"Katanya kasih sayang orang tua itu sepanjang masa, tapi kenapa justru pengabaian yang aku terima?"
*****
Dira duduk dipinggir trotoar dengan air mata yang masih deras keluar. Prihal pak Udin yang akan menjemputnya, Dira sebenarnya berbohong. Ia sama sekali tidak mengirim pesan singkat kepada pak Udin.
Dadanya masih terasa sesak. Ia tak bisa lagi menahan rasa sakit dihatinya. Semuanya ia luapkan dengan tangisnya. Tak peduli orang-orang menatapnya aneh karena menangis di trotoar. Sikap ayahnya sudah benar-benar berubah. Untuk apa ayahnya mengajaknya bertemu jika hanya untuk membahas Dinda? Untuk apa ayahnya menyuruhnya melupakan luka dimasa lalu jika ia sendiri yang malah menorehkan luka lebih dalam sekarang? Sepertinya, sudah tak ada lagi namanya dihati dan pikiran ayahnya, yang ada hanya Dinda, Dinda, dan Dinda. Kemana ayahnya yang dulu? Kemana sosok ayah yang dulu selalu membelanya? Kemana sosok ayah yang dulu melindunginya?Kemana sosok ayah yang selalu menasihatinya untuk berbuat baik? Apa salahnya sampai ayahnya bersikap seperti itu? Kenapa harus Dinda? Kenapa semesta begitu jahat sampai merenggut semua sumber kebahagiannya?
Dira merindukan kehidupannya yang dulu. Kehangatan keluarga sudah tak pernah dirasakannya lagi. Perhatian ayahnya dan omelan panjang ibunya, Dira amat merindukannya. Apa semua ini karena kematian kakaknya? Jika begitu, kenapa tidak ia saja yang mati? Atau kalau tidak, kenapa ia juga tak mati bersama kakaknya? Kenapa harus kakaknya yang pergi? Dan kenapa hanya dirinya yang merasakan semua ini?
Dira bisa merasakan rintik hujan mulai berjatuhan. Awalnya hanya rintik, kini sudah berganti menjadi hujan deras. Ya, langit ikut menangis bersamanya.
Dira masih bertahan pada posisinya. Tak peduli orang-orang berlarian untuk mencari tempat berteduh. Ia masih ingin menangis di bawah hujan. Dira memeluk tubuhnya sendiri saat merasakan dinginnya hujan malam mulai menusuk kulitnya.
Dira mendongak saat merasakan air hujan tak lagi mengenai tubuhnya. Ia terserentak kaget saat melihat Raja yang berdiri di dekatnya dengan sebuah payung. Ia buru-buru menghapus air matanya padahal tak dihapuspun mungkin Raja tak menyadari bahwa dirinya menangis karena air matanya sudah tersamarkan dengan hujan.
"Lo ngapain disini?" teriak Raja karena takut-takut suaranya kalah dengan suara hujan. Ia ikut berjongkok di samping Dira.
"Lo ngapain ujan-ujanan disini padahal disitu ada halte buat neduh?"
"Gue nggak apa-apa kok." Dira buru-buru berdiri dan diikuti Raja. Saat ia ingin melangkah menjauh, cekalan Raja ditangannya membuatnya tak bisa melanjutkan langkahnya.
"Lo mau kemana?"
"Bukan urusan lo!"
Dira berusaha melepaskan cekalan Raja. Namun Raja tak juga melepasnya. Dira menatap Raja dengan sorot mata lelah. Ia ingin sendiri. Mati-matian Dira menahan air matanya agar tidak menetes kembali. Malu rasanya jika sampai Raja melihatnya menangis.
"Ja, please. Gue lagi pengen sendiri."
Cukup lama Raja menatap Dira tepat dimanik matanya. Sampai kemudian ia menarik pergelangan tangan Dira dengan masih tetap memayungi gadis itu. Dira sempat memberontak, namun tenaganya tak kalah kuat. Alhasil, ia pasrah mengikuti Raja yang entah akan membawanya kemana.
Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang memperhatikan itu semua dari sebuah mobil yang terparkir tak jauh dari tempat itu. Dadanya juga terasa sesak saat melihat Dira menangis seperti tadi. Awalnya ia sudah ingin menghampiri Dira, namun urung saat melihat Raja yang sudah lebih dulu menghampirinya. Orang itu menyenderkan kepalanya di setir mobil sambil merapalkan kata maaf berkali-kali. Ia telah gagal menjadi pelindung Dira.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAKE BOYFRIEND [Completed]
Novela JuvenilHanya karena sebuah taruhan, Dira harus terjebak dengan tiga permintaan Arga. Dan salah satu permintaannya sungguh tidak masuk akal. Arga memintanya untuk menjadi pacar palsunya. Sungguh diluar dugaan Dira. Karena yang ia tahu, Arga memiliki sifat y...