PART 29 (Sepakat?)

6K 401 151
                                    

AUTHOR POV

Malam hari

Satu minggu sudah kejadian di klinik tersebut berlalu. Masih belum ada kejelasan sama sekali diantara mereka. Aldean maupun Tiara sedang berada di masa bimbang saat ini. Masing masing memiliki alasan yang kuat. Aldean masih tetap pada pendiriannya dan tetap pada perjanjian awal pernikahan bahwa tidak akan pernah ada pihak ketiga. Sedang Tiara juga tetap pada pendiriannya ingin mempertahankan janin di perutnya.

Aldean sudah berada di rumah sejak tadi. Selesai membersihkan diri dan makan malam, dia tetap diam tidak bersuara sama seperti satu minggu sebelumnya. Tiara bertanya hal kecil pun tidak digubris sama sekali oleh Aldean. Namun Tiara tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri untuk mengurus semua keperluan suaminya.

Aldean kini sedang berkutat di ruangan kerjanya di sebelah kamar. Seperti biasa Tiara mengantarkan minuman, beberapa cemilan dan obat untuk suaminya.

"Ini Mas" kata Tiara. Dia memberikan beberapa obat dan segelas air pada suaminya. Dan seperti biasa Aldean menerimanya lalu kembali diam.

Aldean masih tidak bersuara. Untuk mengeluarkan kata 'hmmm' seperti biasa kalau dia sedang malas ngomong pun tidak.

Cukup. Tiara bingung harus bagaimana lagi. Mereka harus menyelesaikan masalah ini sekarang.

"Mas, aku mau ngomong, tolong respon, sedikit saja, kita harus menyelesaikannya" Tiara duduk bersedekap di bawah kursi kerja suaminya.

"Mas, aku minta maaf, aku benar benar minta maaf. Aku tahu di sini aku yang salah. Aku yang lupa mengonsumsi pil itu hingga hadirlah dia di rahim ini" Aldean masih belum bersuara dan masih berkutat di depan laptopnya.

"Mas, tolong dengarkan aku" Tiara meletakkan kedua tangannya di pangkuan suaminya. "Kita tidak bisa berdiam saja seperti ini. Kita harus mencari penyelesaiannya mengenai janin ini" mata Tiara semakin memanas ketika membicarakan hal yang menyangkut keselamatan janinnya.

"Tolong" Tiara meraba lengan Aldean agar dia menghentikan pekerjaannya.
Aldean akhirnya berhenti berkutat dengan laptop di depannya dan memilih menyandarkan dirinya di kursi. Dia memperhatikan Tiara yang masih duduk di bawahnya. Namun emosinya naik ketika melihat perut wanita itu yang tidak lagi datar.

"JADI KAU MAU APA???" kata pertama yang keluar dari mulut Aldean setelah seminggu tidak bersuara.

Tiara menggelengkan kepalanya sambil gemetar "Tolong Mas, jangan pakai emosi, kita bisa ngobrol baik baik" nada suaranya tercekat dan dia menangis. Dia masih bingung bagaimana kelanjutan dari janinnya ini. Dia sebenarnya senang satu minggu tidak ada perbuatan Aldean yang menyakiti janinnya, namun dia sedih secara bersamaan menyadari bahwa suaminya tidak mau berbicara sedikitpun dengannya. Hal itu lebih sakit dibanding menghadapi omelan kasar dari mulut suaminya.

Aldean menyandarkan kepalanya ke kursi dan mencoba memejamkan matanya. Dia mencoba menstabilkan emosinya yang tiba tiba.

"Gugurkan" ujar Aldean masih memejamkan matanya.

"Jangan Mas, aku tidak mau" kata Tiara sambil memposisikan wajahnya di pangkuan suaminya.

"JADI BAGAIMANA LAGI? TIDAK ADA PENYELESAIAN KECUALI KAU MENGGUGURKANNYA" Aldean tetap tidak bisa mengontrol amarahnya. Nafasnya terengah.

"Aku ingin dia lahir Mas. Aku ingin membesarkannya. Hanya itu keinginanku" Air mata jatuh membasahi wajahnya.

Aldean membuka matanya. "Tidak boleh" perintahnya.

"Tolong izinkan permintaan aku ini Mas, hiks" Tiara menangis terisak. Dia kemudian menenggelamkan wajahnya di pangkuan suaminya. "Aku rela melakukan apa saja demi dia bahkan nyawaku sekalipun agar dia tetap bisa tumbuh dan lahir Mas"

DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang