18. Senja

298 25 0
                                    

Hanya senja yang tau cara berpamitan paling indah.

*****

Dira buru-buru keluar rumah saat mendengar suara motor Arga. Ia tak mau Dinda mengetahui bahwa ia menaiki motor. Dinda pasti akan marah besar. Karena gadis itu tau trauma yang dialami Dira. Yah, Dira memang trauma menaiki kendaraan itu. Makanya saat pertama kali ia di bonceng Arga, ia sempat pingsan karena ketakutan. Namun, perlahan tapi pasti, Arga membuat traumanya sedikit demi sedikit menghilang.

"Yuk langsung aja." Dira menepuk bahu Arga yang akan turun dari motor.

"Eh? Nggak pamitan dulu?"

"Nggak usah, gue dirumah sendiri." bohong Dira. Ia lalu memakai helm yang disodorkan Arga dan naik di boncengan pemuda itu. Setelah itu motor yang dikendarai Arga melaju meninggalkan perkarangan rumah Dira.

Saat sudah memasuki jalan besar, Arga menaikkan kecepatannya membuat Dira reflek memeluk pemuda itu. Ketakutan itu nyata. Dalam hati ia merapalkan doa-doa yang bisa membuatnya tenang.

Arga tak menolak saat tangan mungil Dira melingkar di pinggangnya. Ia hanya melirik sekilas melalui spion. Namun saat ia kembali menaikkan kecepatannya berkendara, pelukan Dira di pinggangnya semakin erat. Akhirnya Arga memperlambat laju motornya. Ia menoleh sebentar kearah Dira yang nampak ketakutan.

"Ra?"

Dira tak merespon. Gadis itu menyembunyikan wajahnya di balik punggung tegap Arga.

"Ra lo meluknya kekencengan, gue nggak bisa napas." dusta Arga. Ia hanya khawatir terjadi sesuatu pada gadis itu.

Mendengar seruan Arga, Dira seolah tersadar dari ketakutannya. Ia melepaskan pelukannya lalu membalas tatapan Arga melalui kaca spion.

"Maaf." responnya kikuk.

Arga segera menepikan motornya saat melihat wajah Dira yang sedikit memucat.

"Kenapa berhenti?" tanya Dira.

"Muka lo pucet, lo nggak papa?"

"Gue nggak papa." ucap Dira meyakinkan. Dengan ragu ia menyuarakan isi hatinya. "Ar, jangan ngebut-ngebut ya."

Arga mengerjapkan matanya mendengar permintaan Dira. Sekali lagi ia memandang wajah Dira dengan teliti. "Lo takut?" Dira tak menjawab, gadis itu menggigit bibir bawahnya dengan bola mata yang bergerak kesana-kemari membuat Arga yakin dengan opininya. "Harusnya lo bilang. Jangan bikin gue khawatir gini Ra." Arga memelankan suaranya saat mengucapkan kalimat terakhir.

"Lo bilang apa tadi? Khawatir?" tanya Dira ragu. Pasalnya suara pelan Arga tenggelam oleh bisingnya jalanan yang sedang padat ini.

"Enggak, lo salah denger." tukas Arga. "Jadi kita mau kemana ini?"

Dira menggaruk tengkuknya yang tidak gatal mendengar pertanyaan Arga. Ia juga tidak tahu mau kemana. Bodohnya Dira yang langsung mengikuti saran Dinda tanpa berfikir lebih dahulu.

"Ke pantai yuk, udah lama gue nggak kesana." putus Dira akhirnya.

"Yakin?" tanya Arga memastikan. Ia melirik setelan yang dikenakan Dira. Dress selutut warna tosca yang dipadukan dengan flatshoes. Gadis itu nampak anggun dengan setelan seperti itu. Namun dress yang ia gunakan tidak cocok untuk pergi ke pantai. Lebih cocok jika digunakan untuk pergi nge-date ketempat-tempat yang romantis.

Dira mengikuti arah pandang Arga. Ia lalu mendengus kesal. "Dinda yang paksa gue pake dress gini. Tapi nggak papa lah yuk kepantai aja." keukeuh Dira. Gadis itu lalu melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Tuhkan Ar udah jam setengah lima, ayo cepatan biar kita bisa liat sunset."

FAKE BOYFRIEND [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang