Di pukul delapan malam terlihat Cassandra barusan keluar dari kamarnya setelah membasuh muka. Ia melihat jam dinding. Lalu tanpa sengaja melihat kertas 'permohonan izin kerja sama' dari Kevin Anggara. Kertas itu masih sangat utuh Cassandra simpan. Bahkan ia letakkan sendiri di atas meja belajarnya.
Sebenarnya Cassandra tidak ingin membahas ini tapi Cassandra barusan bersiap-siap sebelum Kevin datang. Ia percaya Kevin akan datang malam ini. Mau dia tidak menghubungi Cassandra seharian, sebuah janji tetaplah janji. Dia berjanji akan bersama Cassandra di lima malam sebelum hari debat tim dilaksanakan.
Cassandra lalu menyiapkan semua buku dan peralatan tulis. Walau ia sama sekali belum mendapatkan pesan dari Kevin, Cassandra tetap berniat menunggu. Sekarang Cassandra bersiap turun ke bawah untuk sekalian makan malam terlebih dahulu. Semua peralatan diskusi ikut bersamanya turun.
Namun tiba-tiba ada mala petaka besar terjadi. Saat kakinya berhenti di tangga menuju lantai satu, ia melihat mamanya sedang berdiri menatapnya sambil memegang sebuah kertas foto. Itu bukan kertas foto biasa tapi sebuah hasil jepretan di mana Cassandra sedang memakai sepatu tarian balet di ruang latihan balet.
"Ma-"
"Sudah cukup jelas, mama tidak ingin mendengar penjelasanmu, " suara Felisya garang. Ekspresinya marah besar menunjukkan tidak ada toleransi lagi di sini. Cassandra sudah ketahuan telak.
"Itu-"
"Les balet setelah bimbel? "
"Ara cuman .... " kedua lensa mata Cassandra berkaca-kaca, siap menjatuhkan ribuan air mata, " .... Pengen melakukan hal yang Ara suka. "
"Tapi yang kamu suka itu nggak mama suka! "
Ara perlahan turun dari tangga, "Ma? "
"Cukup Cassandra Felisya. Mama sudah bicara dengan mentor kamu. Mulai minggu depan .... Kamu tidak lagi berhak menginjakkan kaki di sana. "
"MAMA!!! "
Setelah mengatakan itu Felisya langsung merobek foto di tangannya dan membuangnya ke tong sampah dekat situ. Tanpa sengaja Cassandra menjatuhkan semua yang terpegang dan beralih mengejar Felisya sebelum wanita itu hilang dari pandangannya dan ucapannya barusan menjadi hakikat wajib yang seumur hidup tidak dapat diubah.
"Ma .... Tolong sekali ini saja Ara melakukan hal yang Ara suka. "
Felisya tetap bersikukuh, "Hal yang kamu suka itu tidak membuatmu menjadi juara satu. "
"Itu bisa Ara kejar. "
"Kejar apanya?! " Felisya menggenggam tangan Cassandra erat sekaligus menatapnya tajam, "Kamu tetap di peringkat dua. Prestasimu tidak berubah sama sekali. Apanya yang mau dikejar?! Selama ini kamu udah bohongin mama. "
"Tentang itu Ara minta maaf. "
Tangisan pun tak dapat dihindari. Cassandra menangis memegang tangan Felisya. Bermohon dengan sejuta harapan. Sebuah hal mustahil Felisya akan mengizinkannya melakukan hal yang diluar kebutuhan akademiknya. Dia tetap mengharapkan Cassandra yang cerdas dalam semua mata pelajaran di sekolah.
"Ara kamu gak kasian sama mama? " mata Felisya ikutan berkaca-kaca, suaranya menggelegar, "Kalo kamu gak jadi apa-apa nanti, mau taruh di mana harga diri mama? Susahnya dulu mama merjuangin kamu. Dan sekarang kamu malah bohongin mama?! Puas kamu, ARA?!!! "
"MA BUKAN GITU!! "
"Gak ada yang tercapai tanpa usaha, Ara, " Felisya memulai tangisannya, "Mama juga gak dapat semua ini secara enak. Mama cuma pengen kamu nggak merasakan hal yang sama. Belajar yang tekun, dapat nilai bagus, lolos snmptn atau ikut utbk, keterima di kampus bagus, ambil kedokteran. Susah kamu kasi itu ke mama huh? "
KAMU SEDANG MEMBACA
DISCOMFORT
Fiksi RemajaTentang dia sang autophile, gadis penyendiri yang berambisius tinggi untuk meraih sebuah kesempurnaan paling baik dari apapun. Hingga proses kehidupan datar itu membawanya ke dunia lain seperti cinta. Tidak semata-mata untuk diterima, tapi ditanggu...