23. Perasaan aneh

281 20 0
                                    

Ketika siangmu tak lagi menghangatkan, ketika malammu tak lagi indah,
Ada aku yang akan selalu ada disisimu, menggantikan peranan bulan, bintang, dan matahari,
Untuk selalu menemanimu.

*****

Dira membuka kembali kedua matanya. Sejak tadi ia memang tidak tidur. Gadis itu takut tragedi kecelakaan beberapa tahun lalu yang sampai merenggut nyawa kakaknya masuk kedalam mimpinya, seperti sebelum-sebelumnya tak kala traumanya kambuh. Dira berusaha melawan traumanya, meskipun rasanya sulit.

Dira menyenderkan tubuhnya di kepala ranjang. Diraihnya salah satu figura yang ada diatas nakas. Nampak potret Dino dan dirinya yang tengah tersenyum bahagia. Ia ingat, foto itu diambil saat Dino baru saja lulus SMP. Bibirnya tertarik membentuk senyuman, namun bersamaan dengan itu, air matanya ikut menetes.

"Kak, aku kangen." ucap Dira parau. Ia lalu memeluk figura itu, membayangkan seolah-olah ia sedang memeluk kakaknya. Air matanya terus berjatuhan.

Dira menyeka air matanya saat ia teringat dengan Arga. Sejak tadi ia tak mendengar suara mobil yang dipakai Arga tadi. Itu Artinya Arga belum pulang. Dira mengembalikan figura itu di tempat semula. Ia lalu berjalan kearah cermin yang berada di dekat jendela. Gadis itu ingin memastikan tidak ada bercak air mata di wajahnya sebelum bertemu Arga. Tubuh Dira sempat limbung sebelum sampai di depan cermin. Kepalanya masih terasa pusing. Namun ia tetap memaksakan. Saat ia sedang bercermin, matanya tak sengaja menangkap dua orang yang tengah duduk di kursi taman belakang. Gadis itu lalu berjalan mendekati jendela untuk melihat siapa yang ada disana. Dan tampaklah Arga dan Dinda yang mengobrol dengan akrab. Bahkan Dira melihat Arga seperti menghapus air mata di pipi Dinda. Dan setelahnya Dinda memeluk Arga. Pemandangan yang entah membuat perasaan Dira menjadi aneh. Seakan tidak rela. Ada rasa tak suka saat melihat Dinda memeluk Arga. Gadis itu menggeleng cepat. Ia segera menepis perasaan itu. Ia tak memiliki perasaan apapun pada Arga. Hubungannya dan Arga pun hanya pura-pura. Jadi terserah siapa saja yang memeluk Arga. Dira berusaha tak peduli. Namun tetap saja ada rasa janggal di hatinya. Lagian sejak kapan Dinda dekat dengan Arga? Bukankah mereka baru saling mengenal seminggu yang lalu? Apa mungkin mereka memang sudah dekat sebelumnya?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus muncul dikepala Dira membuatnya semakin merasa pusing. Gadis itu akhirnya memilih untuk menghampiri keduanya.

Ketika Dira sudah sampai di pintu belakang, Dinda dan Arga langsung menyadari keberadaannya. Dan Dinda menghampiri gadis itu dengan gurat yang terlihat khawatir.

"Kok lo kesini sih? Harusnya kan istirahat."

"Gue nggak papa, Din." ucap Dira tersenyum. Ia berusaha untuk terlihat baik-baik saja meskipun kepalanya terasa amat pusing.

Dinda tak percaya. Ia sangat mengenal tabiat sepupunya itu. Gadis itu menuntun Dira untuk duduk dikursi taman, tepat di sebelah Arga.

"Yaudah, gue kedalem dulu ya. Mau nelfon om Aryo ngasih tau kalo lo lagi sakit dan acara nginepnya diundur dulu." ujar Dinda.

"Nggak usah Din, gue kan nggak papa. Jadi nggak usah diundur-undur nginepnya."

"Nggak usah keras kepala. Jalan aja masih belum lurus kok bilang nggak papa." omel Dinda sebelum berlalu. Dira hanya mendengus pasrah.

Hanya ada kecanggungan sepeninggal Dinda. Mereka berdua memilih sama-sama bungkam. Sampai kemudian, Dira merasakan sesuatu yang tersampir di bahunya. Ia menoleh, dan mendapati jaket yang tadi di kenakan Arga telah berpindah di bahunya. Ia menahan senyumnya untuk tidak terkembang.

"Dingin, Ra." ucap Arga dengan suara lembut.

"Lo nggak papa?" tanya Dira sambil menoleh kearah Arga. Dan tepat saat itu matanya langsung bertemu dengan manik mata dingin milik Arga. Entah sejak kapan pemuda itu memperhatikannya. Dira pun tak menyadari.

FAKE BOYFRIEND [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang