43. Pemakaman

313 20 0
                                    

Padamu Ayah,
Ku titipkan kerinduan yang menyatu dengan kepingan sesal.
Keresahan ini begitu menyiksa.
Kepergianmu terlalu mendadak,
Hingga hati ini belum siap untuk menerima.
»Nadira Cecilia«

*****

Banyak hal yang Dira benci di dunia ini, salah satunya berpisah dengan orang yang ia sayang. Terutama jika alasannya berpisah adalah kematian. Karena ketika kematian menghampiri, ada jarak yang tak lagi bisa di terobos.

Ketika dengan perlahan jenazah itu mulai diturunkan di liang lahat, saat itu kedua lutut Dira melemas, untung saja ada Dinda yang siap merangkul Dira. Waktu seolah membeku. Hati gadis itu seperti diremas kuat. Ada jurang pemisah antara dirinya dan sang Ayah yang tak akan pernah bisa ia lewati.

Pandangan Dira lurus menatap ke depan, dimana prosesi pemakaman tengah di jalankan. Rasanya masih seperti mimpi. Otaknya masih menolak untuk percaya. Semuanya mendadak.

Langit terlihat mendung, mewakili perasaan Dira yang kini di tutupi awan kelabu. Mata gadis itu memanas ketika sedikit demi sedikit tanah mulai diturunkan untuk mengubur jenazah Ayahnya. Hatinya kian sesak ketika menyadari ia tak akan pernah lagi merasakan kehadiran sang Ayah secara langsung, merasakan hangatnya pelukan Ayahnya. Ia tak bisa lagi memandang wajah yang selalu ia rindukan itu. Sosok cinta pertamanya telah pergi, meninggalkannya dengan banyak penyesalan.

Dira menyesal tidak ada di samping Ayahnya disaat-saat terakhirnya. Apalagi ketika Ibunya memberi tahu bahwa sebelum pergi, Aryo ingin sekali bertemu Dira. Namun saat Maya dan Dinda terus menelpon Dira, nomornya tidak aktif karena ponsel gadis itu habis baterai. Dira bodoh, ia sama sekali tidak peka dengan keadaan sang Ayah. Harusnya ia menanyakannya ketika melihat wajah pucat Aryo ketika terakhir kali mereka bertemu.

Dira merutuki dirinya sendiri. Dulu ia berfikiran bahwa Ayahnya jahat karena mengabaikannya, namun ternyata salah. Disini ia yang jahat. Membiarkan sang Ayah menanggung sakitnya sendiri. Tanpa mau mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Ketika lubang itu mulai menutup, jiwa Dira seakan hilang dari raganya, ikut terkubur bersama sang Ayah. Otaknya yang blank malah memutar ulang setiap kenangan yang di laluinya bersama sang Ayah. Terlalu banyak dan menyesakkan, hingga rasanya gadis itu ingin ikut mati.

Tetes demi tetes air mata mulai turun. Gadis itu tak lagi bisa menahan tangisnya. Ia berjongkok diikuti keluarganya yang lain. Matanya menatap lurus nisan yang bertuliskan nama Ayahnya itu. Gadis itu meremas kuat selendang yang ia gunakan, berharap rasa sesaknya bisa sedikit berkurang. Jika ini hanya mimpi buruk, siapapun tolong bangunkan Dira.

Dulu Dira tak merasa sesakit ini ketika kehilangan Kakaknya. Ia tak menyaksikan secara langsung prosesi pemakaman Kakaknya, karena saat itu dirinya tengah terbaring dirumah sakit. Tapi kini, ia kembali kehilangan lelaki yang sangat berharga dalam hidupnya. Dan ia menyaksikan secara langsung ketika jenazah itu mulai di kuburkan.

Kedua orang itu telah pergi, meninggalkannya bersama sang Ibu di dunia yang fana ini. Terputar kembali kenangan bersama Ayahnya dulu ketika baru pulang dari pemakaman Neneknya. Saat itu Dira baru berusia lima tahun.

"Tadi Nenek kenapa di masukin ke tanah, Pa? Emang nggak pengap?" tanya Dira.

Aryo tersenyum lembut, ia mengusap sayang puncak kepala putrinya itu. Mata bulat gadis kecil itu mengerjap dengan lucu, ia masih memandang Ayahnya dengan tatapan ingin tahu. Dira tahu perihal kematian, namun ia belum pernah menyaksikan secara langsung prosesi pemakaman orang meninggal.

Pria dewasa itu lantas menarik Dira untuk duduk dipangkuannya. Tangannya kembali mengelus rambut Dira yang kala itu di kuncir dua. "Itu namanya dikubur, sayang. Nenek nggak akan pengap, karena beliau kan udah meninggal."

FAKE BOYFRIEND [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang