Bencilah padaku sesukamu, namun jangan sampai aku tahu, agar kita tetap berteman.
Nadira Cecilia.
*****
Dira menumpukan dagunya dilipatan tangannya. Matanya menatap kosong kearah papan tulis. Bel istirahat sudah berbunyi sejak beberapa menit yang lalu. Kelasnya juga sudah mulai sepi. Hanya ada segelintir orang yang berada di kelas. Gadis itu menegakkan tubuhnya saat merasakan tepukan dipundaknya. Dilihatnya Dinda yang kini mengambil duduk di sampingnya.
"Nggak ke kantin?" tanya Dinda. Dinda memberikan kode pada Adel dan kawan-kawannya untuk ke kantin duluan. Dinda memang sudah beberapa hari menjadi murid baru di kelasnya. Gadis itu duduk dengan Adel. Sedangkan Arsen yang awalnya duduk dengan Adel, kini berpindah duduk di samping Budi. Karakter Dinda yang easy going membuatnya langsung akrab dengan beberapa teman sekelasnya.
Dira menggeleng. Gadis itu tampak lesu. Dinda menghembuskan nafasnya jengah saat melihat sepupunya itu seperti tak memiliki semangat hidup.
"Temen-temen lo mana?"
"Ke kantin duluan."
"Lagi marahan sama mereka? Tadi gue liat mereka kayak cuekin lo gitu." ujar Dinda.
Dira terdiam. Ia bingung harus berkata apa. Dira memandang Dinda cukup lama, sampai kemudian ia mengangguk. "Salah ya Din kalo gue nggak contekin temen sendiri?"
"Nggaklah. Mereka marah sama lo karena nggak lo contekin ulangan kimia tadi?"
Dira mengangguk. Gadis itu kemudian bercerita bahwa sebelumnya Luna dan Serra sudah meminta contekan padanya. Namun Dira berdusta bahwa ia belum mengerjakan soal yang dimaksud mereka, padahal sepuluh soal kimia yang diberikan Bu Rina, sudah diselesaikannya semua. Amanda juga begitu. Bukan berarti Dira pelit, namun ia ingin teman-temannya tidak bergantung terus padanya. Munafik jika Dira bilang ia tak apa saat mereka mencontek padanya. Gadis itu tidak rela, mengingat bagaimana ia belajar mati-matian semalam untuk persiapan ulangan ini, sedangkan mereka malah asik-asikan berselancar di dunia maya, atau bergunjing di grup mereka hanya sekedar membicarakan gebetan masing-masing. Saat Dira mengumpulkan hasil kerjaannya, ia sudah mendapati raut tak enak dari mereka bertiga. Sampai ketika hasil ulangan dibagikan dan hanya Dira yang tidak mengikuti remidial, mereka semua langsung mendiami Dira. Menganggap dirinya tidak ada.
"Sinting tuh mereka." ucap Dinda berapi-api saat Dira baru menyelesaikan penjelasannya.
"Udah lah biarin, mungkin gue yang salah, nggak solid kan?"
"Eh mana ada solidaritas dalam hal begituan? Mereka aja yang kebangetan. Lo juga jadi orang jangan baik-baik banget deh, Ra."
"Udah lah biarin." Dira mengelus pundak Dinda untuk menenangkan gadis itu. Ia sendiri bingung, disini yang punya masalah dirinya, namun mengapa Dinda yang malah berapi-api.
Dinda menarik nafas dan menghembuskannya perlahan. Ia sungguh kesal. Rasanya ia ingin melabrak teman-teman Dira itu, namun urung karena mengingat statusnya sebagai anak baru.
Baru saja Dinda ingin kembali menumpahkan kekesalannya, matanya langsung bertemu dengan manik mata Arga yang kini berdiri di belakang Dira. Arga memberi kode lewat matanya, menyuruh Dinda untuk segera pergi meninggalkannya berdua dengan Dira. Dinda mengangguk. Gadis itu kemudian pamit pada Dira untuk menyusul teman-temannya yang lain. Dira hanya mengangguk pasrah.
Setelah sosok Dinda sudah tak terlihat oleh pandangan mata, barulah Arga menghampiri Dira.
"Yuk ke kantin."
KAMU SEDANG MEMBACA
FAKE BOYFRIEND [Completed]
Teen FictionHanya karena sebuah taruhan, Dira harus terjebak dengan tiga permintaan Arga. Dan salah satu permintaannya sungguh tidak masuk akal. Arga memintanya untuk menjadi pacar palsunya. Sungguh diluar dugaan Dira. Karena yang ia tahu, Arga memiliki sifat y...