22. Masalalu

304 20 0
                                    

Teruslah bertahan,
Karena tiap tetes air mata,
Tiap detik senyum yang terpaksa,
Tiap harap yang tak terwujud,
Tuhan telah persiapkan suatu hal yang jauh lebih indah dibanding angan.

*****

Dering telfon milik Dira mengintrupsi langkah gadis itu bersama Arga. Saat melihat nama Dinda tertera di layar ponselnya, segera di gesernya icon berwarna hijau untuk mengangkat panggilan itu. Dira mengangkat tangan kanannya untuk memberikan kode kepada Arga untuk menunggunya.

"Kenapa Din?" sapa Dira pertama kali.

"Dimana lo?"

"Masih di sekolah, ini lagi otw ke parkiran mau pulang."

"Gue udah dirumah lo nih, cepet pulang. Daritadi om Aryo nelponin gue terus, nanyain jam berapa dia jemput kita. Oh ya, waktu gue bilang lo ikut nginep juga, om Aryo antusias banget tau, dia pasti senenglah anaknya mau nginep dirumah dia."

"Masa iya?" tanya Dira, senyum miris tercetak di bibirnya. Bukannya tak percaya dengan ucapan Dinda, namun rasanya mustahil ayahnya sesenang itu akan kehadirannya, mengingat kejadian tempo hari di sekolah.

Dira segera mengubah raut wajahnya saat melihat Arga yang tengah memperhatikannya. Arga tak boleh melihatnya bersedih.

"Iya, dia bilang dia kangen banget sama lo. Makanya dia pengen jemput kita, daritadi gue di teror terus nih."

"Gue pulang sekarang. Sampai jumpa dirumah."

Dira langsung mematikan sambungan telfonnya tanpa menunggu respon Dinda terlebih dahulu. Gadis itu lalu mengajak Arga untuk segera pulang.

Hanya ada keheningan selama perjalanan pulang. Baik Arga maupun Dira sama-sama bungkam. Arga melirik Dira melalui kaca spion. Gadis itu terlihat menatap kosong kearah ruas jalan yang di lalui. Seperti ada masalah besar yang tengah dihadapi gadisnya itu. Dengan perlahan, Arga menarik sebelah tangan Dira untuk melingkar di pinggangnya. Ia juga melakukan hal yang sama pada tangan Dira yang lain. Dira dibuat terkejut dengan perlakuan Arga yang tiba-tiba itu. Detak jantungnya langsung menggila. Saat itu, barulah tatapan mereka bertemu melalui kaca spion.

"Gue takut lo jatuh, daritadi ngelamun sih." jelas Arga pertama kali.

Dira hanya berdehem untuk merespon penjelasan Arga. Kedua tangannya masih melingkar dipinggang Arga. Entah mengapa, Dira merasa enggan untuk melepaskannya. Seluruh badannya terasa kaku. Otak dan hatinya sedang tidak sejalan. Otaknya memerintahkan untuk ia menarik tangannya dari pinggang Arga, namun hatinya menolak. Seperti ada sesuatu yang menghadirkan rasa nyaman. Yang membuat Dira betah berlama-lama melingkarkan tangannya di pinggang Arga. Rasanya menenangkan. Masalah yang sejak tadi ia pikirkan, langsung menguap entah kemana.

Suara deru motor yang berisik seketika mengalihkan pandangan Dira. Dira menoleh ke belakang dan mendapati Tomi dan teman-temannya yang mengendarai motor secara ugal-ugalan. Pemuda itu tersenyum bengis kearahnya. Dira mengalihkan pandangannya. Ada sedikit rasa takut tak kala melihat senyum itu. Gadis itu mengeratkan pegangannya pada pinggang Arga.

"Gue takut, Ar." lirihnya.

Arga melirik kearah Dira yang kini meringkuk di belakangnya. "Tenang aja, ada gue, Ra." ucap Arga menenangkan sambil mengusap lembut punggung tangan Dira.

"Lo jangan ngebut ya, biarin aja mereka ngikutin kita."

"Iya."

Arga mengendarai motornya dengan kecepatan normal. Sedangkan Tomi yang melihat itu menjadi gusar. Pemuda itu memerintah teman-temannya untuk mengepung motor Arga. Tomi memposisikan motornya untuk sejajar dengan motor Arga. Pemuda itu mendengus kesal saat melihat kedua tangan Dira melingkar di pinggang Arga.

FAKE BOYFRIEND [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang