39. Malam tanpa bintang

298 22 0
                                    

Langit tanpa bintang?
Mungkin bukan suatu hal yang besar. Karena masih ada bulan yang menghiasi gelapnya langit. Dan bintang, tak berarti apa-apa di banding bulan. Bintang hanya berperan sebagai pelengkap saja.

*****

Dira baru saja sampai di dapur untuk mengambil minum saat pintu rumah diketuk. Gadis itu menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari keberadaan Bi Suti. Namun nihil. Gadis itu akhirnya memutar langkahnya menuju pintu rumah.

Saat pintu terbuka, nampaklah Bagas yang tengah tersenyum manis di depan pintu. Dira menyambutnya dengan senyum yang tak kalah manis.

"Kak Bagas? Mau ngapain kesini? Tumben."

"Kakak mau ngajak kamu pergi, sibuk nggak?" tanya Bagas disertai senyuman.

"Yah, aku sibuk kak." ucap Dira dengan wajah lesu. Namun senyum jahil terpantri di wajahnya saat ia kembali melanjutkan kata-katanya. "Aku mau nguras kolam renang nih."

Dira tertawa. Bagas yang gemas mendaratkan sentilannya di dahi gadis itu. Dira mengusap bekas sentilan Bagas sembari membuka pintu rumahnya lebar-lebar.

"Masuk, Kak. Aku ganti baju dulu."

Bagas mengangguk. Ia kemudian duduk disalah satu sofa di ruang tamu. Sedangkan Dira melenggang menuju kamarnya.

Gadis itu tak berlama-lama untuk berdandan. Ia memilih menggunakan celana jeans putih yang dipadukan dengan blouse pink. Rambutnya sengaja dibiarkan tergerai. Ia memoleskan bedak bayi dan lip balm untuk melembabkan bibirnya. Setelah siap, Dira menyambar tas kecilnya dan berjalan menuju keluar kamar.

Diruang tamu, sudah ada Bagas dan Dinda. Kedua orang itu tampak asik mengobrol. Dira berdehem keras untuk menarik perhatian keduanya. Dan berhasil, keduanya kini serempak menoleh kearahnya. Mereka memperhatikan penampilan Dira dari atas sampai bawah.

Dengan narsisnya, gadis itu mengibaskan rambut panjangnya. "Cantik ya?" tanyanya dengan mata yang dikedip-kedipkan.

Bagas terkekeh pelan, sedangkan Dinda melempar bantal sofa yang tepat mengenai wajah Dira, dan membuat gadis itu memberenggut kesal. Ya, semenjak nasihat Ayahnya seminggu yang lalu, hubungan Dira dan Dinda membaik. Tak sepantasnya Dira mendiami Dinda, karena gadis itu memang tidak salah. Semua atas kemauan Arga. Namun tetap saja Dira berusaha menghindari Arga. Gadis itu masih marah pada pemuda itu.

Tapi jika dipikir-pikir, Dira mendiami Dinda bukan hanya karena masalah itu. Meskipun enggan untuk mengakui, gadis itu cemburu pada sepupunya.

"Yaudah yuk berangkat, keburu malem." ajak Bagas sembari berdiri.

"Emang udah malem kali, Kak. Udah jam tujuh tuh." Dira menunjuk jam yang menggantung di dinding ruang tamu menggunakan dagunya. Perhatiannya lantas teralihkan pada Dinda. "Lo nggak ikut, Din?"

"Nggak lah." tolak Dinda cepat.

"Kalo Dinda ikut, mau apa kamu bonceng tiga?" tanya Bagas membuat Dira menoleh kearahnya.

"Kak Bagas bawa motor?"

Bagas mengangguk. Seakan tak percaya, Dira melongokkan kepalanya untuk melihat keluar rumah. Dan benar saja, ada sebuah motor sport yang terparkir di halaman rumahnya.

"Mau nyari angin sekalian." jawab Bagas.

"Angin kok dicari, jodoh tuh yang dicari. Biar nggak jomblo terus." gerutu Dira, sedang Bagas hanya menggelengkan kepalanya dengan senyum tipis. Ia tahu Dira hanya bercanda.

"Kak, harus ya naik motor?"

"Kenapa? Masih trauma?"

Dira menggeleng, "kalo trauma mah udah agak ilang." ucap Dira menggantungkan kalimatnya.

FAKE BOYFRIEND [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang