyala saat melihat kartu identitasnya bahwa dialah orang yang sedang kita cari cari" Pria itu menunduk.
"Sesuai rencana, Rendy sudah Al bunuh, namun ada satu lagi putrinya yaitu Tiara. Al ingin membuat dia merasakan penderitaan. Al menyiksanya hampir setiap hari. Dan dia juga hadir di saat yang tepat. Pada saat itu Al sangat membutuhkan status pernikahan untuk memperlancar bisnis Al, dan kehadirannya sangat membantu. Al menjadikannya istri.
"Sudah hampir 2 tahun dia bersama Al dan Al masih belum kunjung membunuhnya karena Al ingin dia merasakan penderitaan lahir dan batin secara perlahan lahan" Pria itu tersenyum kaku.
"Namun Al sudah berkhianat sama Mama. Kini wanita itu tengah hamil. Al telah mengingkari balas dendam kita. Al tidak mengharapkan janin itu dan mencoba menggugurkannya tadi pagi. Tapi Al tergerak membatalkannya saat di klinik dan tiba tiba mengajaknya pulang, Al tidak tahu mengapa" pria itu meletakkan tangan ibunya di pipinya.
"Al bingung saat ini Ma. Tolong katakan, apa yang harus Al lakukan? yang mana keputusan terbaik Ma? tetap pada dendam atau mempertahankan janin itu?" Aldean menangis.
"Bantu Al Ma, Al tidak tahu apa yang harus Al lakukan"
Di saat Aldean menunduk sedih, tangannya tiba tiba merasakan dingin. Dia melihatnya, air mata siapa ini di punggung tangannya? Pikirnya
Pria itu melihat ke arah ibunya. Mamanya menangis?
"Ma, mama menangis? Ma? Mama bisa merespon Al" Pria itu tersenyum kegirangan. Untuk pertama kalinya ibundanya merespon apa yang sedang dikatakannya.
"Apa arti air mata ini Ma? Bahagia?"
Tapi wanita itu masih diam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Darkness
RomansaDarkness, itulah kata yang tepat untuk mendiskripsikan hidupku. Aku buta secara fisik, namun tidak hatiku. Instingku selalu mengatakan hal yang benar, itulah kata kakakku. Aku hanyalah seorang gadis buta yang dimanfaatkan seorang pria kejam untuk me...