"Gue disini, Jes. Tenang, " Cassandra menggenggam erat kedua tangan Jessica yang kini berlumuran darah bekas pecahan kaca yang cewek itu genggam sendiri.
Jessica mengatur kembali deru napasnya. Kedua kelopak matanya pula mengeluarkan banyak air mata. Beserta desahan-desahan kecil yang tak berhenti juga terdengar. Dia masih dengan kecemasannya yang harus perlahan dan sabar untuk dihilangkan.
"Everything will be okay, " kuat Cassandra lagi.
Kemudian cewek itu kembali membantu Jessica berbaring di tempat tidurnya dan menutup tubuhnya dengan selimut. Sembari mengusap lembut bahu Jessica, Cassandra terus menenangkan sahabatnya. Tangan yang berlumuran darah tadi belum bisa dibersihkan dulu sekarang, lantaran mencegah kepanikan dan perlawanan dari Jessica.
Melihat Jessica agak mendingan di tiga puluh menit kemudian, Cassandra pun keluar kamar. Melewati lantai berantakan bekas aksi Jessica sendiri. Banyak pecahan kaca dan barang-barang berserahkan di sana.
"Gimana? "
Ezra sudah menunggu di ruang tamu. Ada orang tua Jessica juga di sana. Cassandra mendekat perlahan. Meramas kedua tangannya khawatir, tapi mencoba tenang demi mengurangi kecemasan keluarga Alexandrov.
"Dia sudah agak mendingan. "
Ezra menghela napas pelan. Lalu tersenyum syukur sekaligus legah pada cewek itu, "Makasih sebanyak banyaknya, Cas. Makasih banget. "
Cassandra hanya membalas itu dengan anggukan serta senyum simpul.
"Tante nggak tau lagi gimana nenangin Jesi kalau nggak ada kamu," ucap seorang wanita berpakaian hijab lengkap yang kini duduk menggandeng lengan suaminya.
"Trimakasih, nak. Kau sudah berbuat kebaikan lagi. Entah kapan aku bisa membalasnya, " suaminya menambah.
Cassandra sendiri sudah sering mendengar ucapan itu dari mulut mereka. Karna memang, setiap kali trauma Jessica kumat, hanya Cassandralah yang bisa menenangkan. Cuman ia yang berani berdiri di garda terdepan untuk menghadapi sifat kasar Jessica.
Karna mengapa?
Karna Jessica lebih butuh dirinya dibanding keluarganya. Ini memang akan terdengar lebih rumit, karena Jessica dan keluarganya sendiri tidak memiliki hubungan yang cukup baik seperti keluarga pada umumnya.
Cassandra tidak ingin berlama-lama. Cewek itu kemudian pamit pulang dan diantar oleh pacarnya Ezra. Sesampainya mereka di sekolah, Ezra masih ingin menyampaikan sesuatu. Membuat Cassandra harus menunggu lagi.
"Cas? "
"Iya Zra? "
Ezra menatap Cassandra teduh. Menggenggam kedua tangan cewek itu lembut.
"Kapan kita bisa jalan bareng lagi? "
"Nanti. "
"Nanti kapan? "
"Ada waktunya. "
"Kamu selalu bilang ada waktunya padahal gak pernah ada sampai sekarang. Apa belajarmu itu lebih penting dari pacarmu? " cerocos Ezra panjang. Membuat bahu Cassandra menurun karena terlalu lemas dan malas berdebat.
"Bukan sekarang, Zra. Tapi nanti. Aku nggak mau buat waktu kita terbuang sia-sia hanya karena urusanku. Yah? " Cassandra menatap Ezra dalam. Berharap cowok itu mau mengerti.
"Emang susah yah kalau backstreet. "
...
Malamnya Cassandra punya jadwal bimbel. Satu minggu tiga kali. Yaitu hari senin, selasa dan sabtu. Disamping itu pula, ia punya jadwal les ballet. Namun itu dari inisiatifnya sendiri. Felisya tidak tau.
KAMU SEDANG MEMBACA
DISCOMFORT
Teen FictionTentang dia sang autophile, gadis penyendiri yang berambisius tinggi untuk meraih sebuah kesempurnaan paling baik dari apapun. Hingga proses kehidupan datar itu membawanya ke dunia lain seperti cinta. Tidak semata-mata untuk diterima, tapi ditanggu...