14. Pengakuan

329 23 0
                                    

"Sahabat itu seharusnya saling memberatkan, bukannya malah berat sebelah."

~Arga Keynan Dirgantara~

*****

Bel pulang baru saja berbunyi. Buru-buru Dira memasukkan semua bukunya di dalam tas. Ia tak mau mendapat introgasi dari teman-temannya mengenai hubungannya dengan Arga. Mereka belum sempat mengintrogasi Dira karena saat Dira kembali dari taman bersamaan dengan itu, bu Nia—guru kimia dikelas XI IPA 2—juga memasuki kelas karena bel masuk memang sudah berbunyi. Gosip tentang pengakuan Arga saat istirahat tadi serta Arga dan Dira yang bergandengan tangan saat memasuki kelas sudah cukup membuat kelas heboh dan penasaran dengan kejadian sebenarnya.

Baru saja Dira ingin menggendong tasnya, Serra dengan cepat menarik tas Dira dan kembali meletakkannya dikursi gadis itu.

"Lo belum cerita apa-apa loh, Ra."ujar Serra membuat Dira mengerti kemana arah pembicaraan ini.

Dira menghadap belakang, tepatnya menghadap kearah Serra dan Luna."Cerita apa sih?" tanyanya pura-pura tak mengerti.

Serra berdecak pelan, "Lo beneran pacaran sama Arga?"

"Menurut lo?"

"Sejak kapan? Kok kita nggak tau."

"Iya, selama ini kalian keliatan biasa aja, nggak ada tanda-tanda kalo pacaran. Lo juga akhir-akhir ini lebih deket sama Raja kan? Gue kira lo bakal jadian sama dia."tambah Luna.

"Eh tapi gue sering tau mergokin si Arga itu lagi liatin Dira, gue nggak ngeh kalo ternyata kalian pacaran, gue ngiranya si Arga cuma suka sama Dira." sanggah Amanda.

Mendengar ucapan Amanda, Dira sontak membulatkan matanya terkejut. Ternyata bukan hanya dirinya yang sadar akan hal itu. "Lo tau itu juga?"

Amanda mengangguk dengan tatapan bingung.

"Serius deh Ra, sejak kapan lo pacaran sama Arga? Pasti udah dari lama kan? Parah lo nggak cerita-cerita ke kita." Serra masih mencercanya dengan beberapa pertanyaan membuat Dira bingung harus menjawab apa.

"Aduh bukan gitu, gimana ya jelasinnya? Ah, ceritanya panjang pokoknya, susah dijelasinnya. Kapan-kapan aja gue ceritanya deh kalo gue udah siap." entah kenapa Dira masih enggan memberi tahu mereka yang sebenarnya. Padahal sering kali mereka bertiga mengklaim Dira sebagai sahabat, namun seperti ada sesuatu yang memberatkan Dira untuk menceritakan masalah-masalahnya seperti mereka menceritakan masalah mereka padanya. Seharusnya tidak seperti itu kan? Sahabat itu harus saling terbuka satu sama lain. Jika demikian, sepertinya kata yang pantas untuk hubungan mereka bukanlah sahabat, melainkan hanya sebatas teman dekat saja.

"Lo nganggep kita selama ini apa deh? Masa gitu aja pake nunggu siap. Katanya sahabat tapi maennya rahasia-rahasiaan." sambar Luna telak membuat Dira tak bisa mengelak lagi.

Baru saja Dira ingin membuka mulutnya untuk menjawab, rengkuhan di pundaknya membuatnya tersentak kaget.
Ia menoleh dan mendapati Arga yang sudah berdiri di dampingnya dengan lengan yang melingkar dipundaknya.

"Ayo pulang."ajak Arga dengan sedikit menyeret Dira untuk berjalan.

"Gue pulang dulu ya, guys." tak menyia-nyiakan kesempatan untuk kabur dari cercaan mereka, Dira segera meraih tasnya dan melangkah mengikuti Arga.

Dira segera melepaskan rengkuhan Arga saat mereka telah keluar dari kelas. Namun tangan Arga bergerak menggandeng tangannya. Dira lagi-lagi dibuat terkejut dengan tingkahnya. Ia berusaha melepaskan cekalan itu, namun usahanya hanya berujung sia-sia. Arga masih tak melepaskan cekalannya.

FAKE BOYFRIEND [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang