Ada satu hal yang tak akan pernah hilang ketika senja datang, yaitu rasa.
*****
Sejak mobil yang dikendarai Arga meninggalkan parkiran sekolah, belum ada yang memulai percakapan diantara mereka. Dira menatap keluar melalui kaca mobil, ia bingung harus memulai obrolan seperti apa untuk membunuh kesunyian diantara mereka. Sedangkan Arga sepertinya nyaman-nyaman saja dengan situasi seperti ini.
Dira diam-diam melirik kearah Arga. Lelaki itu masih fokus menyetir. Aura dingin yang terpancar di wajah Arga membuat Dira harus berfikir berulang kali untuk mengajaknya mengobrol. Jika ia salah berbicara, bisa-bisa ia di turunkan dipinggir jalan.
Bila dilihat-lihat, Arga cukup tampan. Ralat, sangat tampan. Apalagi sikapnya yang dingin dan misterius membuatnya banyak mempunyai penggemar. Tapi dari cerita yang didengarnya dari Vania, Arga ini tak pernah merespon gadis-gadis yang menyukainya. Hanya ada satu gadis yang dekat dengan Arga, yaitu Amanda. Itu karena Amanda adalah sahabatnya sejak SD. Dira tak tahu mana yang namanya Amanda. Ia tak kenal.
Dira heran, jika memang Arga sedingin seperti yang diceritakan Vania, lalu sikap Arga padanya selama ini apa? Sikap dinginnya memang masih ada, tapi Arga tak jarang berbicara panjang lebar dengannya meskipun dengan wajah datar. Bahkan saat mereka pertama kali kenal saja Arga sudah berani mengusap wajahnya. Harusnya jika memang Arga sedingin itu, ia tak akan merespon ucapan dan tindakan Dira saat mereka baru mengenal.
Dira tak merasa pernah mengenal Arga sebelumnya. Atau jangan-jangan, selama ini Arga diam-diam menyukainya?
Dira menggeleng kuat-kuat untuk mengenyahkan pikiran anehnya. Tidak, tidak mungkin Arga menyukainya. Ia tidak cantik, tidak menarik.
Pikiran-pikiran itu seketika sirna dari otak Dira saat ia baru menyadari bahwa jalan yang sekarang mereka lalui bukanlah jalan menuju rumahnya. Dira menatap heran sekaligus waswas kearah Arga.
"Ar, ini bukan jalan kerumah gue. Kita mau kemana?"
Tak ada respon. Arga masih fokus dengan jalanan di depannya. Dira semakin waswas di buatnya.
"Ar, lo mau nyulik gue ya?! Nggak usah macem-macem deh!"Dira menaikkan satu oktaf suaranya. Padahal di dalam hatinya ia sudah merasa ketakutan.
Arga masih belum menjawab pertanyaan Dira. Dira merapatkan tubuhnya pada pintu mobil. Pikiran-pikiran buruk mulai bermunculan. Bagaimana jika ia di culik? Atau lebih parahnya Arga akan menjualnya ke lelaki hidung belang. Jika sampai itu terjadi, Dira bersumpah akan membunuh Arga.
Rasa takut yang tadi menerpa Dira kini berganti dengan rasa penasaran saat mobil yang di tumpanginya berhenti di sebuah tempat bimbel yang tak jauh dari sekolahnya.
"Kita ngapain kesini?"tanya Dira dengan nada suara pelan.
"Jemput adek gue." jawab Arga akhirnya.
Dira menghembuskan nafasnya lega. Ia terlalu berfikir negatif tentang Arga. Padahal lelaki itu hanya ingin menjemput adiknya.
Tak lama kemudian, seorang anak perempuan memasuki mobil dan duduk dibangku penumpang bagian belakang. Dira memperhatikan anak itu sambil tersenyum. Namun nampaknya anak itu belum menyadari kehadirannya.
"Bang Arga lama banget sih jemputnya. Rara kayak orang ilang tau nungguin abang sendirian di luar kayak tadi." anak perempuan itu mengerucutkan bibirnya kesal.
"Suruh siapa nunggu di luar." jawab Arga enteng sambil kembali menjalankan mobilnya.
"Issshh, ya kan biasanya setiap Rara keluar dari tempat bimbel abang udah nunggu di parkiran."
KAMU SEDANG MEMBACA
FAKE BOYFRIEND [Completed]
Teen FictionHanya karena sebuah taruhan, Dira harus terjebak dengan tiga permintaan Arga. Dan salah satu permintaannya sungguh tidak masuk akal. Arga memintanya untuk menjadi pacar palsunya. Sungguh diluar dugaan Dira. Karena yang ia tahu, Arga memiliki sifat y...