Tak perlu lagi mengejar, aku kini berjalan disampingmu. Menerima genggaman itu dengan suka rela. Bersedia menemanimu entah sampai kapan.
*****
"Lo nolak Arga?"
Dinda menatap tak percaya gadis yang tengah berguling-guling di kasurnya itu. Senyumnya tak juga luntur. Tangannya sibuk memainkan ponsel, entah apa yang menarik dari benda pipih itu.
Dinda mendesis kesal lantaran pertanyaannya tak digubris. Padahal tadi saat ia tengah bersantai, Dira tiba-tiba masuk ke kamarnya dan langsung menjatuhkan dirinya di kasur. Senyumnya mengembang sempurna. Gadis itu menceritakan semuanya, mulai dari aksi kabur-kaburannya sampai pernyataan Arga ketika di pantai.
Dengan kesal, Dinda menarik kaki Dira, membuat gadis yang masih mengenakan gaun putih itu berjengit kaget.
"Dinda, ih!" pekik Dira kesal. Ia menarik kakinya menjauh dari sepupunya itu.
"Lagian gue nanya nggak lo jawab. Malah asik sama ponsel sendiri." gerutu gadis itu.
Dira mengela nafas. Ia bangkit dari posisi rebahannya dan mengambil duduk di pinggir kasur, berhadapan dengan Dinda yang tengah duduk di kursi belajarnya.
Gadis itu lantas menyodorkan layar ponselnya. Dinda melihat dengan seksama apa yang ditunjukan Dira, seketika ia bergidik jijik ketika melihat layar ponsel gadis itu menampilkan roomchatnya dengan Arga. Bukan masalah pesan yang dikirim, karena mereka hanya bertukar pesan yang membahas tentang Arga baru sampai rumah dan menyuruh membersihkan diri masing-masing. Yang membuat Dinda bergidik jijik adalah emot yang dikirimkan. Emot love. Bukan Dira sekali. Karena gadis itu juga paling anti mengirim atau dikirimkan emot seperti itu. Namun sekarang, Dira sendirilah yang mengirim emot itu terlebih dahulu. Dan parahnya, Arga sama sekali tak membalas.
Dira tertawa lebar melihat ekspresi jijik Dinda. Ia tidak tersinggung, justru merasa lucu melihat ekspresi itu.
"Gue aslinya geli loh ngirim emot ini." ujar Dira sembari menarik kembali ponselnya, membalas pesan dari Arga yang baru saja masuk.
"Kalo geli kenapa masih dikirim? Bukan lo banget."
"Sengaja, bikin dia baper."
Dinda mendengus. Kembali menatap wajah ceria sepupunya. Gadis itu tak habis pikir bagaimana pola pikir Dira. Ia menolak Arga, namun tetap ingin membuat pemuda itu baper.
"Gue tuh nggak nolak dia tau." ujar Dira seolah tahu apa yang dipikirkan Dinda. Ia menurunkan ponselnya dan membalas tatapan gadis itu. "Gue cuma belom jawab aja."
"Lo ngegantungin dia? Setelah lo bikin dia uring-uringan nyari lo yang kabur saat mau ditembak? Wah parah." Dinda menggelengkan kepalanya, mendramatis keadaan.
Dira mengeram kesal. Tangan gadis itu bergerak menggapai bantal. Setelahnya, ia melempar bantal itu kearah Dinda. Dinda yang belum siap dengan tindakan tiba-tiba Dira, hanya bisa pasrah saat bantal itu mengenai wajah mulusnya.
"Itu juga gara-gara lo tau."
"Kok gue?" sungut Dinda tak terima.
"Lo jadian sama Jeri nggak kasih tau gue."
Kedua bola mata Dinda melotot. Wajahnya menyiratkan raut terkejut sekaligus kesal. "Arga ngasih tau lo? Wah parah dia nggak bisa jaga rahasia."
Untuk kedua kalinya, wajah Dinda menjadi sasaran lemparan bantal dari Dira. Dinda mengelus dadanya sabar, sekali lagi mungkin gadis itu akan memberikannya balasan yang setimpal, justru malah lebih kejam.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAKE BOYFRIEND [Completed]
Teen FictionHanya karena sebuah taruhan, Dira harus terjebak dengan tiga permintaan Arga. Dan salah satu permintaannya sungguh tidak masuk akal. Arga memintanya untuk menjadi pacar palsunya. Sungguh diluar dugaan Dira. Karena yang ia tahu, Arga memiliki sifat y...