Sudut bibir tertarik,
Membentuk senyum manis yang menarik,
Melihatmu tertawa ditegah terik,Jiwaku seakan tenggelam,
Bersama rasa yang terbenam,
Tak terungkap dalam diam.*****
Matahari pada jam empat sore tidak terlalu terik. Dira berdiri diteras rumah bersama Dinda. Menghirup sejuknya udara bersih yang sulit ia temukan di perkotaan. Gadis itu lalu berjalan menuju garasi rumah, ia menghampiri sepeda yang terparkir disana.
"Din, naik sepeda keliling sini yuk? Udah lama nih nggak naik sepeda, ada dua lagi. Pasti punya Kak Bagas sama Kak Bina." ajak Dira sembari menaiki sebuah sepeda berwarna biru.
Dinda mendekat, ia lalu memperhatikan sepeda yang satunya lamat-lamat. Melihat-lihat barangkali ada yang rusak. Setelah tidak menemukan kerusakan, gadis itu menaiki sepeda tersebut. "Yuk."
Baru saja menggoes beberapa kali, suara Bagas terdengar dan menintrupsi keduanya.
"Hei cewek-cewek, mau kemana?"
Dira dan Dinda serempak menghentikan laju sepedanya. Kedua gadis itu menoleh dan mendapati Bagas yang baru saja keluar rumah bersama Arga.
"Mau jalan-jalan, ayo ikut."
Bagas mengangguk. Pemuda itu lalu mengajak Arga untuk mendekati keduanya. Bagas mengambil alih sepeda Dinda dan memerintah Dinda untuk duduk di boncengannya.
"Kak Bagas sama Dinda ya, ntar kalo Arga yang sama Dinda kamu cemburu lagi, Ra." ledek Bagas sembari mulai menggoes sepedanya.
"Apasih, Kak." Dira cemberut. Gadis itu lalu menyerahkan sepedanya pada Arga. Ia memilih duduk di boncengan seperti Dinda.
"Ayo, Ar. Balap-balapan." tantang Bagas yang sudah jauh di depan.
Arga tak mau kalah, ia mulai menggoes sepedanya dengan cepat, membuat Dira reflek menarik kaos yang ia gunakan.
Jalanan pedesaan tidak seramai di kota. Membuat mereka bebas menguasai jalanan. Bagas meliuk-liukkan sepedanya didepan, membuat Dinda mau tak mau berpegangan dengan erat pada jok yang diduduki Bagas. Beberapa kali gadis itu menggeplak lengan Bagas agar membuat pemuda itu menjalankan sepedanya dengan benar. Sedangkan Arga dan Dira hanya tertawa di belakang.
"Mau kayak gitu?" tawar Arga sambil menoleh sedikit ke belakang.
"Nggak, gue cubit lo sampe kayak gitu." ancam Dira sadis membuat Arga bergidik ngeri.
Namun bukan Arga namanya jika menurut begitu saja. Pemuda itu malah menjalankan sepedanya meliuk-liuk seperti Bagas. Dira yang belum siap, hampir terjengkang kebelakang jika kedua tangannya tidak bergerak cepat untuk melingkar di pinggang pemuda itu. Pipi gadis itu merona seketika karena menyadari tindakan tiba-tibanya ini. Ditengah degup jantungnya yang menggila entah karena dirinya yang sudah tak berjarak dengan Arga atau karena hampir terjengkang, Dira masih sempat-sempatnya mencubit perut Arga, membuat pemuda itu mengerang kesakitan dan sepeda mereka mulai oleng karena satu tangan Arga bergerak untuk mengelus perutnya yang habis di cubit Dira itu.
Kapok dengan cubitan Dira yang menyisakan rasa panas di perutnya, Arga memilih menjalankan sepedanya dengan normal. Gadis di belakangnya itu dengan perlahan melepas pelukannya, meskipun dalam hati merasa enggan.
Semilir angin menerbangkan rambut hitam milik Dira. Gadis itu memejamkan mata. Merasakan debar aneh yang menyelinap tanpa permisi. Parfum Arga tercium olehnya, membuat perasaannya tak karuan. Dira tahu, mungkin rasanya pada Arga sudah berubah. Namun ia tak enak hati pada Raja, pemuda itu juga sepertinya nemiliki rasa lebih padanya. Lagipula, Dira tak tahu apa yang Arga rasakan saat di dekatnya. Mungkinkah Arga merasakan hal yang sama? Sepertinya Dira tak perlu banyak berharap.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAKE BOYFRIEND [Completed]
Teen FictionHanya karena sebuah taruhan, Dira harus terjebak dengan tiga permintaan Arga. Dan salah satu permintaannya sungguh tidak masuk akal. Arga memintanya untuk menjadi pacar palsunya. Sungguh diluar dugaan Dira. Karena yang ia tahu, Arga memiliki sifat y...