26. Tekat

259 20 0
                                    

Berjuang aja dulu, masalah hasil serahkan dengan yang diatas.
Karena hasil tak akan pernah menghianati perjuangan.

*****

Dira masih terus menangis disamping bankar Arga. Melihat jarum infus yang menancap di punggung tangan pemuda itu, membuat tangisnya semakin kencang. Rasa khawatir dan bersalah kini mendominasi.

Raja yang berada diruang rawat Arga, sampai lelah membujuk Dira untuk tenang. Ya, saat akan kerumah sakit tadi, mereka berpapasan dengan Raja. Pemuda itu memaksa untuk ikut. Ia juga khawatir. Meskipun Arga masih bersikap acuh padanya, Raja tetap menganggap Arga sebagai sahabatnya. Sedangkan Jeri saat ini tengah menjemput Rara di sekolahnya.

Ruam-ruam merah di sekujur tubuh Arga semakin terlihat jelas. Dira baru tahu bahwa Arga sangat alergi terhadap kacang. Pemuda itu bisa masuk rumah sakit hanya karena sebutir kacang.

"Arga, maafin gue..." ucap Dira untuk kesekian kalinya.

"Arga nggak akan kenapa-napa, Ra." Raja masih berusaha menenangkan, namun tangis gadis itu semakin menjadi.

"Nggak apa-apa lo bilang? Lo liat udah tiga jam lebih dia nggak bangun-bangun, Ja."

Raja menggaruk tengkuknya. Pemuda itu memilih diam. Sebenarnya dokter telah menyuntikkan obat tidur, agar Arga bisa mengistirahatkan tubuhnya sejenak. Namun percuma menjelaskan pada Dira, gadis itu sungguh sangat keras kepala. Menolak segala argumen yang mengatakan Arga baik-baik saja.

Pintu ruang rawat terbuka, menampilkan Jeri dan Rara dengan seragam sekolahnya. Gadis kecil itu langsung berlari menghampiri kakaknya yang tengah terbaring di bankar rumah sakit. Tangis Rara pecah. Ia menaiki kursi yang ada disebrang Dira untuk memperhatikan kakaknya lebih dekat.

"Bang Arga kenapa?" tanyanya pada Dira. Gadis itu menggeleng, tak sanggup untuk menjelaskan semuanya.

"Bang, bangun. Rara janji nggak akan nakal lagi. Rara nggak akan jailin Abang lagi." racau Rara sambil menggoyang pelan tangan Arga yang terkulai lemas di samping tubuhnya. Namun nihil. Arga tak menunjukkan tanda-tanda kesadarannya, membuat tangis Rara semakin kencang. Gadis kecil itu takut terjadi sesuatu pada Kakaknya. Ia takut kehilangan Arga. Tangan Rara terulur menyentuh kelopak mata Arga dengan telunjuknya. Mengetuk-ngetuknya pelan agar Arga cepat membuka matanya.

Mungkin disituasi normal, Dira akan tertawa melihat kelakuan absurd Rara. Namun kali ini ia tak bisa tertawa. Arga masih tak sadarkan diri akibat ulahnya.

"Arga nggak papa kok, jadi nggak usah nangis lagi." ucap Jeri menenangkan.

"Diem deh, Bang!"

"Diem deh, Jer!"

Keduanya menyahut bersamaan. Membuat Jeri kicep. Pemuda itu memberenggut kesal, membuat Raja tak bisa menahan senyum gelinya.

"Arga cuman pingsan padahal, tapi mereka udah sehisteris itu. Gimana kalo Arga mati coba."

"Husst, nggak ngomong gitu." peringat Raja tak suka.

Rara menyeka air matanya. Gadis kecil itu turun dari kursi dan beranjak mendekati Jeri dan Raja yang duduk di sofa.

"Bang Jeri, Rara kebelet pipis." ucap Rara polos.

"Terus?"

"Anterin ke toilet bang."

Jeri langsung menggeleng membuat Rara mencebikkan bibirnya.

"Nggak lo nggak Dira hobi banget ngajakin ke toilet." celetuk Jeri.

"Bang, Rara udah kebelet nih." Rara bahkan sampai berlari di tempat, menahan keinginannya untuk buang air kecil.

"Minta anterin Dira sana."

FAKE BOYFRIEND [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang