Jatuh cinta dan patah hati itu saling berhubungan. Ketika kita memutuskan untuk jauh cinta, maka kita harus siap menanggung resikonya, yaitu patah hati.
*****
"Dira, mana?"
Arga mengerutkan keningnya. Ia baru saja memasuki ruangan yang menjadi tempat mereka bersiap dan Riki langsung bertanya seperti itu. Setahunya, Dira tadi bersama mereka, bukan bersamanya.
"Bukannya dia tadi sama kalian?" tanya Arga balik. Ia mengambil duduk disamping Riki.
"Tadi dia nyusulin lo ke kelas, masa nggak ketemu?"
Arga hanya mengedikkan bahunya, tak menaruh curiga sedikitpun. Vania yang panik segera mengambil ponselnya dan menghubungi Dira. Gadis itu mendengus ketika panggilannya tak diangkat Dira.
Arga sudah berniat untuk mencari gadis itu, namun dilarang oleh yang lain. Alasannya karena mereka sebentar lagi akan tampil, dan akan merepotkan jika mereka malah berpencar-pencar.
Namun Arga tetaplah Arga. Ia akan melakukan apapun sesukanya tanpa memperdulikan larangan yang lain. Pemuda itu bangkit untuk mencari Dira. Tinggal dua langkah lagi menuju pintu, pintu itu terbuka dan menampilkan Dira dibaliknya. Ada gurat terkejut di paras cantik Dira, namun gadis itu segera menguasai diri, ia menarik sudut bibirnya membentuk senyuman, terlihat dipaksakan.
Dira berlalu mendekati Vania tanpa menyapa pemuda itu. Jangankan menyapa, menoleh kembali pun tidak. Menurutnya, senyum tipisnya tadi sudah lebih dari cukup.
"Dari mana? Tadi kan katanya mau nyusulin Arga?" tanya Reno sedikit kesal.
"Toilet."
Vania mengamati wajah Dira lamat-lamat, ketika gadis itu duduk di sebelahnya. Ia menghela nafas saat melihat riasan wajah Dira sedikit kacau. Benar-benar sedikit, jika tidak dilihat dari dekat dan intens, mungkin tak ada yang menyadari.
"Lo kenapa sih sampe makeup lo luntur gini?" tanya Vania sembari mencari bedak di tas kecilnya.
Dira menoleh dengan wajah terkejut. Tadi, ia sudah berusaha untuk tidak menangis. Namun dadanya terasa sangat sesak sampai ia tak kuat membendung tangisnya. Setetes air mata mengulir di pipi mulusnya. Tapi Dira sudah memastikan bahwa ia menghapus air mata itu dengan sangat hati-hati agar tak merusak riasan wajahnya. Ia tak menyangka hal itu tetap akan merusaknya meskipun hanya sedikit.
Semua mata kini tertuju padanya. Menanti jawaban. Dira salah tingkah. Vania yang tengah memoles tipis bedak di wajah Dira ikut menatapnya penuh intimidasi.
"Tadi gue lagi cuci tangan, terus airnya nyiprat ke muka."
Vania memasukkan bedaknya kembali kedalam tas dengan kening berkerut. Alasan Dira sungguh tak logis mengingat bagaimana rusaknya riasan gadis itu. Namun ia tak berkomentar lebih. Mungkin Dira tak ingin membagi masalahnya.
Dira terserentak halus saat melalui ekor matanya, ia melihat Arga mengambil duduk di sebelahnya. Dira mendadak salah tingkah. Ia membuang pandangannya. Gadis itu meremas-remas jari-jarinya. Dira harus menahan gemuruh di hatinya. Sesaknya masih ada ketika mengingat kembali bagaimana pemuda itu memberikan bunga kepada Dinda.
Riki yang sejak tadi memperhatikan gerak-gerik Dira mengerutkan dahinya. Gadis itu terlihat berbeda. Ada sesuatu yang coba di tutupi oleh senyumnya.
"Gugup lo? Tenang elah." ucap Riki mengira bahwa Dira gugup karena sebentar lagi mereka akan tampil di depan banyak orang.
Gadis itu tak membalas. Ia hanya melirik sebentar kearah Riki. Arga yang duduk di sebelah Dira, memperhatikan wajah gadis itu dari samping. Sejak tadi gadis itu tak mau menoleh kearahnya. Semuanya tentu merasa aneh. Dira yang diam seribu bahasa adalah kejadian langka.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAKE BOYFRIEND [Completed]
Teen FictionHanya karena sebuah taruhan, Dira harus terjebak dengan tiga permintaan Arga. Dan salah satu permintaannya sungguh tidak masuk akal. Arga memintanya untuk menjadi pacar palsunya. Sungguh diluar dugaan Dira. Karena yang ia tahu, Arga memiliki sifat y...