-Prolog-

3.5K 112 1
                                    

Malam ini terasa terlalu dingin untuk normalnya kehangatan. Malam ini terasa terlalu gelap untuk normalnya terang. Malam ini terasa terlalu sama rasanya seperti malam-malam kemarin. Malam yang menyebalkan.

Diisi oleh suara tangis seorang perempuan berambut pendek sebahu, masih dalam posisi menulis--mengerjakan sesuatu. Bukan puisi, bukan sajak, bukan kata-kata indah, hanya beberapa soal matematika beranak yang memenuhi selembar kertas putih. Mungkin ini cara dia memaksimalkan beban pikiran.

Beberapa titik cairan bening tertinggal di sana. Memberi bekas basah untuk kertas putih tersebut. Dengan terus mengolah pikiran agar setiap nomor soal beranak ini bisa terjawab dengan benar.

Namun tak lama dari itu, bukan hanya cairan bening yang keluar dari kelopak mata tapi diikuti cairan merah segar yang tak kalah deras keluar dari kedua lobang hidung kecil gadis itu. Dia merintih kesakitan. Bukan pula karena sakitnya, tapi jiwanya ... Jiwanya sakit.

Dia lalu berlari kecil mengambil tisu. Cukup linglung hingga terjatuh begitu saja. Tidak niat lagi berdiri, gadis itupun membersihkan bekas darah mengalir tadi dengan piyama tidur yang sekarang ia pakai.

Lalu merunduk--menekuk kedua lututnya, menangis dalam keheningan malam oleh kamar yang gelap gulita tanpa terisi cahaya bulan sekalipun. Mengerikan ... Bulanpun membencinya.

Hingga tiba bunyi nontifikasi dari ponsel gadis itu, ia langsung membaca isi pesan whatsapp tersebut dari seorang cowok perusak suasana tidak menyenangkan ini.

Kevin : gue di luar

Awalnya ia tidak peduli, kembali melanjutkan aktivitas membosankannya lagi. Tapi dia terus mengirim pesan tersebut secara terus menerus serta membuat kebisingan.

Terpaksa, gadis itu pun keluar. Tak lupa memperbaiki keadaan wajahnya ke kondisi baik-baik saja. Mengintip sedikit dari jendela kamar barulah melangkah turun ke lantai utama dan langsung membuka pintu.

"Selamat malam Cassandra Felisya, " sapa cowok itu kemudian. Memberikan senyum merekah.

Cassandra tidak menjawab melainkan bertanya, "Ada apa? "

"Gue mau nembak lo. "

Hening.

Cassandra punya sedikit perasaan jengkel. Malam-malam begini dia harus datang. Sangat merusak suasana. Bahkan kalau mau dibilang suasana itupun tidak pernah Cassandra inginkan. Kepedihan, bertender dengan pikiran dan tangis, tanpa siapapun tau dan ingin tau, bukanlah sesuatu yang menyenangkan.

Tapi orang ini selalu punya berbagai cara untuk mengetahui kondisi Cassandra. Sangat tidak tau malu.

"Maaf ya ganggu, tapi ini cukup serius. "

Jujur saja, untuk hanya menatap wajahnya Cassandra tidak sudi. Ia tidak suka bagaimana orang lain tersenyum dengan gampangnya di saat senyum itu harus Cassandra kejar mati-matian untuk dirinya sendiri. Tersenyum tanpa beban ... Mustahil.

"Tolong buat Leon percaya kalau gue sukanya sama lo. "

Cassandra tidak mengerti maksud tersebut, tapi ia tidak tahan lagi ingin menutup pintu, "Pulang sekarang, Kevin. Gue mau tidur. "

Namanya Kevin Anggara. Cowok pecicilan yang selalu mendapatkan nilai tinggi di kelas mengalahkan dirinya ... Cassandra Felisya. Si nomer satu di dua belas ipa satu. Dan ia sendiri selalu menjadi si nomer dua di kelas yang sama.

Alasan mengapa Cassandra Felisya membenci Kevin Anggara adalah cowok itu selalu berucap kebetulan pada prestasinya disaat Cassandra harus mati-matian menggapai itu. Menggapai kursi nomer duanya yang sekarang.

DISCOMFORTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang