Ibaratnya, kita adalah tuan rumah. Dan yang lainnya hanyalah tamu yang datang dan pergi sesuka hati. Kita tak bisa memaksakan mereka untuk tetap tinggal. Karena setiap orang, punya porsinya masing-masing untuk singgah.
*****
Mobil yang dikendarai Arga sudah berhenti di pelataran rumah Luna, namun baik Arga maupun Dira belum melangkah keluar dari mobil. Itu dikarenakan Dira yang masih belum percaya diri. Gadis itu berkali-kali mengatakan malu, padahal jelas, malam ini Dira terlihat sangat cantik. Arga pun bingung, sebenarnya apa yang membuat gadis itu malu.
Pemuda itu menghela nafas jengah. Merasa lelah membujuk Dira untuk keluar.
"Yaudah, ayo pulang aja." putus Arga dengan ketus. Pemuda itu sudah bersiap akan menyalakan mesin mobilnya ketika tangan mungil Dira menyentuh pergelangan tangannya.
"Ih jangan. Gitu aja marah."
"Ayo turun makanya."
"Tapi tampang gue nggak malu-maluin kan?" tanya Dira memastikan.
"Enggak, Ra." sahut Arga gemas, "Lo keliatan kayak remaja pada umumnya. Nggak keliatan kayak pertama kita ketemu yang lo mirip banget kayak anak SD."
"Arga, ih!" dengan kesal, Dira memukul lengan Arga. Gadis itu malu jika masa pertemuan pertama mereka diungkit lagi. Karena dalam hatipun, Dira membenarkan bahwa awal mereka bertemu, ia memang terlihat seperti anak SD dengan dress pink dan kalung berbandul dora.
Arga tersenyum kecil melihat reaksi Dira. Pemuda itu menarik pelan hidung mungil Dira. "Ayo turun."
"Ish." Dira mengusap hidungnya yang baru ditarik Arga, namun ia memilih mengikuti pemuda itu untuk turun.
Kegugupannya bertambah saat melihat banyaknya orang yang berada disana. Gadis itu lantas menarik pelan kemeja yang dikenakan Arga.
"Malu, Ar, banyak orang."
Arga kembali mengulas senyum. Tangannya bergerak untuk menyelipkan jemarinya di sela-sela jari Dira. Tangan mereka saling bertaut seperti puzzle yang menemukan pasangannya. Hal itu ia lakukan untuk menenangkan gadis itu.
Genggaman Arga di jemarinya menimbulkan desiran aneh yang muncul di relung hati Dira. Detak jantungnya berpacu tak karuan. Dira menarik nafasnya dan menghembuskannya perlahan untuk menetralkan debaran yang menggila itu.
Mereka melangkah bersama memasuki rumah megah itu. Banyak pasang mata yang kini memperhatikan mereka. Serasi. Itu kata pertama yang muncul pada benak orang-orang yang kini melihat mereka berdua. Tinggi Dira yang hanya sebatas bahu Arga, kini bertambah sedikit berkat bantuan heels yang ia kenakan. Kini, selisih tinggi mereka tak terpaut jauh. Busana yang mereka kenakan pun senada, menambah kesan manis pada pasangan itu.
Dira yang malam ini terlihat cantik dengan dress selututnya, serta Arga yang terlihat berkali-kali lebih tampan dengan kemeja yang ia kenakan, membuat siapa saja yang melihat mereka menjadi iri. Keduanya terlalu sempurna.
Arga melepas genggamannya dan sebelah tangannya melingkar di pinggang ramping Dira. Pemuda itu merengkuh Dira berlagak seperti pacar yang posesif. Namun memang itu kenyataannya. Arga tak suka saat menyadari banyak laki-laki yang menatap miliknya itu. Rengkuhannya seolah menegaskan bahwa Dira adalah miliknya.
Tentu saja Dira kaget dengan perlakuan Arga yang tiba-tiba. Wajahnya merah padam. Pacuan jantungnya kembali menggila. Ini kali pertamanya ada yang melakukan ini. Namun Dira merasa terlindungi dari tatapan-tatapan nakal yang memperhatikannya sejak tadi. Karena saat mereka melihat Arga yang merengkuhnya, mereka langsung mengalihkan pandangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAKE BOYFRIEND [Completed]
Teen FictionHanya karena sebuah taruhan, Dira harus terjebak dengan tiga permintaan Arga. Dan salah satu permintaannya sungguh tidak masuk akal. Arga memintanya untuk menjadi pacar palsunya. Sungguh diluar dugaan Dira. Karena yang ia tahu, Arga memiliki sifat y...